tag:blogger.com,1999:blog-55538086529746637422024-02-07T18:34:24.233+07:00AcehpediaSekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.comBlogger147125tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-64214141222673281502015-09-07T20:48:00.000+07:002015-09-07T20:56:19.035+07:00JEJAK PANGLIMA ACEH DI TANAH DELI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjX4k9i6G0W0wEtyyLobOIToNdEFrl66SF9InRdzWNSUbB7dKxHYKYAsJ0T2Le15Vx68f22c-xJt6fFeV0MBYtPINs6uRpXNgmqthiUbUxYzw3dBCxuUvLcJzdm1kYM1m_QLrAqlcAU4DE/s1600/10405500_1005333099510911_4661909610684897097_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjX4k9i6G0W0wEtyyLobOIToNdEFrl66SF9InRdzWNSUbB7dKxHYKYAsJ0T2Le15Vx68f22c-xJt6fFeV0MBYtPINs6uRpXNgmqthiUbUxYzw3dBCxuUvLcJzdm1kYM1m_QLrAqlcAU4DE/s200/10405500_1005333099510911_4661909610684897097_n.jpg" width="142" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px; text-align: justify;"><span style="font-size: xx-small;"><i>sultan deli oesman perkasa alam</i></span></span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">Dalam Hikayat Deli, cerita bermula ketika Muhammad Dalik berlayar dari tanah Hindustan menuju Cina untuk mempelajari budaya di sana. Muhammad Dalik atau yang dikenal dengan Muhammad Delikhan merupakan keturunan Raja Hindustan dan memiliki hubungan darah dengan Alexander The Great (Raja Makedonia). Di tengah perjalanan, kapalnya karam dihantam badai di Pasai (Aceh).</span><br />
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Di masa awal kehidupannya di Pasai, Dalik mempelajari ilmu bela diri. Disebutkan juga bahwa dia sudah menanggalkan segala macam kebiasaan buruknya. Dan suatu hari, Sultan Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh Darussalam mendengar tentang keberanian dan kegagahan Dalik. Muhammad Dalik kemudian dititah menghadap Sultan untuk menerima gelar “Laksamana Kodja Bintan”.</span></span></div>
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"></span>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Selang beberapa purnama setelah pergelarannya itu, Sultan Iskandar Muda kembali menguji kekuatan dan kegagahan Muhammad Dalik. Sultan bertitah agar Muhammad Dalik mengalahkan seekor gajah yang bernama “Gandasuli”.</span></span></div>
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Alangkah takjubnya Sultan ketika itu. Dengan mudah, Muhammad Dalik dapat mengalahkan gajah yang mengamuk itu dalam waktu sekejap. Sultan pun bermusyawarah dengan orang-orang besarnya. Mereka berpikir bahwa Muhammad Dalik pantas mendapat gelar yang lebih tinggi dari gelaran sebelumnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Setelah bulat keputusan Sultan, Muhammad Dalik pun dititah menghadap. Dia lalu dikaruniakan gelar “Tuanku Panglima Gotjah Pahlawan”. Gelar ini lebih tinggi dari gelar yang sebelumnya. Dia juga diberikan persalinan lengkap berupa pakaian adat kebesaran tujuh ceper, yaitu tengkulok, baju, selempang, celana, bengkong, samping, keris, dan perhiasan. Pakaiannya terlihat mewah dan mengesankan. Perhiasan yang menggantung dibuat dari mutiara. Bajunya disulam benang emas bercorak bunga lotus. Sampingnya diperindah dengan simbol-simbol bercorak bunga. Celananya pula sangat unik. Dia pun menggunakan keris yang diselitkan di antara bengkong yang pendingnya bertatahkan bermacam-macam batu permata.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Sultan Iskandar Muda kala itu ingin memperluas daerah kekuasaannya dengan cara menjajah negeri-negeri Pahang dan sekitarnya. Pada suatu hari bertuah, tahun 1600-an, diadakanlah upacara adat yang sakral seraya meminta rahmat dari Tuhan untuk mengelakkan segala marabahaya dan kekalahan dalam perang menaklukkan Pahang. Kemudian, armada Kerajaan Aceh pun bertolak menuju Pahang dengan Muhammad Dalik sebagai kepala perang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad Dalik singgah di Siak. Dia mengirim surat kepada Raja Siak untuk diperbolehkan menghadap, yang kemudian diterima dan disambut dengan segala kebesaran dan keagungan. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad Dalik kemudian menyampaikan pesan bahwasanya Sultan Iskandar Muda yang bergelar “Alam Shah” (penguasa seluruh alam) berkehendak untuk menguasai seluruh negeri Melayu. Raja Siak pun bersetuju untuk mengikuti Muhammad Dalik. Raja mengatakan bahwa pasukannya di bawah Raja Aceh akan menaklukkan Kesultanan Malaka dan segala negeri-negeri tanah Melayu. Dalik pun memohon kepada Raja Siak dan berkata “Jangan permalukan patik dengan Portugis.” </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Kala itu Portugis mampu menduduki Tanah Malaka. Jika Portugis mampu, bagaimana pula Muhammad Dalik tak mampu, pikir sang panglima.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad Dalik juga kemudian singgah di Kedah, Perak, dan Selangor. Di tiap-tiap negeri yang disinggahinya, dia selalu mendapat penerimaan yang baik dan meriah. Di Selangor pula raja dan menteri-menterinya bersepakat untuk mengirimkan pasukannya untuk bergabung dengan pasukan Dalik. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Pasukan-pasukan mereka pun melanjutkan perjalanan menuju Johor. Raja Johor takut akan kekalahan jika mesti berperang melawan Pasukan Aceh. Sebab, jumlahnya sangatlah banyak, yang terdiri dari macam-macam pasukan negara-negara lain.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Takut kehilangan negerinya, Kerajaan Johor juga bersetuju untuk menggabungkan pasukannya dengan Pasukan Aceh dan Selangor. Kemudian pasukan gabungan ketiga negeri ini pun bergerak menuju Pahang. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Raja Pahang sudah mengetahui bahwa pasukan Aceh di bawah pimpinan Muhammad Dalik akan datang untuk menaklukkan negerinya. Raja tak ingin mendapat malu karena tak mampu berperang melawan pasukan Aceh. Karena itu, sedari awal dia sudah bersepakat dengan menteri-menterinya untuk melawan pasukan Muhammad Dalik. Pasukan Kerajaan Pahang juga sudah siap sedia dari sebelum hari Muhammad Dalik tiba di Pahang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Tiba di Pahang, perang pun bergolak antara pasukan Kerajaan Pahang dengan pasukan Muhammad Dalik yang terdiri dari berbagai negara. Pasukan Pahang perlahan-lahan jatuh kalah. Korban banyak bergelimpangan. Negeri Pahang huru-hara tak menentu. Pasukan Muhammad Dalik pun menang, “laksana harimau selesai menikmati perburuannya”. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Melihat kekalahan telak ini, Raja Pahang menyerah kalah dan menawarkan dua puterinya untuk dinikahkan dengan Raja Aceh. Keesokan harinya, Muhammad Dalik dititah menghadap ke istana Raja Pahang dengan sambutan resmi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Payung kuning kerajaan diatur bersusun ke hadapan menyambut kedatangan Muhammad Dalik, begitu pula tombak-tombak dan segala perangkat-perangkat istiadat Kerajaan Pahang. Muhammad Dalik pun berkata di atas kekalahan Pahang terhadap Aceh: </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Segala orang besar-besar, menteri-menteri, kepala istiadat, dan setiausaha-setiausaha, tinggallah di Pahang. Hukum dan adat istiadat akan tetap dipimpin oleh Raja Pahang.” </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad Dalik kemudian berkirim surat dengan Raja Aceh tentang kemenangannya melawan Kerajaan Pahang. Saat kembali ke Aceh, lagi-lagi dia disambut dengan pesta dan kebesaran yang penuh adat istiadat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Sultan Iskandar Muda kemudian bertitah bahwa dia menjamin bahwa segala hukum serta adat istiadat dari semua negeri yang kalah dalam perang melawan kerajaannya tidak akan diubah, dan hanya Allah-lah yang akan membalas bakti mereka. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Selanjutnya, dua putri Raja Pahang dinikahkah dengan petinggi Aceh; satu dengan Sultan Iskandar Muda dan satu lagi dengan Muhammad Dalik. Pesta pernikahan dilaksanakan dengan adat istiadat Melayu yang lengkap.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Raja Selangor sangat dipuji karena keberanian dan kesopanannya. Dia kemudian ditunjuk menjadi Wali Sultan Aceh untuk daerah Semenanjung (Malaysia sekarang). Sultan Aceh pun mengkaruniakan kepadanya seperangkat persalinan yang lengkap dan melantik beberapa pembesar negeri di sana.</span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Kemudian, Muhammad Dalik kemudian berangkat lagi ke Semenanjung, menuju Kelantan. Dia mengirim surat ultimatum kepada Raja Kelantan. Surat ultimatum itu diterima oleh menteri-menteri diraja Kelantan. Mereka kemudian bersepakat untuk menyembahkan surat itu kepada raja. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Takut kehilangan negeri serta rakyat-rakyatnya, Raja Kelantan lalu memutuskan untuk tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Aceh. Dia pun lantas turut mengirimkan pasukannya untuk ikut berperang melawan Malaka.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad Dalik juga berhenti di Terengganu dan Pattani. Di Pattani inilah kemudian Muhammad Dalik menyusun strategi bersama pasukan-pasukannya untuk menyerbu Malaka.</span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Setelah berhari-hari dalam perjalanan, Muhammad Dalik dan ribuan pasukannya sampai di Malaka. Malaka diserang dari laut dan darat. Akhirnya, pasukan Malaka kalah dan banyak rakyat-rakyatnya menjadi korban, bahkan ada juga yang hilang melarikan diri ke hutan. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Perayaan besar kemudian diadakan sempena kemenangan ini. Orang besar-besar Malaka yang menyerah kalah turut diundang dan dikaruniakan persalinan yang lengkap. Setelah itu, Muhammad Dalik pergi ke Kemuja dan meninggalkan beberapa pasukannya untuk menjaga Malaka.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Di Kemuja pula, sang raja telah memutuskan untuk menyerbu Aceh. Raja Kemuja tidak sepakat dengan perdana menterinya yang lebih memilih untuk tunduk kepada Aceh daripada harus kalah melepas nyawa dan kehilangan negeri. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Perang pun kemudian terjadi. Akan tetapi, serdadu Raja Kemuja sangat buruk dalam berperang. Raja Kemuja kemudian sadar bahwa dia membawa negerinya pada kerugian yang sangat amat besar. Dan tersebutlah syair ini: </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Suara guntur, gemuruh, dan menggelegar. Hujan panas turun, gerimis di pita. Angin naik, meniup lembut, dan semua daun terkulai jatuh dari pohon seperti pangeran yang mati. Ayam tidak berkokok, tanda bahwa raja besar akan mati.” </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Setelah Raja Kemuja terbunuh, banyak rakyatnya yang menangis dan meratap. Orang-orang besar Kemuja kemudian menghentikan peperangan. Raja Kemuja lalu dikuburkan dan Muhammad Dalik menenangkan suasana duka di Kerajaan Kemuja dengan kata-kata yang manis.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Berita kemenangan Aceh melawan Kemuja pun telah sampai di telinga Sultan Iskandar Muda. Muhammad Dalik pulang ke Aceh dan disambut dengan pesta meriah, sebagaimana biasanya. Dalik lalu dikaruniakan gelar “Seripaduka”. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Beberapa bulan kemudian, Sultan Aceh dan orang besar-besarnya memutuskan untuk mengirim Muhammad Dalik ke Bangkahulu (Bengkulu kini). Di Bangkahulu, Muhammad Dalik tidak berperang. Dia menculik Raja Bangkahulu dan membawanya ke Aceh tanpa sepengetahuan sesiapa pun di Bangkahulu. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Rakyat Bangkahulu berduka karena kehilangan rajanya. Di Aceh pula, Sultan Iskandar Muda meyakinkan Raja Bangkahulu bahwa adat istiadat di Bangkahulu tidak akan diubah. Hanya saja, Kerajaan Bangkahulu harus tunduk di bawah perintah-perintah Raja Aceh. Raja Bangkahulu kemudian setuju, dan dia diantar pulang ke Bangkahulu dengan pasukan pengawal Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Muhammad Dalik.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Kemudian, Muhammad Dalik dan pasukannya berkehendak untuk menyerang Kerajaan Sambas (di Kalimantan Barat kini). Namun, peperangan terhenti di tengah jalan. Sebab, Muhammad Dalik mendapatkan sepucuk surat yang dikirimkan oleh seseorang yang berisi pesan bahwa Sultan Aceh memiliki hubungan asmara secara diam-diam dengan istri Muhammad Dalik. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Berita ini membuat Muhammad Dalik sangat kecewa dan bersedih hati. Dia tidak menyangka hal ini terjadi. Kalaulah para raja-raja yang telah tunduk di bawah Raja Aceh tahu akan takdir seorang Muhammad Dalik ini, yang loyalitasnya sangat tinggi kepada Raja Aceh, pastilah semua raja-raja yang tunduk itu akan berkhianat.</span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad Dalik pulang ke Aceh. Dia sadar bahwa sangat tidak pantas untuk melakukan pengkhianatan. Dia kemudian pergi menghadap Sultan, menyampaikan bahwa segala tugasnya sudah selesai dan pengabdiannya berhenti di sini. Dan dia tidak lagi menerima perintah-perintah Sultan. Muhammad Dalik juga telah menceraikan istrinya. Dia tawarkan mantan istrinya itu untuk menjadi pemijat kaki Sultan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Setelah itu Muhammad Dalik pergi berlayar meninggalkan Aceh. Kesedihannya terus ia senandungkan semasa dalam pelayarannya. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">“Bulan, menyebarkan cahayanya, menyinari segalanya. Burung, dengan suara yang merdu, menangis dengan rindu kepada bulan, seperti seorang wanita yang ditinggalkan, meratapi cintanya.” Sesekali air matanya jatuh di pangkuan. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Beberapa lama dalam pelayaran, sampailah ia di Percut, sebuah wilayah di pinggir bibir pantai Sumatera Timur. Raja di sana dikenal dengan nama Tengku Kejuruan Hitam. Sebuah pesta penyambutan diadakan untuk Muhammad Dalik karena Tengku Kejuruan Hitam tahu siapa Muhammad Dalik dan apa posisinya di Aceh sebelumnya. Raja Percut kemudian meminta Muhammad Dalik supaya tinggal dan menetap di Percut. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad Dalik lalu meminta izin untuk mengunjungi kota-kota di sekitar Percut, seperti Kota Jawa, Pulo Berayan, Kota Rentang, dan Kampung Kesawan. Semua daerah ini adalah yang kini termasuk dalam wilayah Deli (kini di Sumatera Utara, Indonesia).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Sekembalinya Muhammad Dalik dari mengunjungi daerah-daerah itu, Raja Percut berkonsultasi dengan orang besar-besarnya untuk menikahkan Muhammad Dalik dengan anak perempuannya. Raja Percut menawarkan seluruh wilayah Percut untuk Muhammad Dalik. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Tanpa berlama-lama, Muhammad Dalik setuju akan tawaran Tengku Kejuruan Hitam. Pesta pernikahan pun dilangsungkan secara besar dan meriah. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Kehidupan Muhammad Dalik semakin membaik setelah pernikahannya. Dia meminta izin kepada Tengku Kejuruan Hitam untuk membuka sebuah kampung di dekat Gunung Kelaus. </span><span style="line-height: 19.3199996948242px;">Kemudian, dia izinkan orang-orang Batak yang turun dari gunung untuk membuka pemukiman di sekitar wilayahnya. Perkampungan di situ semakin meluas dan semakin ramai.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">Suatu hari, diketahui bahwa istri Muhammad Dalik sedang mengandung. Setelah melahirkan, ternyata anaknya seseorang lelaki yang tampan rupanya. Anak dari Tuanku Gotjah Pahlawan Ibni Tuanku Muhammad Delikhan Ibni Tuanku Zulqarni Bahatsid Segh Maturulluddin Hindustan yang bergelar Seripaduka Percut Sungai Lalang ini kemudian diberi nama Tengku Parunggit. Tengku Parunggitlah yang menjadi keturunan pertama Raja-Raja Deli hingga detik ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
</span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px;"><div style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 19.3199996948242px;">* Disarikan dari Hikayat Deli yang ditulis pada pertengahan abad ke-18 oleh seorang pujangga dalam lingkungan Kesultanan Deli.</span></div>
</span></div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-5306198055895182752015-09-07T20:39:00.000+07:002015-09-07T20:53:42.877+07:00Teuku Cut Ali, Panglima Sagoe dari Trumon<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheidqohtKKAS4IOod8NJ4XGC1cPebavsume7oqZpXcjzTJElXswr-l7r6mziFaJnGXPdzhLWFCRhNbsplGtkqg6ivqxUlo4lM_RO1BI_JJBFZso5NI1FeNRmTiq7qbkPEqqOXnTIq08iU/s1600/11229546_968175609893327_2645644354468800742_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheidqohtKKAS4IOod8NJ4XGC1cPebavsume7oqZpXcjzTJElXswr-l7r6mziFaJnGXPdzhLWFCRhNbsplGtkqg6ivqxUlo4lM_RO1BI_JJBFZso5NI1FeNRmTiq7qbkPEqqOXnTIq08iU/s200/11229546_968175609893327_2645644354468800742_n.jpg" width="200" /></span></a></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Beliau merupakan salah satu keturunan Raja Trumon. Teuku Cut Ali dilahirkan di Trumon pada tahun 1895. Ayahnya bernama Teuku Cut Hajat dan ibunya bernama Nyak Puetro. Jiwa ksatria sudah terlihat sejak kecil pada sosok Teuku cut Ali. Sikapnya yang tegas, berani, gagah dan juga setia kawan sudah sangat dikenal oleh masyarakat yang ada di kerajaan trumon pada masa itu hingga beliau beranjak dewasa.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Tatkala pada usia 18 tahun, beliau sudah berperang melawan penjajahan belanda. Dengan kecerdasan otaknya itu para penjajah banyak dirugikan sehingga walaupun bisa mendesak kekuatan yang dimiliki oleh Teuku Cut Ali dan kawan – kawannya tapi tidak akan menutupi kerugian yang diderita oleh kaphe belanda itu. Oleh karena keperkasaan dan kecerdikan beliau sehingga pada usia 20 tahun beliau dipercaya untuk menjabat sebagai Panglima Sagoe dan para pejuang aceh lainnya berada dalam pengawasannya pula untuk bersama – sama menggempur musuh. Walaupun usianya masih muda untuk memegang jabatan tinggi itu namun dipilihnya Teuku Cut Ali sebagai Panglima Sagoe, selain memiliki kemampuan dalam memimpin perang, dia juga menguasai ilmu bela diri. Itulah yang membuat para pejuang Aceh saat itu sepakat untuk menunjuk Teuku Cut Ali sebagai Panglima Sagoe.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Dalam berperang melawan Belanda, gerilya adalah taktik dan strategi yang dilakukan Teuku Cut Ali dalam menyerang dan menghadang musuh. Dia dan pejuang lainnya, menyerang Belanda pada malam hari. Setelah menyerang, dan pihak musuh jatuh korban, Cut Ali dan prajuritnya menyingkir ketempat lain, sehingga membuat Belanda kewalahan untuk mencari jejak Cut Ali dan pengikutnya. Ketika perang di Seunebok Keuranji pecah, salah satu desa di Kecamatan Bakongan Kabupaten Aceh Selatan, banyak pasukan Belanda yang menjadi korban. Teuku Cut Ali pun mengalami luka parah akibat terkena peluru pasukan Belanda. Namun, Cut Ali dan pasukannya berhasil menyingkir ke dalam hutan untuk menghindari kejaran Belanda.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Kemenangan demi kemenangan diraih Teuku Cut Ali dan pejuang lainnya sejak tahun 1926. Banyak jatuh korban di pihak Belanda. Kondisi ini, jelas membuat Belanda semakin gerah dan dendam terhadap Cut Ali. Dia, tidak hanya memimpin perang di wilayah Bakongan, tapi sampai ke Wilayah Kluet, Kabupaten Aceh Selatan.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Pada Juni 1926, Teuku Cut Ali dan pejuang aceh lainnya kembali melancarkan serangan terhadap pasukan Belanda, di dekat Gampong Ie Mirah, Kecamatan Pasie Raja. Dalam penghadangan ini, satu marsose Belanda tewas. Namun di pihak pejuang Aceh syahid sembilan orang. Tapi, Cut Ali dan pasukannya, terus gencar melakukan serangan terhadap Belanda.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Tanggal 26 Mei 1927, Teuku Cut Ali bergerilya ke wilayah Terbangan, Kecamatan Pasie Raja, untuk menyusun strategi dan melakukan penyerangan serta penghadangan terhadap pasukan Belanda. Namun, jejaknya diketahui Belanda yang saat itu dipimpin Kapten J. Paris atau dikenal dengan julukan Singa Afrika. Kapten Paris sengaja dikirim khusus oleh Belanda untuk menumpas dan melumpuhkan para pejuang Aceh yang di pimpin Teuku Cut Ali.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-size: 14px; line-height: 19.3199996948242px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Dengan jumlah pasukan yang banyak, Kapten J. Paris menyusun strategi untuk menghadang dan melumpuhkan Teuku Cut Ali dan pejuang lainnya. Maka, terjadilah perang yang sangat dahsyat antara pejuang Aceh dibawah pimpinan Teuku Cut Ali dan Belanda di bawah komando Kapten J. Paris. Korban pun berjatuhan dalam perang yang berat sebelah itu, baik di pihak pejuang aceh maupun Belanda. Dan akhirnya, Teuku Cut Ali syahid di tangan Kapten J. Paris dalam sebuah sergapan licik. Sementara itu salah satu perwira belanda bernama Letnan Monelaar pun ikut gugur dimakan senjata pejuang.</span><br />
<span style="line-height: 19.3199996948242px;"><span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Jasad Teuku Cut Ali akhirnya di bawa ke Desa Suaq Bakong,
Kecamatan Kluet Selatan, Kabupaten Aceh Selatan, dan dikuburkan di sana. Dari
beberapa sumber diketahui bahwa pada dasarnya Jasad Teuku Cut Ali yang terkubur
di pinggir Muara itu tanpa kepala sebab Serdadu Belanda telah memotong kepala
Teuku Cut Ali untuk dibawa ke Kuta Raja dan sekarang tengkorak Teuku Cut Ali
berada di sebuah Museum di Belanda.</span></span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-64851843173069349662015-09-07T20:32:00.000+07:002015-09-07T21:02:47.478+07:00HABIB BUGAK ACEH : HABIB ABDURRAHMAN BIN ALWI AL-HABSYI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9LRfW5i6378FNjWg8ZgWPRtgN99kY7EM3COVs6wZ1IKZhG_WYa2vkoDFukQ8UdBuC9nR-ykKyVDp_JiUpY4yTe_l8NXNzH0F3MBukIQ4mo4JxYwKT9CaTribgx49yZthE1ATpCyX_txQ/s1600/11045479_967133816664173_4836961530192912478_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><img border="0" height="198" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9LRfW5i6378FNjWg8ZgWPRtgN99kY7EM3COVs6wZ1IKZhG_WYa2vkoDFukQ8UdBuC9nR-ykKyVDp_JiUpY4yTe_l8NXNzH0F3MBukIQ4mo4JxYwKT9CaTribgx49yZthE1ATpCyX_txQ/s200/11045479_967133816664173_4836961530192912478_n.jpg" width="200" /></span></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><b>Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Sejarah kegemilangan Aceh telah mewariskan kebesaran Peradaban yang tak ternilai harganya yang akan menjadi pelajaran berharga untuk generasi masa kini. Warisan itu bukan hanya berupa karya-karya agung maupun pribadi-pribadi mulia, namun juga aset-aset tanah yang tak ternilai harganya terutama di Tanah Suci Makkah al-Mukarramah. Diantaranya adalah waqaf yang diberikan oleh seorang Habib yang hartawan dermawan, karena keikhlasannya menyebutkan jatidiri sebagai Habib Bugak Asyi. Beliau mewaqafkan sebidang tanah dan rumah miliknya di depan Masjid al-Haram Makkah pada tahun 1224 H (1800 M) untuk kepentingan masyarakat Aceh di Makkah. Dan kini waqaf tersebut berkembang pesat bernama Waqaf Habib Bugak Aceh yang dikelola secara profesional oleh Dewan Nadzirnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Dalam rangka mengungkap kembali kebesaran Sejarah Peradaban Aceh, maka telah diadakan penelitian bersama tentang Habib Bugak Aceh sejak tahun 2007 sampai sekarang. Adapun yang terlibat langsung dalam penelitian ini adalah:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Dewan Pimpinan Pusat Hilal Merah (Red Crescent) Indonesia – Al Hilal Group</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Pimpinan Pusat dan Pimpinan Aceh Maktab Daimi – Rabithah Alawiyah</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Forum Silaturrahmi Keturunan Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Akademi Tamadun Melayu Antarabangsa (ATMA) - Universiti Kebangsaan Malaysia</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Centre for Advantage Studies (CASIS) – Universiti Teknologi Malaysia</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Habib Bugak Center, Bugak Bireuen Aceh dan PT. Habib Bugak Corpora</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Dan pihak-pihak terkait secara langsung dan tidak langsung</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Penelitian ini mendapat dukungan dan rekomendasi dari:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Pemerintah Pusat RI – Menko Kesra RI / Utusan Presiden RI Untuk Timur Tengah</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia / Kementerian Waqaf</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Dewan Nadzir Waqaf Habib Bugak Makkah Saudi Arabia</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Rabithah Alawiyah Saudi Arabia dan Yaman</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Pemerintah Daerah Provinsi Aceh cq Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Rektor IAIN Al-Raniry Banda Aceh</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Imam Besar Masjid Baiturrahman Banda Aceh</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Dan lain-lain Lembaga dan Tokoh Masyarakat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Tujuan utama penelitian ini adalah berusaha untuk mengetahui jatidiri, kehidupan dan perjuangan Habib Bugak Aceh agar dapat menjadi suri tauladan kepada generasi muda kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, khususnya di Aceh. Mengetahui secara pasti jati diri Habib Bugak Aceh yang telah mewaqafkan hartanya ini, adalah sebagai ungkapan rasa syukur nikmat kepada Allah sekaligus untuk memberi pencerahan terhadap beberapa perbedaan pendapat di kalangan peneliti.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">METODE, ANALISIS DAN TESIS</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Penelitian yang dilakukan oleh Tim Al-Hilal Group, Keluarga Habib Abdurrahman, Rabithah Alawiyah Aceh dan lainnya sejak tahun 2007 dimulai dengan mengumpulkan data-data geografi wilayah Aceh sebelum tahun 1800 M atau yang mendekatinya, yaitu wilayah yang termasuk dalam Kerajaan Aceh pada masa Sultan Alaiddin Jauharul Alam Syah. Tim peneliti juga sudah berusaha untuk mendatangi semua wilayah bernama Bugak, seperti di Aceh Besar (Bugak-Seulimum), Pidie (Sumbo Bugak), Bireuen (Bugak), Aceh Utara (Bagok) maupun Aceh Timur (Kuala Bugak) dan lain-lainnya. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Dengan bertawaqqal kepada Allah Yang Maha Mengetahui, Tim peneliti akhirnya berkesimpulan bahwa Bugak Aceh yang dimaksud pada ikrar Waqaf Habib Bugak Asyi di Makkah pada tahun 1224 H adalah Bugak yang terletak di wilayah Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen sekarang. </span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Selanjutnya tim mengadakan penelitian panjang di wilayah Bugak dan sekitarnya, terutama mengidentifikasi tokoh-tokoh Habib, silsilah, peninggalannya, keturunannya termasuk legenda-legenda yang menyertainya. Setelah penemuan Sarakata Para Sultan Kerajaan Aceh di Alue Ie Puteh Aceh Utara, maka sementara tim menyimpulkan bahwa Habib Bugak yang paling mendekati adalah Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi. Karena beliau hidup di sekitar wilayah Bugak Peusangan dari tahun 1785 sampai dengan 1845 berdasarkan sarakata tersebut. Demikian pula maqam Habib Abdurrahman al-Habsyi terletak di Kemukiman Bugak Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Untuk memperkuat data-data yang ada, telah dibentuk forum keturunan Habib Abdurrahman dari seluruh Aceh untuk mencari data-data pendukung dengan membentuk perwakilan-perwakilan yang sekaligus menjadi forum silaturrahmi keturunan Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi yang sudah mencapai generasi ke 9. Forum silaturrahmi telah mengadakan pertemuan-pertemuan berkala yang bertugas untuk mengumpulkan dan memperbaharui data, atau informasi yang berkaitan dengan Habib Abdurrahman.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Berdasarkan sumber-sumber dari kalangan keturunannya yang sudah menyebar ke seluruh penjuru Aceh, diketahui Habib Abdurrahman al-Habsyi adalah seorang Ulama yang rendah hati, dermawan serta hartawan karena memiliki tanah yang luas sebagaimana juga disebutkan dalam Sarakata para Sultan Kerajaan Aceh dari tahun 1785 M sampai 1845 M. Keberadaan Sarakata para Sultan Kerajaan Aceh yang menyebut nama beliau ini sudah cukup membuktikan bahwa Habib Abdurrahman al-Habsyi adalah bukan orang biasa, tetapi salah seorang yang terkenal dan memiliki kedudukan tinggi di Kerajaan Aceh Darussalam, sekurang-kurangnya dari tahun 1785 M sampai 1845 M dengan gelar Teungku Habib, Tuwanku Habib, Teuku Chik dan lainnya. Namun karena ketawadhuannya beliau lebih senang menyebut dirinya sebagai Habib Bugak Aceh, seorang Habib dari Bugak di Negeri Aceh.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Setelah penelitian secara sederhana dilakukan selama 2 tahun dan menghasilan data-data awal, maka untuk memperkuat hasil penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian lanjutan sejak bulan Juni 2009 sekaligus menguji keabsahan data melalui metode empiris di tingkat Doktoral (Ph.D) di Akademi Tamadun Melayu Antarbangsa Universiti Kebangsaan Malaysia. Penelitian melalui lembaga akademik ini dimaksudkan agar penelitian lebih terfokus sebagai penelitian sejarah dengan metode ilmiyah di bawah bimbingan Prof. Dr. Wan Mohammad Nor Wan Daud. Dengan membawa nama lembaga akademik, penelitian mendapat banyak kemudahan dalam hal perizinan terutama ketika mengadakan penelitian di sekitar Makkah al-Mukarramah Saudi Arabia, terutama untuk mencari data-data seperti di Nadzir Waqaf Habib Bugak, Kementerian Waqaf Saudi Arabia, Lembaga Otoritas Masjidi al-Haram, Mahkamah Syar’iyah, Dewan Rabithah Alawiyah dan lainnya. Hasil penelitian selanjutnya diseminarkan dihadapan para Profesor di lingkungan ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Sejak Juni 2012 penelitian dilanjutkan pada Centre for Advantages Studies Universiti Teknologi Malaysia dengan mengadakan penelitian terhadap bahan-bahan material data yang telah dikumpulkan. Penelitian ini juga menempuh pendekatan metode logical yang dikembangkan Prof. SMN. Al-Attas, maupun metode spiritual yang diperkenalkan para peneliti Harvard University USA. Penelitian ini juga mencoba pendekatan metode sufistik yang biasa digunakan oleh para pengamal tariqat. Untuk mendukung metode terakhir ini, tim seringkali mengadakan majlis zikir rohaniah yang diajarkan para mursyid yang arifin yang diadakan di sekitar Bugak maupun proses tashfiah di Makkah maupun Madinah pada tahun 2013.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Setelah melakukan penelitian sepanjang 3 tahun lebih, pada awal tahun 2011 DPP Lembaga Pengkajian Nasab (Silsilah) Maktab Daimi Rabithah Alawiyah Jakarta telah mengesahkan secara resmi silsilah Habib Abdurrahman al-Habsyi sebagai salah seorang Sayyid dari keturunan Sayyidina Husein. Adapun silsilah lengkapnya adalah:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Abdurrahman bin Alwi bin</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Syekh bin Ahmad bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Hasyim bin Ahmad Shahib al-Shi’ib bin</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad Asghar bin Alwi bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Abu Bakar Al-Habsyi bin</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Ali bin Ahmad bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad Asadullah bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Hasan Attrabi bin Ali bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad Fakih Muqaddam bin</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Ali bin Muhammad Shahib al-Mirbat bin</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Ali Jali’ bin Alwi bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Ahmad al-Muhadjir bin Isa al-Rumi bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad al-Naqib bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Ali Al-Uradhi bin Jafar Siddiq bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Muhammad Al-Baqir bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husein bin </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Sayyidah Fatimah (Ali bin Abi Thalib) binti </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Sayyidina Muhammad Rasulullah saw.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Menurut keturunannya, diantaranya Sayed Dahlan bin Abdurrahman Al-Habsyi dan lain-lain yang didengarnya dari kakek buyutnya, Habib Abdurrahman dilahirkan di Makkah Al-Mukarramah dalam lingkungan keluarga Al-Habsyi Ba’alwy Hasyimy yang memiliki kedudukan khusus dan terhormat di kalangan para petinggi Penguasa Mekkah pada zaman itu. Menurut catatan Rabithah Alawiyah beliau adalah cucu saudara dari Maulana Sayyid Muhammad bin Husein bin Ahmad Al-Habsyi yang menjadi Mufti Mekkah sekitar tahun 1750an. Beliau mendapat pendidikan di lingkungan Masjid al-Haram sampai menjadi Ulama.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Sebelum ke Aceh, Habib Abdurrahman adalah seorang Ulama yang mengajar di Masjid al-Haram Makkah. Kemudian Syarif Makkah mengutus beliau ke Kerajaan Bandar Aceh Darussalam bersama beberapa orang Ulama dari Masjid al-Haram. Di antaranya adalah Maulana Syeikh Abdullah al-Bait, kakek dari Syeikh Abdurrahim yang dikenal sebagai Tgk.Syik Awe Geutah. Menurut Sarakata Kerajaan Aceh Sultan Alaiddin Muhammad Syah pada tahun 1785 M (1206 H) Habib Abdurrahman sudah berada di wilayah Peusangan dengan gelar Teungku yang mendapat hadiah tanah “kali lelab” atau “krueng matee” di sekitaran Bugak wilayah Negeri Peusangan. Di tempat inilah beliau tinggal serta dikenal sebagai Habib Bugak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Setelah beberapa tahun di Aceh, Habib Abdurrahman al-Habsyi kembali ke Makkah. Karena dari kalangan Ulama Sayyid di Makkah, maka beliau dapat memiliki rumah di depan Ka’bah. Ketika akan kembali ke Aceh, beliau mewaqafkan rumah tersebut untuk kepentingan masyarakat Aceh dengan persyaratannya pada tahun 1224 H atau 1800 M. Beliau hanya menyebutkan namanya sebagai Habib Bugak Asyi dalam ikrar waqaf di hadapan Mahkamah Syar’iyah Makkah. Setelah mewaqafkan hartanya, beliau kembali ke Kerajaan Aceh pada tahun itu juga, dan kembali ke wilayah Peusangan, sebagaimana disebutkan dalam 3 Sarakata Sultan Alaiddin Jauharul Alam Syah tahun 1224 H, dan tinggal di Bugak Peusangan. Sampai dengan tahun 1845 M beliau masih bermukim di sekitar wilayah Peusangan dan mengajar di sekitar Bugak, Pante Sidom, Pante Peusangan, Panjoe, Manik dan lainnya sebagaimana disebutkan dalam Sarakata Sultan Alaiddin Mansyur Syah yang dikeluarkan pada tahun 1270 H atau 1845 M.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Menurut tradisi kaum Hadramiyin (bangsa Arab) yang datang ke Nusantara, biasanya mereka memiliki kunyah (nama gelaran) yang kadangkala dinisbatkan kepada tempat tinggalnya seperti misalnya Sunan Bonang, Sunan Ampel, Pangeran Jayakarta, Habib Chik Dianjung dan dikuti oleh Ulama, termasuk di Aceh seperti Maulana Syiah Kuala dan lain-lainnya. Demikian pula dengan Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi, menurut tradisi memiliki nama gelar yang dikenal oleh kaum keluarga dan masyarakatnya yaitu Habib Bugak. Di samping itu beliau juga dikenal dengan beberapa gelar yang melambangkan kedudukan beliau di Kerajaan Aceh, seperti Teungku Habib, Tengku Sayyid Peusangan, Tuwanku Peusangan dan Teuku Chik Di Mon Kelayu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Habib Abdurrahman al-Habsyi disebut sebagai Habib Bugak karena beliau bertempat tinggal di wilayah Bugak Peusangan sebagaimana disebutkan sarakata Sultan Alaiddin Muhammad Syah yang bertahun 1785 M dan Sarakata Sultan Mansyur Syah yang bertahun 1845 M. Menurut cerita yang berkembang di kalangan keturunannya, setibanya beliau dan keluarganya di Peusangan, beliau bertempat tinggal di wilayah Bugak yang menurut Sarakata Sultan Mansyur Syah adalah sebuah mukim yang berada dibawah wilayah Negeri Peusangan. Demikian pula beliau tinggal di wilayah Bugak sampai wafat dan dimakamkan di wilayah Kemukiman Bugak yang sebelumnya menjadi wilayah Kecamatan Peusangan dan sekarang menjadi wilayah Kecamatan Jangka di Kabupaten Bireuen.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Ada yang berpendapat bahwa gelaran Habib Bugak yang disandangnnya adalah warisan dari kakek buyutnya yang telah datang lebih dahulu di kawasan Bugak Peusangan. Pendapat ini berdasarkan Sarakata Sultan Alaiddin Muhammad Syah tahun 1785 M yang menyebutkan nama Teungku Sayyid Ahmad Habsyi, kakek buyut Sayyid Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi. Namun dalam catatan Rabithah Alawiyah, yang disebutkan namanya ini, tidak diketahui atau pernah tercatat tinggal di Aceh.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">SARAKATA HABIB ABDURRAHMAN BIN ALWI AL-HABSYI</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Sarakata 1, bertahun 1206 H atau 1785 M, yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Muhammad Syah yang menyebutkan bahwa Sayyid Abdurrahman bin Alwi keturunan Sayyid Ahmad Habsyi yang bermukim di sekitar Negeri Peusangan Aceh telah mendapatkan hadiah tanah dari para pemuka masyarakat karena aktivitas sosialnya, seperti membasmi hama tikus yang mewabah dll. </span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Sarakata 2, bertahun 1224 H atau 1800 M yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah yang menerangkan Sayyid Abdurrahman bin Alwi di Peusangan mendapatkan waqaf berupa tanah di Punteuet dan Ie Masin dari Teuku Awe Geutah dan Teuku Polem dan yang lain-lainnya. </span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Sarakata 3, bertahun 1224 H atau 1800 M yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah yang menerangkan Sayyid Abdurrahman bin Alwi di Peusangan mendapatkan memiliki beberapa bidang tanah di sekitar negeri Peusangan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Sarakata 4, tanpa tahun, dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah yang menerangkan semacam rekomendasi kepada seorang bernama Tuankita Abdurrahman di Negeri Peusangan. </span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Sarakata 5, bertahun 1270 H atau 1845 M yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Mansyur Syah yang menerangkan panjang lebar tentang beberapa peristiwa yang berkaitan dan rekomendasi kepada Habib Abdurrahman al-Habsyi dan menyebutkan juga ada sebuah wilayah yang bernama Bugak, Pante Sidom dan lainnya. </span><span style="background-color: white; color: #141823; font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Sarakata 6, bertahun 1289 H atau 1865 M yang dikeluarkan oleh Tuwanku Muhammad Husin Bin Tuwanku Abbas Bin Sultan Jauharul Alam Syah yang menerangkan tentang Habib Ahmad bin Husein yang juga merupakan cucu dari Habib Abdurrahman al-Habsyi .</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi adalah seorang Teungku Habib yang telah dikarunia kemulyaan dan ketinggian makrifat oleh Allah SWT. Salah satu bukti ketinggian makrifatullah beliau adalah walaupun kaya raya dan terkenal di kalangan para Sultan Aceh, namun hidup dengan penuh kesederhanaan, diantaranya beliau tidak membangun istana megah di sekitar tempat tinggalnya di Bugak sebagaimana diceritakan keturunannya. Itulah sebabnya tidak mengherankan ketika akan beramal saleh, beliau akan menyembunyikan jati dirinya seperti ketika mewaqafkan hartanya di Makkah beliau hanya memakai nama Habib Bugak Asyi untuk menjaga keikhlasannya dalam beramal. Beliau sangat memahami makna “tangan kanan memberi tanpa sepengetahuan tangan kiri” yang merupakan kehati-hatian dalam beramal agar jangan terjebak perilaku “riya” sebagai lawan dari sifat ikhlas karena Allah semata. Demikian pula apa yang telah dilakukannya tidak pernah diceritakan kepada keluarga dan para sahabatnya, seperti cerita waqaf Habib Bugak di Makkah ini yang tidak pernah diketahui oleh para keturunannya, walaupun sudah berlaku lebih 200 tahun lalu. Sehingga kisah ini tidak pernah diceritakan secara turun temurun. Namun kebiasaan Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi dalam hal yang berkaitan dengan waqaf ini terungkap secara tidak langsung pada 2 Sarakata Sultan Alaiddin Jauharul Alam Syah yang bertahun 1224 H atau 1800 M.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Kealiman dan keluasan pengetahuan serta pandangan Habib Bugak tercermin pula dalam penyusunan ikrar waqaf yang beliau berikan ketika akan mewaqafkan hartanya di Makkah dengan persyaratan yang sangat mendetil dan sangat futuristik. Persyaratan demi persyaratan yang diberikannya dalam proses waqaf di Mahkamah Syar’iyah Makkah pada tahun 1224 H telah menjaga keberlangsungan manfaat harta waqafnya yang terus berkembang pesat dan dapat dikelola secara profesional sepanjang masa oleh para Nadzir yang ditunjuknya dari kalangan keturunan sahabat dekatnya Syeikh Abdullah al-Bait. Dan tidak diragukan inilah salah satu tanda-tanda kewalian yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertaqarrub.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Maka sungguh bertuah bagi masyarakat Aceh yang telah memiliki figur Ulama seperti pribadi Habib Bugak Aceh yang telah mengabadikan dan mengharumkan nama Aceh sampai di Makkah. Beliau tidak mengharapkan pujian atas apa yang telah dilakukannya kepada masyarakat Aceh, dan kewajiban generasi Aceh masa kini untuk selalu mendoakan beliau serta mengharapkan lahirnya banyak tokoh seperti Habib Bugak kelak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; line-height: 19.3199996948242px;">Hanya kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahuilah kita kembalikan segala urusan, agar kita senantiasa termasuk hamba-hamba-Nya yang berserah diri kepada-Nya.</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-46124922701780939192015-05-12T14:49:00.001+07:002015-05-12T14:49:16.296+07:00MENYOAL MEMORI ACEH 147 TAHUN SILAM<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjThGJZXNY8DmaymOmATeiffb_8fkvAUx6N8c5ZbxSsTWQI6-Z7Yu_b3YuJYeemy7D8LPgQoZ1eRGq8ediVjwwvuVCACojfgNk3IJBsBvvleny5K9YXv81IQmHdLKTPXbgBtyE7X15TiDA/s1600/11102729_942660989111456_5217975616150981944_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="149" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjThGJZXNY8DmaymOmATeiffb_8fkvAUx6N8c5ZbxSsTWQI6-Z7Yu_b3YuJYeemy7D8LPgQoZ1eRGq8ediVjwwvuVCACojfgNk3IJBsBvvleny5K9YXv81IQmHdLKTPXbgBtyE7X15TiDA/s200/11102729_942660989111456_5217975616150981944_n.jpg" width="200" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; line-height: 16.079999923706055px;"><span style="color: red; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><i>▶Pemimpin Aceh Buta Sejarah, Hanya Bisa Mengambil Keuntungan Dalam Kancah Politik Mengenai Sejarah Aceh.</i></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="background-color: white; color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
“Udep merdeka, mate syahid, langet sihet awan peutimang, bumoe reunggang ujeuen peurata, salah narit peudeueng peuteupat, salah seunambat teupuro dumna.”</div>
</span><span class="text_exposed_show" style="background-color: white; display: inline;"><div style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px; text-align: justify;">
(Sultan Alaidin Mahmud Syah)</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><br /></span></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Rabu 26 Maret 1873, Komisaris Pemerintah Hindia Belanda, Nieuwenhuijzen, berdasarkan kekuasaan dan wewenang yang diberikan kepadanya oleh Pemerintah Belanda, menyatakan PERANG terhadap Kerajaan Islam Aceh. Pernyataan Nieuwenhuijzen inilah yang menyebabkan kehidupan rakyat Aceh tidak menentu hingga saat ini. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Perlawanan dan pengkhianatan telah bercampur aduk di sana. Belanda dengan segala kelicikannya, harus menemukan taktik khusus perang untuk menaklukkan Kerajaan Aceh. Bahkan orientalis terkenal Prof. Dr. Snouck Hurgronje (Abdul Gaffar) sebagai konspirasi dikirimkan dari Belanda ke Arab Saudi dan ditempatkan di Aceh untuk mempelajari watak dan karakter kaum muslimin Aceh.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Perang menundukkan Aceh merupakan perang Belanda yang terlama, dan perang termahal yang harus dilakukan Belanda untuk tidak bisa menundukkan Aceh. Sebuah perang dimana dalam catatan sejarah Belanda, merupakan perang yang begitu panjang dan yang paling pahit (mungkin) melebihi pahitnya pengalaman mereka di Eropa. Kenyataan bahwa perang Sabil terus berkobar dan berkecambuk hampir di seluruh Aceh, Belanda tidak mampu menaklukkan Aceh. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Bagi Belanda, Perang di Aceh merupakan kegagalan mereka menerka Aceh. Itu sebabnya mengapa Aceh dijuluki sebagai “Daerah Modal” bagi Indonesia, satu-satunya daerah yang tidak pernah dijajah oleh Belanda. Peperangan yang panjang dan melelahkan ini telah mengorbankan ratusan ribu nyawa manusia dari kedua belah pihak, baik Belanda maupun Aceh.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Demikian juga dana perang sedemikian besar telah dikeluarkan Belanda, dan nyaris membuat bangkrut kas Hindia Belanda sehingga menyebabkan semua perusahaan-perusahaan sebagai sumber ekonomi Belanda terpaksa gulung tikar sebagai konsekuensi logis dari perang yang dahsyat dan paling lama dalam sejarah Belanda. Bagi Belanda segalanya sudah menjadi tidak terkendali lagi. Bangsa Belanda tidak pernah menghadapi satu peperangan yang lebih besar dari pada peperangannya di Aceh. Menurut kurun waktunya, perang ini dapat dinamakan sebagai perang delapan puluh tahun. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Menurut korbannya, lebih seratus ribu orang yang mati, perang ini adalah suatu kejadian militer yang tidak ada bandingannya dalam sejarah bangsa Belanda. Di lain sisi, rakya Aceh menganggap bahwa tersebut sebagai bentuk surga kiriman Tuhan, dimana orang Aceh seperti berlomba-lomba untuk mati syahid karena aqidah Islam sudah masuk ke dalam tulang sumsumnya. Itulah sebabnya mengapa perang ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat Aceh, tak kecuali perempuan Aceh.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
▶Menggugat Penyebutan Perang Aceh</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Perang Aceh atau Perang Aceh dengan Belanda, itulah yang selama ini seringkali kita dengar bukan? Dalam buku-buku sejarah, artikel, opini, acara seminar, atau apapun yang terkait dengan itu, jika sedang membicarakan sejarah Aceh, pastilah ada pembicaraan tentang Aceh pada masa perang dengan Belanda. Kemudian pembicaraan tersebut yang dikategorikan salah satu dalam babak sejarah Aceh ini disebut sebagai Perang Aceh. Penyebutan Perang Aceh sudah menjadi senjata andalan (kata-kata) tersendiri bagi kita. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Ketika tanggal salah satu peristiwa dalam sejarah perang itu tiba, entah itu tentang Sultan Alaiddin Mahmud Syah, Panglima Polim, Tengku Chik Ditiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, dan sebagainya, sebutan Perang Aceh tak pernah lekas dalam ingatan kita. Anggapan tersebut bisa saja benar. Namun, pengecualian tersebesar bagi mereka yang tak paham cerita tentang jalannya perang tersebut, sekalipun perang itu terjadi di Aceh. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa penyebutan tersebut sudah menjadi kebiasaan bagi kita. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Berulang kali saya menahan diri dan berpaling agar tidak mendengar dan ikut dalam penyebutan perang Aceh. Tapi akhirnya saya tak tahan juga. Semenjak kuliah di jurusan Pendidikan Sejarah Unsyiah Banda Aceh, sudah 4 tahun yang lalu saya meninggalkan penyebutan “Perang Aceh”. Semula karena memang tidak paham saya menyebutnya sebagai “Perang Aceh”, namun berkat pengetahun, jarak dan waktu mulai perlahan menghulangkan ingatan tentang penyebutan Perang Aceh. Bahkan saya juga sempat mengkritisi kalangan mahasiswa sejarah tentang sebutan perang Aceh. Anda tahu, memang begitulah seharusnya (saya lebih senang menyebutnya sebagai Perang Belanda di Aceh atau perang Fisabilillah).</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Apa yang kita sebut selama ini (perang Aceh) sudah jamak dilakukan oleh masyarakat Aceh dan Indonesia, bahkan dunia. Yang saya heran dan menganggapnya pembodohan adalah masyarakat Aceh yang mengetahui seluk beluk perang tersebut masih menyebut perang Aceh. Perbedaan mendasar antara perang Aceh dengan perang Belanda di Aceh adalah dapat dilihat dari ultimatum perang.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
142 tahun silam atau tepatnya 26 Maret 1873 yang lalu, siapa yang menyangka bahwa di Aceh akan terjadi peperangan yang maha dasyat dengan perputaran uang dan memakan korban jiwa yang sedemikian besar ? Tidak pernah ada yang menyangka. Berawal dari nafsu yang tak mampu lagi dibendung, dari situlah kisah perang dimulai. Dan jika ditarik lebih jauh lagi yaitu sebelum angka 1873, terdapat ada banyak alasan mengapa perang itu terjadi.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Melalui surat menyurat, diancamnya hubungan diplomatik serta dicaploknya beberapa daerah di Aceh, akhirnya perang tersebut meletus. Selain perjanjian Traktat London (1824) dan Traktat Sumatera (1871) yang dijadikan acuan sebab akibat terjadinya perang Belanda versus Aceh, beberapa alasan lainnya menyatakan bahwa perang tersebut meletus disebabkan karena, Belanda merasa janggal apabila wilayah Aceh yang letaknya cukup strategis sekaligus merupakan gerbang masuk ke Nusantara tidak dikuasai seluruhnya dan takut di ambil alih oleh pihak asing.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Sebelum pernyataan atau ultimatum perang itu dicetuskan, pihak Belanda terlebih dahulu melakukan surat-menyurat dengan Kerajaan Aceh. Surat-menyurat tersebut termaktub di Kapal Perang Citadel van Antwerpen pada tanggal 22, 23, 24, 25, 26, 27, 30 Maret dan 01-02 April tahun 1873. Kedua belah pihak saling membalas surat-surat tersebut. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Belanda sebagai pihak pertama yang melayangkan dakwaan, kerapkali menggunakan bahasa provokatif yang ditujukan kepada Aceh. Rincinya, kesimpulan dari isi surat tersebut adalah agar Aceh dapat mengakui kedaulatan dan tunduk kepada pemerintah Hindia Belanda. Akhirnya, Belanda dengan kekuasaann yang ia punya mengeluarkan ultimatum perang kepada kerajaan Aceh.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
“Dengan ini, atas dasar wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh pemerintah Hindia Belanda, ia atas nama pemerintah, menyatakan PERANG kepada Sultan Aceh. Dengan pernyataan ini setiap orang diperingatkan terhadap beradanya mereka dibawah akibat perang dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam pereng”, demikianlah bunyi pengkalan surat pernyataan perang Belanda kepada Aceh, termaktub di kapal perang Citadel van Antwerpen yang berlabuh di Aceh Besar, pada hari Rabu tanggal 26 Maret 1873 yang tertanda Komisaris Pemerintah Hindia Belanda Nieuwenhuijzen.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Pernyataan perang yang dilayangkan Belanda pada 26 Maret 1873 disikapi dengan serius oleh Kerajaan Aceh dibawah pimpinan Sultan Alaiddin Mahmd Syah. Setelah menerima laporan terperinci dari Balai Siasat Kerajaan (Kapala/Badan Intelijen Negara), Sultan langsung mengadakan musyawarah/rapat akbar bersama seluruh pejabat dan pemuka negeri Aceh. Sultan juga turut mengambil sumpah setia seluruh penduduk negeri menghadapi perang Belanda. Artinya, dalam rapat akbar tersebut telah diambil satu keputusan bulat bahwa Aceh akan melakukan perang total jika tetap Belanda menyerang Aceh. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
“Tidak ada putusan lain yang kita ambil, kecuali menghadapi ancaman Belanda dengan semangat jihad”, demikian titah Sultan. Segenap lapisan masyarakat juga diserukan ikut serta dalam perjuangan mempertahankan kehormatan dan kedaulatan dari setiap serangan. Berkatalah Sultan: “Udep merdeka, mate syahid, langet sihet awan peutimang, bumoe reunggang ujeuen peurata, salah narit peudeueng peuteupat, salah seunambat teupuro dumna.”</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Sementara itu, pasukan Belanda telah memasuki wilayah Aceh melalui pantai Ceureumen dan Meugat. Pihak Belanda dengan kekuatan penuh telah berada di pantai Ulee Lheue – dengan 3.200 serdadu yang dipimpin oleh Mayor Jenderal J.H.R Kohler, Belanda siap mengeksekusi pernyataan perang yang ditujukan kepada Aceh. Kekuatan Belanda dalam ekspedisi pertama ini terdiri dari berbagai pasukan, seperti Satu Detasemen Cavaleri, Bataliyon Kesatuan Barisan Madura, barisan meriam, barisan Genie, staf tatausaha dan pemandu kesehatan. Mayor Jenderal Kohler, yang dibantu oleh Kolonel C.E van Daalen dan Kolonel A.W. Egter van Wisserkerke selaku kepala staf, siap menyerang dan menduduki Kerajaan Aceh. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Dalam hal ini, Kerajaan Aceh tidak melakukan penyerang sebagaimana dilakukan pasukan Belanda, kecuali Belanda benar-benar menyerang Aceh secara total. Dengan demikian, jelaslah bahwa perang tersebut bukanlah “Perang Aceh melainkan “Perang Belandi di Aceh”, mengingat yang menyatakan perang adalah Belanda, bukan Aceh. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Lalu, mengapa sampai saat ini kita masih menyebutnya sebagai “Perang Aceh”? Dasar sejarah apakah yang kita pegang sehingga kita berani mengklaim itu sebagai “Perang Aceh”? Apakah Aceh juga pernga menyerang negeri Belanda? dan, apakah Sultan Aceh saat bersamaan juga melayangkan surat pernyataan perang sebagaimana yang didalilkan Belanda? Sebutan untuk Perang Aceh sama sekali tidak pantas sebagaimana yang dikatakan selama ini. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Perang Aceh, sama halnya dengan penyebutan bagi perang Padri, perang Diponerogo, dan sebagainya. Fakta di atas agaknya sudah cukup untuk membuktikan bahwa perang tersebut bukan perang Aceh melainkan perang Belanda. Jadi, sangat naif sekali kalau dikatakan memori Aceh 1873-1942 sebagai “Perang Aceh” sekalipun perang tersebut terjadi di Aceh. Ini sangat jelas a-historis ! Membalikkan fakta dan sejarah Aceh. Tak lebih dari konspirasi politik sejarah yang sesat dan menyesatkan. Dengan segala hormat, hentikan sebutan yang selama ini kita sebut sebagai “Perang Aceh”, apalagi menganggap biasa-biasa saja, sepele dan sudah terlanjur.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
▶Puk-Puk Perang Belanda di Aceh</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Empati dan simpati adalah dua hal yang terbaik untuk menggambarkan perang Belanda di Aceh pada masa kini, dan (mungkin) di masa yang akan datang apabila tak kunjung berubah. Rasa kasihan yang timbul di dalam hati setiap melihat orang lain di timpa kemalangan adalah sesuatu yang membuat manusia berada dalam kodrat sosialnya yang paling hakiki. Mencoba turut merasakan penderitaan orang lain ke dalam peristiwa sejarah perang Belanda di Aceh, mengingatkan kita bahwa banyak orang yang tidak seberuntung kita. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Adalah wajar untuk merasa iba terhadap mereka yang kesusahan seperti orang-orang yang hidup pada masa perang Belanda di Aceh, meraka yang baru kehilangan kebahagiaan (harta, tahta keluarga bahkan nyawa) atau....., para pejuang kaum muslimin Aceh.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Tidak ada sejarah di dunia ini yang lebih kasihan dibanding mereka yang hidup dalam masa peperangan. Entah itu mereka yang ikut berperang, ibu-ibu yang dirumah, prajurit perang, musuh, atau siapa saja, bahkan sekalipun bocah-bocah yang sedang beranjak. Mereka yang hidup di masa itu tidak pernah berhenti melihat perang, di keheningan malam mereka selalu mendengar teriakan nyawa dan letupan moncong bedil. Semenjak berakhirnya peperangan di Aceh, hingga dalam rentetan waktu selanjutnya, dimana Aceh mendapat Otonomi Khusus, rawut wajah Aceh dimasa damai adalah lelucon 2 kata yang seketika mengundang gelak tawa tanpa perlu pendahuluan. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Perang Belanda di Aceh memang telah lama berkahir, sebagian perang itu diselesaikan di atas hitam dan putih, sebagian lagi tak ada ujungnya dan dikelabui. Namun, perang yang telah lama berlalu itu hampir mati dalam kaca mata sejarah. Ya benar. Perang Belanda di Aceh hampir mati. Seperti bom waktu, jejak perang itu hanya menunggu waktu untuk punah dan dipunahkan. Perang itu hanya bertahan di dalam buku-buku sejarah. Faktanya pun mengisyaratkan demikian. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Setiap kali tanggal peristiwa sejarah Aceh tiba, seperti terbuang sia-sia – hanya sebagian menyorot. Masyarakat Aceh larut dalam euforia kejayaan masa lalu (cuma berbicara) dan kelihatan seperti seorang ABG yang butuh pelukan dan puk-puk. Tidak ada tanggal khusus, tidak ada peringatan sejarah, apalagi sepetak tanah yang berisikan tentang replika-replika perang atau sejarah Aceh. Yang ada hanyalah cerita-cerita mulut (tradisi?) yang tak pernah terealisasikan, bahwa Aceh pernah mengalami kegemilangan di masa lalu, kata mereka.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Memang, ada beberapa momen dimana perang Belanda di Aceh dapat terlihat sekilas, seperti adanya seminar, buku sejarah, sejarawan dan media massa, atau Kerkhof dan makam pejuang. Namun, selama bertahun-tahun Aceh lebih sering mengingkari reputasinya sebagai bangsa hebat dengan penampilan sejarah yang telah dipanggungkan dalam kancah nasional dan internasional. Kita semua tahu bahwa selama 1 dekade ini, Aceh dipimpin oleh orang-orang yang kelak akan menjadi pelaku dan sumber sejarah. Hampir sebagian dari mereka adalah orang-orang yang terlibat dalam perang, dan mereka pernah memberikan motivator kepada pasukannya tentang “Perang Belanda di Aceh”. Namun ketika masa damai, prospek gemilang tinggal kenangan dan ia tetap menjadi lelucon yang makin lama makin tidak jenaka.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Yang mengherankan adalah ketika hujan empati 4 Desember diperingati dan diberikan kepada Aceh untuk mengingat momen masa lalu, kita tidak merasakan sentimen yang sama terhadap “Perang Belanda di Aceh”. Kita juga sama-sama tahu bahwa sejarah adalah milik penguasa, lalu apakah orang-orang yang gugur dimasa perang Belanda di Aceh akan bangkit kembali untuk menghidupkan sejarah mereka? Butuh usaha lebih dan selera yang tak lazim. Puk-puk, “Perang Belanda di Aceh”.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
▶Menghidupkan Perang Belanda di Aceh</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Tidak ada sambutan, tidak ada bendera setengah tiang, tidak ada kenangan untuk menyambut memori kelam Aceh 26 Maret 1873 di masa kini. Anda tahu, mereka kaum muslimin Aceh pergi berperang karena telah diperintahkan oleh negara. Tidakkah kita menghargai jasa-jasa perjuangan dan pengorbanan mereka? Saya tidak punya kata-kata untuk mengungkapkan pada anda tentang kesedihan atas gugurnya pejuang Aceh. Kini Aceh tidak indah lagi tanpa kehadiran mereka. Tapi saya sangat yakin, mereka kaum musilimin Aceh yang syahid di medan perang, sekarang telah bersama Tuhan dan para malaikat-Nya. Dan bahkan surga menjadi indah dengan kehadiran mereka di sana.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Lihatlah, apa yang kita temukan dii pantai Ulee Lheue, pantai Ceureumen, pantai Meugat dan pantai-pantai tempat pendaratan berlabuhnya kapal perang Belanda dan kapal-kapal Eropa? Disana kita hanya menemukan sepasang kekasih yang sedang menengak air minuman dengan tontonan sampah yang berserakan. Seharusnya diberbagai tempat dan pantai seperti itu telah didirikan monumen-monumen bersejarah. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Adalah ironis bahwa semakin lama saya menjajaki peninggalan sejarah perang Belanda di Aceh dibeberapa tempat seperti di Banda Aceh dan Aceh Besar, bahkan mencarinya di internet, semakin saya merasa kehilangan “roh” perang Belanda di Aceh. Tentu saja bukanlah roh perang sesungguhnya yang kerapkali memakan korban jiwa sedemikian besar itu, tetapi roh dalam bentuk fakta-fakta dan bukti-bukti perang baik yang original maupun buatan manusia yang direplikakan kembali. Bohong kalau saya mengatakan bahwa bukti sejarah perang Belanda di Aceh tidak ada. Bohong pula jika saya mengatakan tidak pernah melihat bukti-bukti perang tersebut. Tapi adalah benar jika saya katakan bahwa di Aceh tidak ada replika-replika perang yang maha dasyat itu. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Kebesaran dan agungnya sebuah sejarah tak lepas dari kontribusi para sejarawan, dari awal pengumpulan data hingga merekontruksi segala peristiwa masa lalu yang berkaitan erat dengan manusia, menjadi seperti yang kita ketahui sekarang. Di samping itu, peranan dan kontribusi pemerintah, akademisi, masyarakat, bahkan media massa sangat dibutuhkan untuk kepentingan sejarah. Dan bagi mereka yang mengamini sejarah sebagai pelajaran dan inspirasi yang tak lekang oleh waktu, menghormati warisan dan pembuatan sosok-sosok penting dalam sejarah menjadi keharusan.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Sejarah perang Belanda di Aceh yang termaktub di kapal perang Citadel van Antwerpen pada hari rabu tanggal 26 Maret 1873, tidak harus disusun rapi dalam bundelan-bundelan dokumen yang tertata rapi di museum, perpustakaan dan ruang arsip. Banyak cara agar sejarah perang Belanda di Aceh terus hidup, tetap dikenang dan dikenalkan kepada generasi terbaru yang masih muda dan anak-anak. Tujuannya jelas: generasi baru mesti mengenal betul seluk-beluk perang Belanda di Aceh dan para leluhurnya, atau.... Aceh.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Pembuatan monumen bersejarah, seperti patung prajurit perang, prasati surat perang, atau replika jalannya perang Belanda di Aceh, bisa dijadikan suatu alternatif untuk mengabadikan suatu momen dan sejarah. Dengan cara seperti itulah ingatan dan kenangan memori Aceh 1873-1942 terhadap sejarah tetap terjaga dan terjamin kelangsungannya hingga generasi-generasi yang akan datang. Tentu saja untuk membangun monumen bersejarah tersebut, selain dana yang diperlukan, juga dibutuhkan lahan kosong dan tim arsitek yang handal demi menghidupkan kembali jejak-jejak perang Belanda di Aceh yang sangat memprihatinkan ini.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Hampir seabad setengah (1873-2015) perang Belanda di Aceh berlalu, ingatan dan kenangan tentang sejarah tersebut makin lama semakin terkikis. Bahkan kita juga tak pernah melihat dan menyaksikan adanya monumen atau replika perang yang berdiri megah dihadapan kita. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Sepengetahuan saya, selain Kerkhof, Masjid Raya Baiturrahman, dan makam-makam pahlawan, hanya ada prasasti Kohler yang dibangunkan dibawah pohon Geulumpang tepat digerbang kiri Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Selebihnya, barangkali masih bersemayam di daerah lain dan dalam mimpi serta imajinasi kita. Kita juga tidak pernah tahu dimana letak pemakaman pasukan dan pejuang Aceh yang gugur selama perang Belanda di Aceh, seperti halnya pemakaman Kerkhof.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Pada akhirnya, kita semua sadar bahwa Aceh tak pernah menghargai sejarahnya, hanya terbuai dan larut dalam euforia kejayaan masa lalu. Dengan dana yang digelontorkan sedemikian banyak itu, pemimpin kita masih buta tentang sejarah. Parahnya, pemimpin di negeri ini hanya memanfaatkan sejarah sebagai alat politik; Aceh adalah bangsa besar dengan kebesaran sejarahnya, pernah mencapai puncak kejayaannya, juga pernah dipimpin oleh 4 ratu, negeri yang melahirkan pemimpin-pemimpin yang handal, serta sebagainya – sungguh ironis. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Kepada yang terhormat; seluruh pemilik kekuasaan rakyat Aceh, hidupkan kembali momen-momen perang Belanda di Aceh untuk mengenang perjuangan 1873-1942. Kiranya hal tersebut tidak dapat diwujudkan, satu-satunya cara agar perang Belanda di Aceh tetap hidup dan menghidupkan kembali adalah; Datanglah ke Aceh, atau tepatnya Banda Aceh dan daerah sekitarnya suatu hari nanti. Disana kenangan-kenangan akan perang Belanda di Aceh masih dapat disaksikan secara jelas. Kerkhof, Rumah Cut Nyak Dhien, Masjid Raya Baiturrahman, Pohon Kohler, makam-makam tempo dulu, dan sebagainya, masih berdiri kokoh untuk dijadikan bukti bahwa di daerah ini memang benar pernah terjadi perang yang maha dasyat antara Belanda dan Aceh. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Datanglah ke area perkuburan Belanda yang disebut Kerkhof suatu waktu nanti. Letaknya di daerah Blower, Banda Aceh, tidak jauh dari pendopo Gubernur Aceh, yang memang agak terbentang lurus dari arah situ dan tepat dibelakang Museum Tsunami Aceh. Banyak hal menarik dapat Anda temui di</div>
</span><span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
kompleks pemakaman ini. Seperti kisah para prajurit semasa hidupnya sampai pada saat dikubur. Semuanya diceritakan hanya sekilas pada batu nisan, sehingga makam ini seolah-olah sedang bercerita kepada Anda tentang masa hidupnya. Selain makam Kohler, masih terdapat banyak lagi makam-makam Jenderal Belanda dan orang terkenal lainnya di pemakaman Kerkhof ini, seperti warga setempat yang beragama Kristen dan orang-orang Tionghoa juga dikuburkan di situ. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Jika ada waktu, ada baiknya anda sesekali berlibur ke Kerkhof untuk menikmati ratusan simbol yang ada di dalam sana.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
▶Sebuah Catatan Kecil Kami Bagi Mereka</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Dari mereka yang menganggap perang Belanda di Aceh sudah mati, kita tidak mendengar lagi kenangan-kenangan tentang perang ini. Logis memang. Yang lainnya, bagi mereka yang menganggap perang Belanda di Aceh belum sepenuhnya mati, masih sesekali menulis bahwa peringatan tentang perang Belanda di Aceh tampaknya sudah mati; sebuah peristiwa maha dasyat dimasa lalu yang benar-benar sudah mati. Mereka sama sekali tidak menyesalinya, karena kita tidak bisa belajar apa-apa dan mengambil pesan yang terkandung di dalam perang ini, begitu pendapat mereka. Sementara yang setengahnya lagi, para literatur dan sejarawan (amatir), dengan fakta-fakta kosongnya juga telah membuat perang ini seolah mati, sekalipun mereka sebagai pihak pertama yang menghidupkan perang ini.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Dan sementara sisanya, mahasiswa sejarah – dengan sombongnya bercerita dan berbicara tentang peristiwa maha besar ini, yang kemudian diwujudkan dituangkan abjad-abajd palsu, lalu di arsipkan dirak kamar kos. Begitu tanggal peristiwa itu tiba, mereka yang mengatasnamakan mahasiswa sejarah, lebih memilih bungkam dan tubuhnya tak bergerak untuk memperingati tanggal tersebut, sesuatu yang dianggap bisa diselesaikan dengan kata-kata.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Selama ini kita hanya membanggakan perang Belanda di Aceh dengan kata-kata yang keluar dari mulut kita. Sampai pada akhirnya kita tidak sempat berpikir, bagaimana nasib sejarah Aceh ini. Kapan hari untuk peringatan sejarah perang Belanda di Aceh atau sejarah Aceh lainya? Adakah lagu wajib untuk mengenang peristiwa itu? Sudahkan generasi ini berbangga dengan tokoh sejarahnya? Entahlah!! Yang pasti sampai saat ini kita hanya mengetahui peringatan sejarah luar. </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Kita semua tidak pernah mengenal adanya hari peringatan perang Belanda di Aceh, hari perempuan perkasa Aceh ataua hari sejarah Aceh lainnya. Akan tetapi jikalau sekedar menanyakan nama-nama pahlawan Aceh, In Shaa Allah dengan lancar lidah akan keluar semua nama itu. Tapi jika ditanyakan kapan peringatan hari dan tanggal peristiwa sejarah Aceh, semuanya akan bungkam dan sedikit menggelengkan kepala. Lainnya halnya ketika kita dilontarkan pertanyaan kapan peringatan hari R.A Kartini, dan dengan fasih kita akan menyebutnya.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Apakah Aceh dipaksa untuk mengenal tokoh sejarah dari luar, sedangkan Aceh sendiri memliki ratusan tokoh sejarahnya? Kita tidak tahu. Iya atau tidak, memang begitu realitasnya yang terpampang dihadapan kita sekarang. Realita yang memaksa kita untuk bertanya, "mengapa?". </div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Patutkah kita berbangga memiliki sejarah Aceh yang besar ini? Patutkah kita membusungkan dada seraya berkata akulah generasi bangsa Aceh darah pahlawan, pejuang dan pemberani? Anda tahu, sebagian pahlawan Aceh kerapkali disebut sebagai musuh dalam buku-buku sejarah Aceh yang ditulis oleh orientalis Belanda. Sepertinya ada yang salah dengan pandangan kita tentang perang Belanda di Aceh atau sejarah Aceh lainnya. Mungkin karena sejarah tidak menceritakan secara detail, maka ingatan tentang itu masih dibawah tingkat kepopuleran.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Oleh, Chaerol Riezal*</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Fakultas Keguruan dan </div>
</span><span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
Ilmu Pendidikan (FKIP) Program Studi Pendidikan Sejarah, angkatan 2011, Darussalam – Banda Aceh. Sekaligus Pengurus Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah se-Indonesia </div>
</span><span style="color: #141823; line-height: 16.079999923706055px;"><div style="text-align: justify;">
(IKAHIMSI) Koordinator Wilayah VIII Aceh dan Sumatera Utara.</div>
</span></span></span></div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-24043994533922462062015-05-12T14:43:00.000+07:002015-05-12T14:45:01.432+07:00Syiah Kuala Bukan Syi’ah Kuala!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqzLvIuhKw8q1EKfvSpBTG5yylY9jrIWWoAauWVs0MJRpPBC9ettApxl4gsCeBTJvg-WA2Zt8wNqNKCZn-NXyeEdV6D_Jg55T3Pk0cp-t76IwQxGOdS8NngyWvH3GjFuqlcd6YEDgx5T0/s1600/11018313_939278682783020_3046865285850516663_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="87" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqzLvIuhKw8q1EKfvSpBTG5yylY9jrIWWoAauWVs0MJRpPBC9ettApxl4gsCeBTJvg-WA2Zt8wNqNKCZn-NXyeEdV6D_Jg55T3Pk0cp-t76IwQxGOdS8NngyWvH3GjFuqlcd6YEDgx5T0/s200/11018313_939278682783020_3046865285850516663_n.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: 'Helvetica Neue', Arial, Helvetica, sans-serif;">APA yang ada didalam benak Anda ketika mendengar nama Universitas Syiah Kuala? Mungkin sebagian akan berspekulasi bahwa Universitas ini berpaham Syi’ah atau didirikan oleh seorang Syi’ah.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Tidak dipungkiri, bahwa banyak masyarakat dan segelintir orang dari luar Aceh terjebak pada penabalan nama “Syiah” pada Universitas terbesar di Aceh tersebut.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Sesungguhnya makna “Syiah” yang melekat pada Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) bukanlah berarti Syi’ah atau berpaham Syi’ah.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Jika ditelusuri secara histori, “Syiah” yang melekat pada Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) diambil dari nama seorang ulama Ahlus-Sunnah (Sunni) yang sangat berpengaruh dan tersohor di zamannya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Menurut cendekiawan Mulim Indonesia, Azyumardi Azra, Ulama ini bahkan menjadi salah satu orang yang paling bertanggung jawab dalam membuka jaringan Ulama di seluruh Nusantara, bahkan di dunia Internasional.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Berkat jasanya juga, orang-orang Indonesia kemudian masuk dalam jajaran jaringan ulama dunia.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Siapa Syiah Kuala?</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Lahir di Singkil, Aceh 1024 Hijriyah/1615 Masehi, Abdurrauf begitulah nama yang dilekatkan kepada anak lelaki itu. Dalam pertumbuhannya kelak ia dikenal sebagai ulama Besar. Dan orang-orang dengan hormat memanggilnya dengan sebutan Syeikh Abdurrauf.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Namanya yang singkat dan sederhana ini kadang-kadang dilengkapi dengan Syeikh Abdurrauf bin Ali al-Fansuri. Oleh kharisma yang dimilikinya kemudian orang memberi sejumlah gelar seperti, Syeikh Kuala, Syeikh di Kuala atau Syiah Kuala dan Teungku Syiah Kuala. (bahasa Aceh, artinya Syeikh Ulama di Kuala)</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Disebut Syiah Kuala karena Syeh Abdurrauf pernah menetap dan mengajar hingga wafatnya dan dimakamkan di Kuala sungai Aceh.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Syeikh Kuala memang bukan nama asing bagi masyarakat Aceh saja. Tetapi dikenal di seantero ranah Melayu dan dunia Islam international. Syeikh Kuala atau Syeikh Abdurauf Singkil adalah tokoh tasawuf juga ahli fikih yang disegani.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Nama lengkapnya ialah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Menurut riwayat masyarakat, keluarganya berasal dari Jazirah Arabia yang menetap di Singkil pada akhir Abad ke-13.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Pada masa mudanya, ia mula-mula belajar pada ayahnya sendiri. Ia kemudian juga belajar pada ulama-ulama di Fansur dan Bandar Aceh (Banda Aceh saat ini).</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Selanjutnya, ia pergi menunaikan ibadah haji, dan dalam proses pelawatannya ia belajar pada berbagai ulama di Timur Tengah untuk mendalami agama Islam.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Syeikh Abdurrauf sempat pula belajar di Samudera Pasai di Dayah Tinggi Syeikh Shamsyuddin as-Sumatrani. Dan setelah Syeikh Syamsuddin pindah ke Bandar Aceh, kemudian diangkat Sultan Iskandar Muda sebagai Qadhi Malikul Adil.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Disebut pula Syeikh Abdurrauf telah berkenalan dengan 27 Ulama besar dan 15 orang Sufi termashur di Jazirah Arabia.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Beliau dikenal sebagai murid yang paling masyhur dari Ahmad Al Qusyasyi & Ibrahim Al Kurani yang merupakan seorang tokoh jaringan ulama di Mekkah dan Madinah.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Abd Al Rauf mempelajari berbagai disiplin ilmu islam mulai ilmu –ilmu yang ia sebut dengan “lahir”-seperti tata bahasa Arab, membaca Al Qur’an, hadist, syari’at,-sampai ilmu-ilmu batin “batin” mengenai tasawuf. Abd Al Rauf memperlihatkan bahwa ia mempelajari ilmu-ilmu lahir sebagian besr di Yaman.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Menurut sejarawan Aceh, Ali Hasjmi, Abdurrauf pernah belajar seni membaca Al Qur’an di Zabid dengan Syeikh Abd Allah Al Adani, yang ia sebut sebagai Qari terbaik di Yaman.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Lebih lanjut Hasjmi menyatakan bahwa ia pernah menghabiskan waktu yang paling panjang mempelajari ilmu-ilmu “lahir” dengan Syeikh Ibrahim bin Abd Allah Jam’an di Bait Al Faqih dan Mauza’ Syeikh Ibrahim Jam’anlah yang memperkenalkannya dengan Ahmad Al Qusyasyi yang dipandang oleh Syeikh Ibrahim sebagai seorang ulama terbesar pada zamannya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Abdurrauf banyak memperoleh penghargaan yang tinggi dari para gurunya terutama Ahmad Al Qusyasyi dan Ibrahim Al Khulani.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Hingga Al Qusyasyi mengangkatnya sebagai Khalifah Syatariah agar menyebarkan tarekat ini ke kampung halamannya, kelak ketika kembali ke Aceh. Abd Al Rauf juga menjalin hubungan dengan keilmuan dengan ulama-ulama terkemuka di Madinah.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Ia mencantumkan dalam daftarnya para ulama seperti Mullah Muhammad Syarif Al Kurani, Ibrahim Al Kurani, Isa Al Magribi dan Ali Bashir Al Maliki Al Madani (w.1160/1694), Ibn Abd Al Rasul Al Barzanji, Sufi tersohor kala itu, Ibrahim bin Al Rahman Al Khiyari Al Madani (1047-83/1638-72) seorang murid Ala Al Din Al Babili, Al Babibili sendiri merupakan seorang Muhaddist terkemuka di Haramain kala itu.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Pengaruhnya sangat penting di Kerajaan Aceh. Hingga di Aceh ada semacam kata-kata yang berbunyi;</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">“Adat bak Poteu Mereuhom, Hukom bak Syiah Kuala” maksudnya, “Adat di bawah kekuasaan almarhum (raja), sementara syariat (Islam) di bawah Syeikh Kuala.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Ayat ini menjelaskan betapa besarnya kuasa, peranan dan pengaruh Abdurrauf dalam pemerintahan ketika itu yang hampir sama besar dengan kuasa sultan. Ketika gabungan antara umara dan ulama inilah juga Aceh mencapai kegemilangan.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Sementara itu Hamka yang juga ahli filosofi dan ulama modern Indonesia, di dalam tulisannya pernah menurunkan sebaris kata-kata yang dinukilkan oleh Fakih Shaghir seorang ulama terkenal di zaman Perang Paderi, yaitu nenek kepada Sheikh Taher Jalaluddin az-Azhari (wafat pada 1956 di Kuala Kangsar), yang berbunyi:</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">“Maka adalah saya Fakih Shaghir menerima cerita daripada saya punya bapa, sebabnya saya mengambil pegangan ilmu hakikat, kerana cerita ini adalah ia setengah daripada adat dan tertib waruk orang yang mengambil fatwa juga adanya. Yakni adalah seorang aulia Allah dan khutub lagi kasyaf lagi mempunyai karamah iaitu, di tanah Aceh iaitu Tuan Syeikh Abdurrauf.”</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Berdasarkan kronologi pengembaraan, proses berguru, dan juga fakta di lapangan, tak dapat dikaitkan syi’ah (aliran teologi dalam islam) dengan Syiah Kuala.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; line-height: 19.31999969482422px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Dari uraian diatas sedikit banyak dapat digaris bawahi, bahwa Syiah Kuala dan Syi’ah (aliran teologi islam) tidak memiliki hubungaan sepesifik, terutama dalam konteks perguruan tinggi, lafazh Syiah sendiri berasal dari kata Syeikh yang mengalami afiliasi dengan lahjah setempat.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #141823; display: inline; line-height: 19.31999969482422px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Sedangkan Kuala, merupakan lokasi makam beliau yang letaknya dekat muara sungai Aceh, sebab inilah beliau memperoleh nama sebutan Syiah Kuala / Teungku di Kuala (Denys Lombard; 2007)</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-87417187048773043562014-09-04T15:33:00.000+07:002015-05-02T21:09:57.593+07:005 Fakta "Air Force One" Pertama milik Indonesia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhc_KYNRlhc-8h829j8eRJO4od7HytJPKRI5OVHAYTlWSv3pVSKVKBMFtS8mnSCJ-LyjFMWSYkjboy2X6XVRqTMMaOPYJyrjO8C9e-Zq62IGm7W6yqDgoE9cRbKsAN1JDEfAFyVxyhFYYY/s1600/10599168_599513610169396_6400406479200613083_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhc_KYNRlhc-8h829j8eRJO4od7HytJPKRI5OVHAYTlWSv3pVSKVKBMFtS8mnSCJ-LyjFMWSYkjboy2X6XVRqTMMaOPYJyrjO8C9e-Zq62IGm7W6yqDgoE9cRbKsAN1JDEfAFyVxyhFYYY/s1600/10599168_599513610169396_6400406479200613083_n.jpg" height="150" width="200" /></a></div>
<span style="background-color: white; color: #141823; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">5 Fakta "Air Force One" Pertama milik Indonesia I Apakah ada yang masih ingat dengan "Dakota RI-001 Seulawah"? Ya, Dakota RI-001 Seulawah adalah "Air Force One" Pertama di Indonesia yang mendo</span><span class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #141823; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">ngkrak awal sejarah ke-Dirgantara-an di Indonesia. Pesawat ini di gunakan oleh Presiden RI pertama Ir Soekarno untuk menjalankan Politik luar negerinya. Selain itu "Dakota RI-001 Seulawah" adalah pesawat komersil pertama untuk penerbang di Indonesia maupun ke luar negeri.<br />Tidak banyak yang tahu kalau pesawat yang di parkir di halaman Anjungan Aceh TMII sejak 1975 adalah replika (tiruan ). Faktanya, ada tiga replika pesawat Dakota RI-001 Seulawah yang dibuat. Selain yang di TMII itu ada satu lagi yang ditempatkan di Lapangan Blang Padang Banda Aceh sebagai monumuen. Replika terakhir adanya di Museum Ranggon, Myanmar. Pemerintah Myanmar merasa berutang budi kepada Seulawah karena telah ikut menjadi pesawat angkut di negara itu pada 1949.</span><br />
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #141823; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;"><br /></span>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAUvfiDtl7ii5yIyL9LUd65SrJRit-WSwIedxMtsc7f17LrEVclhIOHyHOebH8Z5sAIOJ2CqUe17MmHkWtpAfPvFks4_hmaLwWhlG_B6RomQOIo6ovGTFChoZ3kM1rqAPXefw4LlR7v8Q/s1600/10632580_599513603502730_8839850338568751848_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAUvfiDtl7ii5yIyL9LUd65SrJRit-WSwIedxMtsc7f17LrEVclhIOHyHOebH8Z5sAIOJ2CqUe17MmHkWtpAfPvFks4_hmaLwWhlG_B6RomQOIo6ovGTFChoZ3kM1rqAPXefw4LlR7v8Q/s1600/10632580_599513603502730_8839850338568751848_n.jpg" height="150" width="200" /></a></div>
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #141823; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, 'lucida grande', tahoma, verdana, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 20px;">1. Rencana<br />Dakota RI-001 Seulawah didapat dari sumbangan rakyat Aceh, yang dinegosiasikan langsung oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno ketika berdialog di hotel Kutaraja dengan Gabungan Saudagar Indosia Daerah Aceh (Gasida) pada tanggal 16 Juni 1948. Dari hasil tersebut terkumpulah sumbangan rakyat Aceh yang sebesar 120.000 dollar Singapura dan 20 Kg emas.<br />Issue: Kabarnya pada sebuah jamuan makan malam tersebut, Presiden Soekarno angkat bicara, “Saya tidak akan makan malam ini, kalau dana untuk itu belum terkumpul”<br />2. Pembelian<br />Setelah tiga bulan kemudian, Opsir Udara II Wieko Soepono ditugasi untuk membeli pesawat jenis Dakota VR-HEC dari Mr JH Maupin di Hongkong. Pesawat tersebut kembali ke Indonesia mendarat di Maguwo Padang dan kemudian diregistrasi dengan RI-001. Presiden menambahkan "Seulawah" yang artinya adalah "Gunung Emas".<br />3. Bentuk<br />Dakota RI-001 Seulawah ini memiliki panjang badan 19,66 meter dan rentang sayap 28.96 meter, ditenagai dua mesin Pratt & Whitney berbobot 8.030 kg serta mampu terbang dengan kecepatan maksimum 346 km/jam.<br />4. Flight<br />Pada bulan November 1948, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengadakan perjalanan keliling Sumatra dengan rute Maguwo-Jambi-Payakumbuh-Kutaraja-Payakumbuh-Maguwo. Di Kutaraja, pesawat tersebut digunakan joy flight bagi para pemuka rakyat Aceh dan penyebaran pamflet. Pada tanggal 4 Desember 1948 pesawat digunakan untuk mengangkut kadet ALRI dari Payakumbuh ke Kutaraja, serta untuk pemotretan udara di atas Gunung Merapi.<br />Pada awal Desember 1948 pesawat Dakota RI-001 Seulawah bertolak dari Lanud Maguwo-Kutaraja dan pada tanggal 6 Desember 1948 bertolak menuju Kalkuta, India. Pesawat diawaki Kapten Pilot J. Maupin, Kopilot OU III Sutardjo Sigit, juru radio Adisumarmo, dan juru mesin Caesselberry. Perjalanan ke Kalkuta adalah untuk melakukan perawatan berkala. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II, Dakota RI-001 Seulawah tidak bisa kembali ke tanah air. Atas prakarsa Wiweko Supono, dengan modal Dakota RI-001 Seulawah itulah, maka didirikanlah perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways, dengan kantor di Birma (kini Myanmar), Dakota RI-001 Seulawah akhirnya menjadi pesawat carteran (sewaan/komersil). Indonsian Airways dikemudiah hari berkembang dan menjadi Garuda Indonesia Airways.<br />5. Misi<br />Selain menjadi pesawat komersil, Dakota RI-001 Seulawah juga menjalani tugas rahasia untuk menyelundupkan senjata, amunisi dan alat komunikasi dari Burma ke Aceh, dengan satu kode melalui pesan radio “….pintu rumah Blangkejren sudah selesai tetapi membawa minuman sendiri….”. Itu artinya, bahwa “senjata sudah siap diangkut dan mendarat di Blang Bintang dengan membawa bensin udara sendiri”.<br />Misi rahasia yang dipimpin Wiweko Soepono terjadi pada 8 Juni 1949 ini berhasil dengan sukses. Dakota RI-001 Seulawah mendarat mulus pada malam hari di Blang Padang dengan panduan cahaya obor dan lampu mobil ke landasan. Senjata yang diselundupkan jenis Brend Inggris. Selang beberapa waktu kemudian dilakukan penyelundupan kedua kali dengan sasaran pendartan di Lhoknga. Senjata yang dibawa adalah Brend Inggris 6 buah, cadangan laras senjata 150 pucuk dan amunisi. Penyelundupan yang kedua ini pun dilakukan pada malam hari.<br />Info: Selain itu, Dakota RI-001 Seulawah juga menyimpan sesuatu yang terpendam dalam perutnya. Sebuah radio pemancar dengan callsign-SMN yang meneruskan berita dari Indonesia ke seluruh dunia.<br />Sumber :Info Dunia Militer</span></div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-59921465051376266562014-03-31T11:34:00.000+07:002015-05-02T21:10:28.744+07:00Pasai dalam kenangan Ma Huan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiCTgpbXVrFIQ9wT-RjaRr7n3wFOaQacBn2lJ10BtLDr4mr_uVKG7AUjfst3Vj8x-jh2Jov1Ey7o-Qlulv_mkjycHJUY18xv1ikr918WqhzKYuz9bfjU-V6ycWU8gzem046VygVz8QwrM/s1600/1981754_10151954019081791_1953842470_n.jpg" imageanchor="1" style="background-color: #eeeeee; clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiCTgpbXVrFIQ9wT-RjaRr7n3wFOaQacBn2lJ10BtLDr4mr_uVKG7AUjfst3Vj8x-jh2Jov1Ey7o-Qlulv_mkjycHJUY18xv1ikr918WqhzKYuz9bfjU-V6ycWU8gzem046VygVz8QwrM/s1600/1981754_10151954019081791_1953842470_n.jpg" height="155" width="200" /></a></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">MA Huan seorang Muslim dan ahli bahasa-bahasa asing telah membuat catatan yang rapi tentang kesan-kesan perjalanannya ke Pasai saat menyertai lawatan Cheng Ho ke Aceh. Tulisan tersebut berjudul: Ying Yai Sheng-Lan dan telah diterbitkan pada 1416 M.</span></div>
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Tulisan ini menyebutkan kesan-kesan perjalanan Ma Huan ke 19 negeri dari 1405 hingga 1407. Berikut kesan Ma Huan saat lawatannya ke Pasai:</span></div>
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">"Negeri ini terletak di perlintasan yang lebar dari perdagangan menuju ka Barat. Jika kapal bertolak dari Malaka mengambil arah ke barat dan berlayar dengan angin timur yang sedap, sesudah lima hari lima malam akan tiba di suatu kampung, di tepi pantai. Namanya Ta-luman. Berlabuh di sini dan pergi lagi ke tenggara kira-kira tiga mil maka sampailah ke tempat tersebut.</span></div>
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Negeri ini bukan satu kota bertembok. Ada lapangan luas menuju laut, dimana ada air surut dan naiknya setiap hari. Ombak-ombak di muara amat tinggi dan kapal terus-terusan ditemui di sini. Di sebelah selatan dari tempat ini, kira-kira 100 li (sekitar 30 mil) dijumpai bukit tinggi yang berhutan. Ke utara adalah laut, ke timur juga bukit-bukit tinggi dan jika terus dijalani akan ditemui negeri Aru. Sementara ke arah barat sebelah pantai terdapat dua negeri, yaitu negeri Nakur dan yang kedua adalah negeri Litai.</span></div>
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Hawa udara di negeri ini tidak sama sepanjang tahun. Jika siang panasnya terik, jika malam sejuk seperti musim rontok. Di bulan ke 5 dan 7 penanggalan adalah musim penyakit malaria. Bukit-bukitnya menghasilkan belerang yang banyak dan dapat ditemui di gua-gua. Di bukit ini tidak ada tumbuhan hidup, kering. Tanah tidak terlalu subur meski begitu mereka mananam padi di tanah terbuka. Panen sering dilakukan dua kali setahun.</span></div>
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Di negeri ini tidak terdapat gandum atau kedelai. Namun lada tumbuh didekat-dekat bukit. Pak tani menanamnya di sekitar tempat mereka tinggal. Bunga-bunganya menguning dan memutih. Lada adalah suatu tanaman. Selagi muda warnanya menghijau, sesudah masak menjadi merah. Jika setengah masak sudah diambil, maka iapun dikeringkan dan dijemur sebelum bisa dijual. Lada yang terdapat dimana-mana itu adalah berasal dari negeri ini. Setiap 100 kati menurut timbangan resmi telah dijual dengan harga 80 uang emas atau serupa dengan nilai 1 tahil parak.</span></div>
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Bermacam-macam buah-buahan dijumpai seperti pisang, tebu, manggis, nangka dan sebagainya. Ada semacam buah-buahan lagi yang disebut olah penduduk: durian. Buah ini memiliki panjang 8 hingga 9 inci dan memiliki banyak duri di kulitnya. Kalau durian ini sudah matang, ia menjadi berkotak-kotak sampai menjadi lima atau enam bagian, dan jika sudah dibuka baunya seperti daging busuk. Di dalam terbungkus 14 hingga 15 biji yang rasanya manis dan enak.</span></div>
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Jeruk tumbuh sepanjang tahun. Buah ini bisa disimpan lama dan tidak busuk. Selain itu juga ada bermacam sayuran dan hewan ternak seperti sapi, kambing, ayam, bebek dan binatang lainnya. Sama halnya seperti di Tiongkok.</span></div>
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Demikian pula tentang partukangan dan kerajinan hampir serupa dengan negeri kita meski mereka tidak menenun sutera. Adat istiadatnya menyerupai orang-orang di Malaka. Baik cara-cara mengadakan keramaian maupun tata tertib penyelenggaraan kemalangan.</span></div>
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Bahasa yang dipakai juga mirip dengan orang-orang di Malaka. Rumah-rumah penduduk tinggi dari tanah dan tidak bertingkat. Atapnya dibuat dari daun nipah dan rumbia yang disusun dan disimpul dengan rotan. Di negeri ini juga ada pembuat tikar rotan dan pandan.</span></div>
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Negeri ini banyak sekali disinggahi oleh kapal-kapal Melayu antar pulau dan perdagangan antara sesama mereka amatlah ramai dan penting. Ketika itu (jadi tahun 1405) sudah dipergunakan duit emas dan timah. Uang emas disebut dinar, takarannya 7:10 dengan emas murni. Beratnya 2 fan 3 li, kira-kira lebih sedikit 9/10 gram. Dalam pasar sehari-hari, mereka umumnya mempergunakan duit timah."</span></div>
<div style="color: #333333; line-height: 17.940000534057617px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Sumber:<br />Aceh Sepanjang Abad karya Mohammad Said</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-51803484243806698022014-03-23T22:06:00.000+07:002015-05-02T13:00:14.554+07:00Banta Seudang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="entry-content" style="border: 0px; line-height: 1.6em; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Alkisah, pada zaman dahulu kala di tanah Aceh ada seorang raja yang memimpin dengan adil dan bijaksana. Dalam menjalankan pemerintahaannya ia selalu didampingi oleh permaisurinya yang tidak hanya berparas sangat cantik, tetapi juga berhati mulia. Mereka hidup berbahagia karena telah dikaruniai seorang anak yang diberi nama Banta Seudang.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Namun, belum genap Banta Seudang berusia satu bulan, tiba-tiba Sang Raja Sakit yang membuat matanya menjadi buta. Seluruh tabib yang dipanggil untuk mengobatinya ternyata tidak ada satu pun yang berhasil. Hal ini tentu saja membuat gusar Sang Raja karena apabila ia masih tetap buta, maka ia tidak dapat secara penuh memimpin rakyatnya. Karena khawatir rakyatnya akan terlantar, maka Sang Raja lalu menyerahkan tampuk kekuasaan kepada adiknya dengan catatan apabila Banta Seudang telah dewasa, tampuk kekuasaan tersebut harus diserahkan Banta Seudang.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Rupanya adik Sang Raja sangat jahat. Tak berapa lama setelah kekuasaan diserahkan kepadanya, ia langsung menyuruh Sang Raja dan keluarganya tinggal di sebuah rumah sederhana yang letaknya jauh dari istana. Sedangkan untuk keperluan hidupnya, setiap hari Sang Raja baru hanya mengirimkan satu tabung beras bersama ikan dan sayuran.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Akibatnya, kehidupan Sang Raja dan keluarganya menjadi kekurangan. Karena tidak pernah bekerja sebelumnya, maka mereka hanya mengandalkan jatah dari Sang Raja baru. Namun demikian, Sang Raja dan Permaisurinya tetap bersabar. Mereka sangat yakin, bahwa siapa saja yang berbuat jahat, suatu saat nanti pasti akan menerima balasannya.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Singkat cerita, waktu pun terus berlalu. Banta Seudang tumbuh menjadi seorang pemuda tampan yang jujur, peberani, dan sekaligus tahu sopan santun. Suatu saat, karena tidak tega melihat penderitaan ayahnya, Banta Seudang bertekad akan mencarikan obat bagi kesembuhan mata ayahnya.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Setelah mendapat restu dari kedua orang tuanya, Banta Seudang segera pergi menyusuri lembah, bukit, dan hutan belantara hingga sampai di sebuah masjid yang diimami oleh seorang Aulia. Selesai sholat Banta Seudang langsung mendekati Sang Aulia untuk menanyakan dimanakah dapat ditemukan obat penyembuh kebutaan bagi ayahandanya. Dan, Aulia itu menyarankan agar Banta Seudang mengambil bunga bangkawali yang terdapat di sebuah kolah di tengah hutan.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Maka berjalanlah Banta Seudang menuju hutan yang dimaksud oleh Sang Aulia itu. Setelah berjam-jam berjalan di dalam hutan akhirnya Banta Seudang melihat sebuah taman indah dengan sebuah kolam berair jernih yang disampingnya terdapat sebuah gubuk sederhana. Di dalam gubuk tersebut tinggal seorang tua bernama Mak Toyo yang bertugas sebagai penjaga taman. Sebenarnya, taman itu adalah milik seorang raja yang tinggal di luar hutan. Sang Raja memiliki tujuh orang puteri berparas cantik yang konon memiliki baju ajaib yang dapat membuat mereka terbang ke angkasa.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Sambil menunggu bunga bengkawali muncul di permukaan kolam, Banta Seudang pun tinggal bersama Mak Toyo. Sebagai balas jasanya ia ikut Mak Toyo merawat taman yang ada di sekitar kolam. Pada suatu Jumat, pagi-pagi sekali ketujuh puteri raja datang ke kolam untuk mandi. Selesai mereka mandi, Mak Toyo langsung turun ke kolam dan menepukkan tangannya di atas air sebanyak tiga kali. Beberapa saat kemudian tiba-tiba muncullah bunga bangkawali yang selama ini dicari oleh Banta Seudang.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Bunga bangkawali yang muncul i-tiba itu langsung diambil dan dibawa untuk diserahkan pada Banta Seudang. Namun, karena telah melihat ketujuh puteri yang cantik jelita, Banta Seudang malah berniat ingin menikahi salah seorang diantaranya. Ia pun meminta izin untuk tetap menginap di gubuk Mak Toyo selama beberapa minggu lagi.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Hari Jumat berikutnya, seperti biasa ketujuh puteri raja datang ke kolam untuk membasuh diri sambil bercengkrama. Pada saat mereka mandi itulah diam-diam Banta Seudang mencuri salah satu baju terbang mereka yang diletakkan begitu saja di tepi kolam. Akibatnya, salah seorang dari mereka tidak dapat pulang ke kerajaan. Orang tersebut adalah puteri paling muda atau Si Bungsu.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Akhirnya, Si Bungsu pun terpaksa pulang ke gubuk Mak Toyo. Di gubuk tersebut ia bertemu dengan Banta Seudang lalu keduanya jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Beberapa hari setelah perkawinan berlangsung, Banta Seudang mengajak isterinya dan Mak Toyo pergi menemui orang tuanya sekaligus menyerahkan obat untuk kesembuhan ayahandanya.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Kedatangan Banta beserta isteri dan Mak Toyo disambut gembira orang kedua orang tuanya. Sesampai di dalam rumah Banta Seudang lalu merendam bunga bangkawali dalam semangkuk air dan mengusapkannya ke wajah Sang Raja. Tak lama kemudian, Sang Raja dapat melihat kembali seperti sedia kala.</span></div>
<div style="border: 0px; font-style: inherit; font-variant: inherit; font-weight: inherit; line-height: inherit; margin-bottom: 1.5em; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Setelah dapat melihat kembali, Sang Raja pergi ke istananya untuk mengambil kembali tahta kerajaan yang dahulu “dipinjamkan” kepada adiknya. Beberapa tahun kemudian Sang Raja memberikan tahta kerajaannya kepada Banta Seudang dan sejak saat itu ia memimpin negeri dengan adil dan bijaksana.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; font-family: Verdana, Arial, 'Open Sans', sans-serif; font-size: 13px;">
<br /></div>
</div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-14343401272814952212014-03-23T12:59:00.002+07:002015-05-02T13:12:31.472+07:00Foto-Foto benteng Peninggalan Belanda, Jepang di Sabang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h1 style="border: none; line-height: 1.2em; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-align: justify;">
<div style="font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><b>Pulau Sabang</b> (Weh Island) telah lama menjadi favorit wisatawan asing, karena pulau inilah yang layak bagi mereka. Banyak peninggalan-peninggalan sejarah yang bisa dijumpai di pulau ini selain pantai-pantai yang indah dan keren. Salah satu aset pariwisata Sabang dan sejarah adalah benteng peninggalan Belanda dan Jepang di Sabang pada era perang dunia II. Benteng-benteng ini hampir berada disekeliling pulau Sabang dan masyarakat mengharapkan agar pemerintah kota Sabang terus melestarikan <i><a href="http://sekilasinfoaceh.blogspot.com/2014/03/foto-foto-benteng-peninggalan-belanda.html" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;" target="_blank">benteng </a></i>ini sebagai ikon kota Sabang. Inilah foto-foto benteng peninggalan Belanda dan <b>Jepang di Pulau Sabang</b>:</span></div>
<div style="font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjKmx0yOlqkPdgt9YeGlqqdmaEI3I1B_QeUF9QBwib3Zvu5IIJIArB2aQwlMYUyWeRCvBE7ZTSsyow64cJqwEwWYCOMi0f82mL-SAt8Lg2kCuCuPmV5Wbs9qaZooz0KhuysGtVthLXHxbI/s1600/benteng+di+sabang.png" imageanchor="1" style="border: none; list-style: none; margin: 0px 1em; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><img alt="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang http://fokusaceh.blogspot.com/2013/04/foto-foto-benteng-peninggalan-belanda-jepang-di-sabang.html" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjKmx0yOlqkPdgt9YeGlqqdmaEI3I1B_QeUF9QBwib3Zvu5IIJIArB2aQwlMYUyWeRCvBE7ZTSsyow64cJqwEwWYCOMi0f82mL-SAt8Lg2kCuCuPmV5Wbs9qaZooz0KhuysGtVthLXHxbI/s1600/benteng+di+sabang.png" height="266" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" width="400" /></span></span></a></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><br style="font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px;" /></span><div class="separator" style="clear: both; font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKa-ZxRJwwQe2YXrcnMO6jAqKbMyqogDCDJyAtVuGTRaK3c4J5SCElnIldmtlwSv5Zek0tViZIMP4zr0J1tymi4jhTBOAog_OZ7Yc1I2qd-3mgxSzhCKpXYzTFGB_aWr8gW6PFDMBjJvGf/s1600/benteng+belanda+di+sabang.png" imageanchor="1" style="border: none; list-style: none; margin: 0px 1em; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><img alt="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKa-ZxRJwwQe2YXrcnMO6jAqKbMyqogDCDJyAtVuGTRaK3c4J5SCElnIldmtlwSv5Zek0tViZIMP4zr0J1tymi4jhTBOAog_OZ7Yc1I2qd-3mgxSzhCKpXYzTFGB_aWr8gW6PFDMBjJvGf/s1600/benteng+belanda+di+sabang.png" height="266" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" width="400" /></span></span></a></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><br style="font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px;" /></span><div class="separator" style="clear: both; font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMK5BlECoc-mot9fpnKexSF3JX9hES-lBuGbNv3wAbhfJz1BUJYAirAjaD-iZkwUi1-SV-hb1wNVGA74Qv6pQMdc56Bex6aRgT_0bPYf6dkhgrbk1_yhtXj-fLwT7ajshRVdcMh6oeplSU/s1600/benteng+peninggalan+belanda.png" imageanchor="1" style="border: none; list-style: none; margin: 0px 1em; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><img alt="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMK5BlECoc-mot9fpnKexSF3JX9hES-lBuGbNv3wAbhfJz1BUJYAirAjaD-iZkwUi1-SV-hb1wNVGA74Qv6pQMdc56Bex6aRgT_0bPYf6dkhgrbk1_yhtXj-fLwT7ajshRVdcMh6oeplSU/s1600/benteng+peninggalan+belanda.png" height="266" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" width="400" /></span></span></a></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><br style="font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px;" /></span><div class="separator" style="clear: both; font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWwN0ZPf9j_KaaMZyM87n1pfl7sP0UTkHUch2TR6eE3zI9ghRH1uudfqLuYXrt-2GvaoALo_p3FVTc2-P4AOHOJXXIXuZrUnRdTzATnyQ5Zr0h_Nz8DtTZuxx59mfVVHnqP5hWjAI9li_b/s1600/benteng+masa+belanda.png" imageanchor="1" style="border: none; list-style: none; margin: 0px 1em; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><img alt="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWwN0ZPf9j_KaaMZyM87n1pfl7sP0UTkHUch2TR6eE3zI9ghRH1uudfqLuYXrt-2GvaoALo_p3FVTc2-P4AOHOJXXIXuZrUnRdTzATnyQ5Zr0h_Nz8DtTZuxx59mfVVHnqP5hWjAI9li_b/s1600/benteng+masa+belanda.png" height="266" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" width="400" /></span></span></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqrjZ_fbSCw8FykozjPhSeqxTBhwuYWE46BGwo-0IMgJNS7HgEwI_Zw_G3XsEjFKOuhLjL_7zZx9FkJtmBgJGy4pn8hBZSzLsclb14BS0yMxCT96UF6f77Fjr1cUBLnyP0qu2QzFqz9Xv2/s1600/benteng+belanda-jepang.jpg" imageanchor="1" style="border: none; list-style: none; margin: 0px 1em; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><img alt="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqrjZ_fbSCw8FykozjPhSeqxTBhwuYWE46BGwo-0IMgJNS7HgEwI_Zw_G3XsEjFKOuhLjL_7zZx9FkJtmBgJGy4pn8hBZSzLsclb14BS0yMxCT96UF6f77Fjr1cUBLnyP0qu2QzFqz9Xv2/s1600/benteng+belanda-jepang.jpg" height="238" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" width="400" /></span></span></a></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><br style="font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px;" /></span><div class="separator" style="clear: both; font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1mCL-rlXp6nDwlYcKyoG0blXGacUs939Io2KKa6AOzCoP6lvGtDhL3qRUgSYIS-ZGSyIa4sKDJO2Eu3NkATb0ZUQpVLBgT9eXZyovCDgfODCpMHMxQf6i5Zz9QdbAshBdkTOgMSdY3e_P/s1600/benteng+perang+dunia.jpg" imageanchor="1" style="border: none; list-style: none; margin: 0px 1em; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><img alt="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1mCL-rlXp6nDwlYcKyoG0blXGacUs939Io2KKa6AOzCoP6lvGtDhL3qRUgSYIS-ZGSyIa4sKDJO2Eu3NkATb0ZUQpVLBgT9eXZyovCDgfODCpMHMxQf6i5Zz9QdbAshBdkTOgMSdY3e_P/s1600/benteng+perang+dunia.jpg" height="300" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" width="400" /></span></span></a></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><br style="font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px;" /></span><div class="separator" style="clear: both; font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgK6kfAzVVL2VHAidlw6KKwkXdZwgiaKkkmm426vBQR1FPPNDitgqDgL5Vi1r2D_gGVR576DAdz_ki0m3V0Iq60DgXOoYPOeC3YMoZNfbrzfbkB_p1piy7Y8anCTaOqoRjmay3D-l6ggef2/s1600/Benteng-Sabang.png" imageanchor="1" style="border: none; list-style: none; margin: 0px 1em; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><img alt="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgK6kfAzVVL2VHAidlw6KKwkXdZwgiaKkkmm426vBQR1FPPNDitgqDgL5Vi1r2D_gGVR576DAdz_ki0m3V0Iq60DgXOoYPOeC3YMoZNfbrzfbkB_p1piy7Y8anCTaOqoRjmay3D-l6ggef2/s1600/Benteng-Sabang.png" height="266" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" width="400" /></span></span></a></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><br style="font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px;" /></span><div class="separator" style="clear: both; font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRh6yMApI9wmUB45lLcTWfi8w6dK5v4nLmK2F1S5VqcMZ1Qn2BiT6CPwXkiWFuGjXZ0K57OW10XPMMCsv07mffOuqR_meoaowW9VS8c6dAN4Dxz1-MTSDpX4Ssx7ttNz7kzgI3AeX07vRa/s1600/benteng+perang+dunia+2.png" imageanchor="1" style="border: none; list-style: none; margin: 0px 1em; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><img alt="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjRh6yMApI9wmUB45lLcTWfi8w6dK5v4nLmK2F1S5VqcMZ1Qn2BiT6CPwXkiWFuGjXZ0K57OW10XPMMCsv07mffOuqR_meoaowW9VS8c6dAN4Dxz1-MTSDpX4Ssx7ttNz7kzgI3AeX07vRa/s1600/benteng+perang+dunia+2.png" height="266" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="Benteng Peninggalan Belanda dan Jepang di Pulau Sabang" width="400" /></span></span></a></div>
<div style="font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-weight: normal; line-height: 20.799999237060547px;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;">Dari pada hanya melihat fotonya saja, Anda harus bisa melihat langsung benteng ini ditempat ia berada. Kunjungi pulau Sabang dan nikmati pantainya yang indah serta aset pariwisata sejarahnya yang menakjubkan. </span></div>
</h1>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-18743563780995064472014-03-23T12:43:00.000+07:002015-05-02T13:13:31.070+07:00Keindahan Arsitektur Meseum Tsunami Aceh<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Tidak lengkap rasanya, kalau berkunjung ke Aceh tanpa mengunjungi Museum Tsunami, apalagi menjelang Visit Aceh 2013. Museum ini dibangun oleh BRR NAD-NIAS setelah perlombaan desain yang dimenangkan M. Ridwan Kamil, dosen ITB dan berhak atas dana 100 juta rupiah. Museum ini sendiri menghabiskan 140 Milyar untuk pembangunannya. Bila diperhatikan dari atas, museum ini merefleksikan gelombang tsunami, tapi kalo dilihat dari samping (bawah) nampak seperti kapal penyelamat dengan geladak yang luas sebagai <i>escape building</i>.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 26px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<div class="wp-caption aligncenter" id="attachment_187198" style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify; width: 610px;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; padding: 4px;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/13419420761677116273.jpg" imageanchor="1" style="border: none; list-style: none; margin: 0px auto; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img alt="13419420761677116273" border="0" class="aligncenter size-full wp-image-187198" src="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/13419420761677116273.jpg" height="450" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="13419420761677116273" width="600" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif; font-size: small;">Desain Museum Tsunami dari atas</span></td></tr>
</tbody></table>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span>
<div class="wp-caption-text">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 26px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; line-height: 20.799999237060547px; text-align: center;">
<a href="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/1341941983623987479_300x207.5959933222.jpg" imageanchor="1" style="border: none; list-style: none; margin: 0px 1em; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img alt="1341941983623987479" border="0" class="aligncenter size-medium wp-image-187197" src="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/1341941983623987479_300x207.5959933222.jpg" height="207.5959933222" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="1341941983623987479" width="300" /></span></a></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">Begitu masuk di dalam, anda serasa memasuki lorong gelap gelombang tsunami dengan ketinggian 40 meter dengan efek air jatuh. Hati-hati dengan kepala anda, siapkan topi lebar agar rambut dan baju anda tidak basah. Bagi yang takut gelap dan masih phobia dengan tsunami, tidak disarankan untuk masuk dari jalur ini. Setelah melewati tempat ini, puluhan </span><i style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">standing screen</i><span style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;"> menyajikan foto-foto pasca tsunami berupa kerusakan dan kehancuran serta kematian, yang penuh dengan gambar korban dan gambar pertolongan terhadap mereka.</span></span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 26px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div class="wp-caption aligncenter" id="attachment_187199" style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify; width: 560px;">
<div style="text-align: center;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img alt="1341942153501023315" class="aligncenter size-full wp-image-187199" src="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/1341942153501023315.gif" height="365" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="1341942153501023315" width="550" /></span></div>
<div class="wp-caption-text">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Lorong Gelap Tsunami (sumber: medandailybisnis.com)</span></div>
</div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Setelah dari ruangan ini, anda akan memasuki “Ruang Penentuan Nasib” atau “Fighting Room”, sering disebut juga <i>The Light of God</i>. Ruangan ini berbentuk seperti cerobong semi-gelap dengan tulisan Allah dibagian puncaknya. Hal ini merefleksikan perjuangan para korban tsunami. Dimana, bagi mereka yang menyerah ketika tersekap gelombang tsunami, maka nama mereka terpatri di dinding cerobong sebagai korban. Sebaliknya, bagi mereka yang merasa masih ada harapan, terus berjuang seraya mengharapkan belas kasih dari Yang Maha Menolong. Begitu mereka yakin akan adanya pertolongan Allah, maka mereka seakan seperti mendengar adanya panggilan ilahi dan terus berjuang hingga selamat keluar dari gelombang tersebut.</span></div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 26px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<div class="mceTemp mceIEcenter" style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
<dl class="wp-caption aligncenter" id="attachment_187201" style="width: 293px;">
<dt class="wp-caption-dt"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img alt="13419423091570079901" class="size-full wp-image-187201 " src="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/13419423091570079901.jpg" height="400" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="13419423091570079901" width="283" /></span></dt>
<dd class="wp-caption-dd" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Cerobong The Light of God: antara hidup dan mati (sumber: rancupid.blogspot.com)</span></dd></dl>
</div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">Alhamdulillah, mereka akhirnya betul-betul bisa keluar dari gelombang maut tersebut setelah berputar-putar melawan arus. Hal ini direfleksikan dengan perjalanan memutar keluar dari cerobong tersebut menuju Jembatan Harapan (</span><i style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">Hope Bridge</i><span style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">). Ketika mencapai jembatan ini, para </span><i style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">survivor</i><span style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">melihat bendera 52 negara, seakan mereka mengulurkan bantuan untuk mereka. Melalui jembatan ini, seperti melewati air tsunami menuju ke tempat yang lebih tinggi. Di sini anda akan di sambut dengan pemutaran film tsunami selama 15 menit dari gempa terjadi, saat tsunami terjadi hingga saat pertolongan datang.</span></span><br />
<div class="mceTemp mceIEcenter" style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
<dl class="wp-caption aligncenter" id="attachment_187202" style="width: 503px;">
<dt class="wp-caption-dt"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img alt="134194242148791594" class="size-full wp-image-187202" src="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/134194242148791594.jpg" height="370" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="134194242148791594" width="493" /></span></dt>
<dd class="wp-caption-dd" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Jam Mati: bukti konkrit saat detik-detik tsunami</span></dd></dl>
</div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 26px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="background-color: white; line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">Keluar dari sini anda akan melihat banyak foto raksasa dan artefak tsunami. Misalnya: jam berdiri besar yang mati saat waktu menunjukkan pukul 8.17 menit atau foto jam Mesjid Raya Baiturrahman yang jatuh dan mati juga pada saat tersebut. Artefak lainnya ialah miniatur-miniatur tentang tsunami. Misal, orang-orang yang sedang menangkap ikan di laut dan berlarian menyelamatkan diri saat gelombang melebihi tinggi pohon kelapa menerjang mereka. atau bangunan-bangunan rumah yang porak-poranda oleh gempa sebelum datang air bah “membersihkannya”.</span></span><br />
<div class="mceTemp mceIEcenter" style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
<dl class="wp-caption aligncenter" id="attachment_187203" style="width: 503px;">
<dt class="wp-caption-dt"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img alt="13419424992102872593" class="size-full wp-image-187203" src="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/13419424992102872593.jpg" height="370" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="13419424992102872593" width="493" /></span></dt>
<dd class="wp-caption-dd" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Seorang turis asing sedang mengabadikan miniatur ombak tsunami</span></dd></dl>
</div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
<span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Naik ke lantai tiga, disana terdapat bermacam-macam sarana pengetahuan gempa dan tsunami berbasis iptek. Diantaranya sejarah dan potensi tsunami di seluruh titik bumi, simulasi meletusnya gunung api di seluruh Indonesia, simulasi gempa yang bisa disetel seberapa skala richtel yang kita mau dan kalau beruntung anda juga bisa “ikut menikmati” simulasi 4D (empat dimensi) kejadian gempa dan tsunami. Selain itu juga terdapat desain ideal rancangan tata ruang bagi wilayah yang punya potensi tsunami.</span></span></div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
<span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 26px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<div class="mceTemp mceIEcenter" style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
<dl class="wp-caption aligncenter" id="attachment_187196" style="width: 542px;">
<dt class="wp-caption-dt"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img alt="1341941868727861868" class="size-full wp-image-187196" src="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/1341941868727861868.jpg" height="399" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="1341941868727861868" width="532" /></span></dt>
<dd class="wp-caption-dd" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Desain Tata Ruang Ideal untuk Kawasan Berpotensi Tsunami</span></dd></dl>
</div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 26px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="background-color: white; line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">Akhirnya, di ujung kunjungan, anda bisa menikmati beberapa kue kering khas Aceh seperti keukarah, ceupet kuet, gula u tarek dan lainnya di Ruang Souvenir. Terdapat juga kaos-kaos dan souvenir khas Aceh seperti rencong, bros rencong dan bros pinto aceh dan ada banyak lagi. Turun ke bawah, anda bisa bersantai dipinggir kolam jembatan Harapan sambil melihat ikan-ikan hias yang berenang ke sana kemari atau mengambil beberapa moment foto di geladak museum. Bila beruntung, anda bisa berfoto dengan para calon penganten yang sering melakukan foto pra-wedding disini. Tapi bila terasa lapar dan ingin sholat dhuha, tersedia cafe dan ruang musholla bagian bawah sebelah timur gedung. Bila ingin ke kamar kecil, anda bisa menggunakan ruang bawah geladak, setelah gerbang masuk. Akhirnya, semoga kunjungan anda membawa banyak manfaat dan menambah pengetahuan baru yang bisa anda ceritakan sebagai “oleh-oleh” ketika pulang nantinya.</span></span><br />
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 26px; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
</div>
<div class="mceTemp mceIEcenter" style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
<dl class="wp-caption aligncenter" id="attachment_187204" style="width: 570px;">
<dt class="wp-caption-dt"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img alt="13419425841189639924" class="size-full wp-image-187204" src="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/13419425841189639924.jpg" height="420" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="13419425841189639924" width="560" /></span></dt>
<dd class="wp-caption-dd" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Kolam berikan: tempat bersantai sambil melihat ikan-ikan hias (sumber: anneahira.com)</span></dd></dl>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="wp-caption aligncenter" id="attachment_187259" style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify; width: 522px;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="list-style-image: initial; list-style-position: initial;"><img alt="13419810572051504345" class="aligncenter size-full wp-image-187259" src="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/07/13419810572051504345.jpg" height="341" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px;" title="13419810572051504345" width="512" /></span> </span><br />
<div class="wp-caption-text">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Tempat anak-anak muda bercengkrama, katanya malam purnama disini syahdu sekali. </span></div>
</div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-78507427427643517262014-03-23T12:41:00.000+07:002015-05-02T13:15:27.282+07:00Indahnya Pesona Air Terjun Lhong Aceh Besar<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Desiran air yang mengair dari bebatuan dan sembilir angin yang berhembus di antara pepohonan yang mejulang tinggi menambah keasrian objek wisata air terjun di Desa Krueng Kala, Kacamatan Lhong, Kabupaten Aceh Besar.</span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;" /><a href="http://3.bp.blogspot.com/_u7qQy8lmYGk/Su6hLP4WOkI/AAAAAAAAAnM/f8bm7Rba0Og/s1600-h/Air+Terjun+-+Lhoong+Aceh+Besar.jpg" style="border: none; line-height: 20.799999237060547px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-align: justify; text-decoration: none;"><img alt="" border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/_u7qQy8lmYGk/Su6hLP4WOkI/AAAAAAAAAnM/f8bm7Rba0Og/s400/Air+Terjun+-+Lhoong+Aceh+Besar.jpg" height="300" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5399430217877305922" style="border: none; display: block; height: 240px; list-style: none; margin: 0px auto 10px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px; text-align: center; width: 320px;" width="400" /></a><br style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;" /><br style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;" /><span style="line-height: 20.799999237060547px; text-align: justify;">Saban harinya, terutama pada hari Sabtu dan Minggu tempat yang berlokasi sekitar 55 kilometer dari pusat Kota Banda Aceh tersebut kerapkali dikunjungi ratusan bahkan ribuan masyarakat dari Banda Aceh dan Aceh Besar, bahkan ada juga yang sengaja datang dari Lamno, Kabupaten Aceh Jaya.</span><span class="fullpost" style="border: none; line-height: 20.799999237060547px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-align: justify;"><br /><br />Selain memiliki kolam pemandian yang luas dan dalam, para pengunjung yang datang juga dapat menikmati pemandangan hijau dan suguhan makanan dan minuman dari sejumlah warung yang dikelola warga setempat dengan harga yang relatif murah.<br /><br />Dan bagi pengunjung yang merasa penasaran dengan sumber aliran air terjun yang terdapat di puncak gunung dapat menelusurinya dengan mendaki sejumlah tangga yang terjal. Namun untuk hal yang satu ini hanya diperbolehkan bagi kaum lelaki saja, sesuai yang dituliskan pengelola objek wisata di pintu tangga.<br /><br />“Pengkhususan jalur naik ke atas bagi laki-laki ini bertujuan untuk menghindari terjadinya berbagai hal-hal yang bertentangan dengan Syariat Islam, terlebih di sana hutannya sangat lebat dan jauh dari jangakauan mata kita,” kata warga setempat, Risman.<br /><br />Air terjun Lhong juga menyimpan berjuta sumber daya alam yang berguna bagi manusia, salah satunya adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) oleh PT Cola-Cola dengan memanfaatkan arus air sebagai daya utama yang dapat mecukupi kebutuhan listrik ke seluruh desa setempat.<br /><br />Meskipun pada masa konflik, objek wisata ini sempat ditinggalkan dan tidak terurus, namun kini wisata air terjun Lhong mulai kembali dilirik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara serta lingkungannya pun semakin tertata rapi dan bersih.<br /><br />“Pada masa konflik, daerah ini termasuk kawasan yang sangat rawan bahkan menjadi zona hitam. Jadi wajar saja kalau dulu wisata air terjun Lhong ini jarang diketahui oleh masyarakat,” ujar Risman.<br /><br /><a href="http://1.bp.blogspot.com/_u7qQy8lmYGk/Su6hLuTiruI/AAAAAAAAAnU/Hy6XCy56gqs/s1600-h/Air+Terjun+-+Lhoong+Aceh+Besar+%281%29.JPG" style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><img alt="" border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/_u7qQy8lmYGk/Su6hLuTiruI/AAAAAAAAAnU/Hy6XCy56gqs/s400/Air+Terjun+-+Lhoong+Aceh+Besar+%281%29.JPG" height="300" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5399430226044432098" style="border: none; display: block; height: 240px; list-style: none; margin: 0px auto 10px; max-width: 600px; outline: none; padding: 0px; text-align: center; width: 320px;" width="400" /></a><br />Sementara, Anto, pengunjung dari Banda Aceh mengatakan, wisata air terjun Lhong merupakan tempat yang sangat ia gemari untuk dikunjungi, selain masih sangat alami, tempat tersebut juga mudah dijangkau.<br /><br />“Memang jalan Banda Aceh – Meulaboh saat ini masih dalam proses pembangunan, tapi meski demikian jarak tempuh menuju ke sini masih bisa dilalui dengan kendaraan bermotor dan hanya memakan waktu 1 jam dari Kota Banda Aceh,” kata pria hitam manis yang juga mahasiswa Unsyiah itu.<br /><br /><br /><br />Jadi bagi anda yang menyukai objek wisata alam, tidak ada salahnya untuk mencoba mengunjungi air terjun Lhong, Aceh Besar guna menikmati panorama alam yang natural lelah penat selama bekerja mungkin akan sirna seketika anda tiba di sana.</span></span></div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-55179989093390705612014-03-23T12:12:00.000+07:002015-05-02T13:14:05.795+07:0010 Tempat Wisata Terindah di Aceh<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="border-width: 0px; line-height: 20.799999237060547px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah.Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan. Di aceh sangat banyak daerah-daerah wisata yang harus anda kunjungi ketika anda datang ke aceh. nah ini adalah 10 urutan tempat wisata yang paling indah di aceh menurut Blogger Anak Aceh.</span></span></div>
<div style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></span></div>
<div style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="border-width: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">1. Panta Terong ( Aceh Tengah )</span></span></b></span></div>
<div style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<div class="fb-like" data-href="http://www.facebook.com/pages/Bloggger-Anak-ACEH/174008656004229" data-send="true" data-show-faces="true" data-width="450" style="border-width: 0px; line-height: 20.799999237060547px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<div class="separator" style="border-width: 0px; clear: left; float: left; line-height: 17px; margin: 0px 1em 1em 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img alt="10 Tempat Wisata Terindah di Aceh" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWRKSutcMu_XpBEv7ifWP6hURPN7ApppBY_VnzZhUNN8bPfnY_8pfkOZq_adisv_DXbkPIuz39S3x8zELYNivn7_B7R8f5gK2nCn7rL15Si7D-X0X4xkNqD4yyiQ5d4HrgdlpgYDRVnaA/s1600/Pantan+Terong.jpg" style="-webkit-box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: 0px; padding: 2px; vertical-align: baseline;" title="10 Tempat Wisata Terindah di Aceh " /></span></span></span></div>
<div style="line-height: 17px;">
<span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Pantan Terong adalah sebuah bukit yang terletak di puncak bukit dataran tinggi gayo. Di tempat ini kita bisa melihat ibu kota Aceh Tengah dan danau Laut Tawar secara keseluruhan, lapangan pacuan kuda di kecamatan Pegasing, bandara udara Rembele dari atas, dengan diapit serta dikelilingi punggung gunung bukit barisan yang elok. Pantan Terong terletak di kecamatan Bebesan, 7.5 km dari kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah</span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="border-width: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></b><br /></span>
<div>
<b style="border-width: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></b></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="border-width: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></b><br /></span>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; font-weight: bold; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="border: 0px none; font-weight: bold; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; font-weight: bold; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></span></div>
<div class="fb-like" data-href="http://www.facebook.com/pages/Bloggger-Anak-ACEH/174008656004229" data-send="true" data-show-faces="true" data-width="450" style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<b style="border-width: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></span></b></div>
<div class="fb-like" data-href="http://www.facebook.com/pages/Bloggger-Anak-ACEH/174008656004229" data-send="true" data-show-faces="true" data-width="450" style="border-width: 0px; line-height: 20.799999237060547px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<div style="line-height: 17px;">
<b style="border-width: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">2. Mesjid Raya Baitulrahman ( Banda Aceh )</span></b></div>
<div class="separator" style="border-width: 0px; clear: both; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaMaWCdR63jF6gykYcGX7wKj-gF7TrQvcgVcGjXLIFcMILKgb3NOeCh66FDi5Wmv6Uxv4DUFol8FVOwBa8DCWxpVn16vR332jAnyCyhceNjj6KhcPmAOeXjU-fcrGpj3lG6wn58p2DSSM/s1600/1.1264778198.23_banda-aceh.jpg" imageanchor="1" style="border: 0px none; clear: left; float: left; list-style: none; margin: 0px 1em 1em 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaMaWCdR63jF6gykYcGX7wKj-gF7TrQvcgVcGjXLIFcMILKgb3NOeCh66FDi5Wmv6Uxv4DUFol8FVOwBa8DCWxpVn16vR332jAnyCyhceNjj6KhcPmAOeXjU-fcrGpj3lG6wn58p2DSSM/s320/1.1264778198.23_banda-aceh.jpg" height="240" style="-webkit-box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: 0px; padding: 2px; position: relative; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" width="320" /></span></span></a></span></div>
<div style="line-height: 17px;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="background-color: white; border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"> Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh ini merupakan saksi bisu sejarah Aceh, terletak di pusat kota Banda Aceh dan merupakan kebanggaan masyarakat Aceh. Masjid Raya Baiturrahman adalah simbol religius, keberanian dan nasionalisme rakyat Aceh. Masjid ini dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), dan merupakan pusat pendidikan ilmu agama di Nusantara. Pada saat itu banyak pelajar dari Nusantara, bahkan dari Arab, Turki, India, dan Parsi yang datang ke Aceh untuk menuntut ilmu agama.</span></span></div>
<div>
<span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Mesjid ini merupakan markas pertahanan rakyat Aceh ketika berperang dengan Belanda (1873-1904). Pada saat terjadi Perang Aceh pada tahun 1873, masjid ini dibakar habis oleh tentara Belanda. Pada saat itu, Mayjen Khohler tewas tertembak di dahi oleh pasukan Aceh di pekarangan Masjid Raya. Untuk mengenang peristiwa tersebut, dibangun sebuah monumen kecil di depan sebelah kiri Masjid Raya, tepatnya di bawah pohon ketapang. Enam tahun kemudian, untuk meredam kemarahan rakyat Aceh, pihak Belanda melalui Gubernur Jenderal Van Lansnerge membangun kembali Masjid Raya ini dengan peletakan batu pertamanya pada tahun 1879. Hingga saat ini Masjid Raya telah mengalami lima kali renovasi dan perluasan (1879-1993).</span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><br /></span></span></span>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Mesjid ini merupakan salah satu Mesjid yang terindah di Indonesia yang memiliki tujuh kubah, empat menara dan satu menara induk. Ruangan dalam berlantai marmer buatan Italia, luasnya mencapai 4.760 m2 dan terasa sangat sejuk apabila berada di dalam ruangan Mesjid. Mesjid ini dapat menampung hingga 9.000 jama‘ah. Di halaman depan masjid terdapat sebuah kolam besar, rerumputan yang tertata rapi dengan tanaman hias dan pohon kelapa yang tumbuh.</span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></span><br />
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">3. Air Terjun Blang Kolam ( Aceh Utara )</span></b></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></b><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"> </span></span><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrIFKz8-0McPDGAzeKvJ54C_n3lA1-mQoEIGBNdrqep_AZIMSou6Kn2MDzcdKUF-FOV9vBpp6-XP82LR4lYpdxOow570lIZgsBR07FxZeMEC7bL4XolFtTdCA1UILxUwp5Z_CmUb4_AnQ/s1600/Air+Terjun+Blang+Kolam.jpeg" imageanchor="1" style="border: 0px none; clear: left; float: left; list-style: none; margin: 0px 1em 1em 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrIFKz8-0McPDGAzeKvJ54C_n3lA1-mQoEIGBNdrqep_AZIMSou6Kn2MDzcdKUF-FOV9vBpp6-XP82LR4lYpdxOow570lIZgsBR07FxZeMEC7bL4XolFtTdCA1UILxUwp5Z_CmUb4_AnQ/s1600/Air+Terjun+Blang+Kolam.jpeg" style="-webkit-box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: 0px; padding: 2px; position: relative; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" /></a></span></span><br />
<div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;">Air Terjun Blang Kolam Berlokasi di hutan yang teduh dan terdapat di Kabupaten Aceh Utara dengan ketinggian sekitar 75 Meter. Tempatnya yang sejuk dengan alam yang masih asri sekali. Bagi yang ingin merasakan dinginnya air terjun, bisa berendam disini atau sekedar bersantai diakhir pekan. Tempat ini sangat cocok sebagai rekreasi keluarga. dan Air Terjun Blang Kolam pun kembali menunjukan kegairahannya, bagaimanapun air terjun blang kolam pernah menjadi tempat favorit. Untuk mencapai lokasi Blang Kolam sebenarnya tidak sulit, cukup banyak jalur yang bisa ditempuh, bisa melalui Cunda Kota Lhokseumawe, Kandang Aceh Utara dan kawasan muara satu kota lhokseumawe, namun sayang kondisi jalan. menuju objek Wisata Blang Kolam sangat memprihatinkan. Selain hal itu, kondisi jalan yang terjal dan licin juga menjadi salah satu penghambat bagi pengunjung yang ingin menikmati objek wisata ini. Hal lain yang kurang dalam objek wisata ini adalah sarana pendukung seperti Mushalla, MCK, dan tali pembatas jalur. Sementara Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Sudah berjanji, akan melakukan renovasi objek wisata ini sejak 2009.</span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
</span><b style="border-width: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><br /></span></b></span><br />
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">4. Gunung Selawah Agam ( Aceh Besar )</span></b></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></b></span><br />
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi91BDIgbwE11biczQyXQixQtf4HRGOyVX7BLxwmB9Nekt3rBwJg04GkmViQ2IdFgjEAZrwttbHM5aXeT_l1c3DC9nWWTb_qLsuoO2V_rfvkFQeqjU79tt0PhrSspJJ4oo4X8dU9wH6V9I/s1600/Gunung+Seulawah+Agam.jpg" imageanchor="1" style="background-color: white; border: 0px none; clear: left; float: left; list-style: none; margin: 0px 1em 1em 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi91BDIgbwE11biczQyXQixQtf4HRGOyVX7BLxwmB9Nekt3rBwJg04GkmViQ2IdFgjEAZrwttbHM5aXeT_l1c3DC9nWWTb_qLsuoO2V_rfvkFQeqjU79tt0PhrSspJJ4oo4X8dU9wH6V9I/s1600/Gunung+Seulawah+Agam.jpg" style="-webkit-box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: 0px; padding: 2px; position: relative; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" /></a></span></span><br />
<div>
<span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Gunung Seulawah Agam Kabupaten Aceh Besar. Seulawah Agam kaya akan berbagai Flora dan Fauna. Sebut saja Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis), Kedih (Presbytis Thomasi), Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous), dan Jamur (Fungi) berbagai species serta satwa-satwa lainnya. Menurut kabar, nantinya Seulawah Agam dan kembarannya Seulawah Inong akan dijadikan sebagai kawasan konservasi. Itu penting, mungkin saja mengingat perambahan kayu kian marak saja di sana.</span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><br /></span></span></span>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></span><br />
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></span><br />
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="border: 0px none; font-weight: bold; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; font-weight: bold; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></span></div>
<div class="fb-like" data-href="http://www.facebook.com/pages/Bloggger-Anak-ACEH/174008656004229" data-send="true" data-show-faces="true" data-width="450" style="border-width: 0px; line-height: 20.799999237060547px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<div>
<b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">5. Gunung Borni Telong ( Bener Meriah )</span></b></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></span><br /></span>
<div class="separator" style="border-width: 0px; clear: both; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFGj69TR6lyHOKFYBUliNer4wOryJHnj9j9IuaMWM2zm7ue2e8uAbolaJ7U3GMesfLMRRPvs3EAEwbPqnnqdz8BTwe2Rc6XYliHjs6MMEgjPESQefdU9-ENsl7qBWrbpWpNIuDxllZmKw/s1600/gunung+burni+telong.jpg" imageanchor="1" style="border: 0px none; clear: left; float: left; list-style: none; margin: 0px 1em 1em 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFGj69TR6lyHOKFYBUliNer4wOryJHnj9j9IuaMWM2zm7ue2e8uAbolaJ7U3GMesfLMRRPvs3EAEwbPqnnqdz8BTwe2Rc6XYliHjs6MMEgjPESQefdU9-ENsl7qBWrbpWpNIuDxllZmKw/s1600/gunung+burni+telong.jpg" style="-webkit-box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: 0px; padding: 2px; position: relative; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" /></span></span></a></span></div>
<div style="line-height: 17px;">
<span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Gunung Burni Telong adalah gunung yang terletak di Kabupaten Bener Meriah dan telah mejadi ciri khas dari Kabupaten Tersebut. Gunung Burni Telong adalah gunung berapa Aktif dan pernah meletus pada Tanggal 7 Desember 1924 menyebabkan kerusakan hebat lingkungan sekitarnya termasuk lahan pertanian dan perkampungan. Burni Telong yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan gunung yang terbakar, berada di ketinggian 2.600 meter di atas permukaan laut. Gunung ini hanya berjarak lima kilometer dari Redeolong, ibu kota Kabupaten Bener Meriah dan Bandar Udara Rembele (RBL). Untuk mencapai gunung yang sering disebut Burni Cempege (gunung yang penuh belerang–red), ada beberapa jalur. Salah satunya, melalui Jalur Edelwais. Dinamakan Edelwais karena di sepanjang jalur itu ditumbuhi bunga Edelwais yang oleh masyarakat Gayo dipercayai sebagai bunga abadi. Jalur ini diawali dengan jalan aspal mulai dari simpang jalan utama Takengon-Bireun sampai ke lereng Burni Telong tepatnya di desa Bandar Lampahan Kecamatan Timang Gajah yang berjarak 3 km. Bila mau melakukan Pendakian sebaiknya berkonsultasi dulu dengan pemuda-pemuda setempat atau mengajak satu dua orang dari mereka turut serta, kecuali anda sudah mengenal betul medan dan jalur pendakian Gunung Burni Telong. Kondisi lapangan untuk mencapai ke ketinggian puncak memang agak terjal. Tapi, jalur dari Bandar Lampahan menuju lereng gunung merupakan pilihan favorit para pecinta alam atau pendaki gunung. Setelah melewati medan terjal, kita menemukan sebuah gua, yang sering digunakan pendaki sebagai tempat menginap bila ingin bermalam untuk beberapa hari. Di ketingian Burni Telong, hamparan pohon pinus memanjakan mata Anda Inilah satu-satunya gunung berapi aktif di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah dan Bener Meriah</span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b style="border-width: 0px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">6. Kuala Merisi ( Aceh Jaya )</span></b></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div class="separator" style="border-width: 0px; clear: both; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieWDLQaXt-_6IvWIjMmQN0tY438qQ54S1FIECKFaeqdpsh4wwiXfYVpsFTOjvBznOe02BpLTtro7AyKDgdVs2FDrqF8Vn0zurBC-DGqN4vjktmlbtpAqY-4dudVJ8iIbkVPUHbEXmGLtQ/s1600/kuala_merisi.jpg" imageanchor="1" style="border: 0px none; clear: left; float: left; list-style: none; margin: 0px 1em 1em 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieWDLQaXt-_6IvWIjMmQN0tY438qQ54S1FIECKFaeqdpsh4wwiXfYVpsFTOjvBznOe02BpLTtro7AyKDgdVs2FDrqF8Vn0zurBC-DGqN4vjktmlbtpAqY-4dudVJ8iIbkVPUHbEXmGLtQ/s1600/kuala_merisi.jpg" style="-webkit-box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: 0px; padding: 2px; position: relative; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" /></span></span></a></span></div>
<div style="line-height: 17px;">
<span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Pantai Kuala Merisi atraksi Pantai wisata alam yang sangat indah terutama ketika kita bersama-sama itu keluarga yang sangat baik, sambil menikmati deru pantai surfing dan mendengarkan legenda Bate Meurendam Dewi Ratu Putri yang terdapat di muara Kuala Merisi telah membuat orang tertarik dengan wisata ini objek. Lokasi ini juga didukung oleh kondisi alam untuk mandi di pantai dan fasilitas snack bar di sekitar lokas</span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; font-weight: bold; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="border: 0px none; font-weight: bold; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; font-weight: bold; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span></span></div>
<div class="fb-like" data-href="http://www.facebook.com/pages/Bloggger-Anak-ACEH/174008656004229" data-send="true" data-show-faces="true" data-width="450" style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></b></span></div>
<div class="fb-like" data-href="http://www.facebook.com/pages/Bloggger-Anak-ACEH/174008656004229" data-send="true" data-show-faces="true" data-width="450" style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><b><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></b></span></div>
<div class="fb-like" data-href="http://www.facebook.com/pages/Bloggger-Anak-ACEH/174008656004229" data-send="true" data-show-faces="true" data-width="450" style="border-width: 0px; line-height: 20.799999237060547px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<div style="line-height: 17px;">
<b><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">7. Pantai Lampuuk ( Aceh Besar )</span></b></div>
<div class="separator" style="border-width: 0px; clear: both; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJFyIRap6j_MzpGe-t2FDJkbk0Q6j_8xRYUgE4zauP4hrzQn6rEnVl9HoMbilmgaP0JMNYFz3yDeXk2mR4NmPSWj4E8FPC7EPDe89yWYak2d18ZijNWzjNfalhy-rFldvD19_wx46zKIo/s1600/pantai+lampuuk+aceh.2.jpg" imageanchor="1" style="border: 0px none; clear: left; float: left; list-style: none; margin: 0px 1em 1em 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img alt="5 pantai terindah di Aceh" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJFyIRap6j_MzpGe-t2FDJkbk0Q6j_8xRYUgE4zauP4hrzQn6rEnVl9HoMbilmgaP0JMNYFz3yDeXk2mR4NmPSWj4E8FPC7EPDe89yWYak2d18ZijNWzjNfalhy-rFldvD19_wx46zKIo/s400/pantai+lampuuk+aceh.2.jpg" height="168" style="-webkit-box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: 0px; padding: 2px; position: relative; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" width="400" /></span></span></a></span></div>
<div style="line-height: 17px;">
<span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Pantai ini berada di Aceh Besar, tapi tidak terlalu jauh kalau dari Ibu kota Nanggroe Aceh Darussalam, Yaitu Banda Banda Aceh. Dari banda Aceh Hanya Sekitar Lebih Kurang 45 Menit perjalanan untuk bisa sampai ke pantai lampuuk ini. pada saat hari libur, pantai ini sangat ramai di kunjungi oleh wisatawan lokal maupun luar kota, dan bahkan manca negara. keindahan dari pantai ini adalah pasirnya yang membentang luas dan air lautnya yang sangat jernih. selain itu di tempat ini terdapat permainan-permainan air seperti salah satu contohnya adalah banana bot.</span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></b><br /></span>
<div>
<b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">8. Air Terjun Suhom, Lhoong ( Aceh Besar )</span></b></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></b><br /></span>
<div class="separator" style="border-width: 0px; clear: both; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilV7gFFFpIgHUuqVV6aqBptWeyC5kHmNfM-98j0uazpt0ArmPGu9a_PlS75EjICoQYNW9Fn5g7uxjuQqSIIAmojgp7SJLhBjmoEiocqtheV00bhLhqUZTZpppsL9XP3b8hdfFheEZZui8/s1600/Air+terjun+Sihom%252C+Lhong.JPG" imageanchor="1" style="border: 0px none; clear: left; float: left; list-style: none; margin: 0px 1em 1em 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilV7gFFFpIgHUuqVV6aqBptWeyC5kHmNfM-98j0uazpt0ArmPGu9a_PlS75EjICoQYNW9Fn5g7uxjuQqSIIAmojgp7SJLhBjmoEiocqtheV00bhLhqUZTZpppsL9XP3b8hdfFheEZZui8/s1600/Air+terjun+Sihom%252C+Lhong.JPG" style="-webkit-box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: 0px; padding: 2px; position: relative; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" /></span></span></a></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"></span><br /></span>
<div>
<span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Air terjun Suhom ini berada di tengah panorama alam yang indah dan alami. Di sekitarnya terdapat banyak pohon durian, pada musim durian banyak yang berjualan durian di sekitar air terjun. di sekitar air terjun juga terdapat lokasi yang dapat digunakan untuk berkemah (camping).</span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"></span></span></div>
<div class="fb-like" data-href="http://www.facebook.com/pages/Bloggger-Anak-ACEH/174008656004229" data-send="true" data-show-faces="true" data-width="450" style="border-width: 0px; line-height: 20.799999237060547px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<div>
<span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<div style="line-height: 17px;">
<span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Air terjun yang deras ini menjadi sumber energi listrik bagi masyarakat di sekitar Desa Kreung Kala. Sebuah pembangkit listrik tenaga mikrohidro kini telah dibangun di dekat air terjun dan dioperasikan untuk mengaliri listrik kepada penduduk Desa Kreung Kala. Dari Banda Aceh menuju ke lokasi air terjun, terhampar pemandangan pantai yang menakjubkan dengan keindahan yang luar biasa, deburan ombak dan pasir putih terlihat dekat di sepanjang jalan, dan tampak pula barisan pegunungan yang tinggi dan indah.</span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><br /></span></span></span>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></b><br /></span>
<div>
<b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">9. Iboih ( Sabang )</span></b></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></b><br /></span>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihjhH8Y7p-Tr4ckFtoWAs2E3xq1jKBNmmBJtS_7vdVD2QQQjd3dGWlOUFA8Yje1jxiUDKahDFknPlWiEzkNYHOoaxF69njlTR47CrCjhfD1n80GdsbGUu1n_QDW26KDRShX0-0waUX_IE/s1600/_MG_2198.JPG" imageanchor="1" style="background-color: white; border: 0px none; clear: left; float: left; list-style: none; margin: 0px 1em 1em 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><img alt="10 Tempat Wisata Terindah di Aceh" border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihjhH8Y7p-Tr4ckFtoWAs2E3xq1jKBNmmBJtS_7vdVD2QQQjd3dGWlOUFA8Yje1jxiUDKahDFknPlWiEzkNYHOoaxF69njlTR47CrCjhfD1n80GdsbGUu1n_QDW26KDRShX0-0waUX_IE/s320/_MG_2198.JPG" height="212" style="-webkit-box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: 0px; padding: 2px; position: relative; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" title="10 Tempat Wisata Terindah di Aceh" width="320" /></a></span></span><br />
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Siapa yang tidak kenal dengan nama sabang. semua warga negara indonesia mengetahuinya. soalnya, ada lagu nasional yang menyebutkan nama sabang, yaitu lagu dari sabang sampai maroke. betul kan..iboih tempat wisata yang keren dan cantik. di iboih terkenal dengan divingnya. itu dikarenakan laut di iboih sangat cantik, dimana banyak dive site yang keren dan menarik untuk dilihat, salah satu contohnya di daerah batu tokong, pulau rubiah, sea garden, dan lain-lainya. di tempat-tempat tersebut memiliki keunikan tersendiri, mau tahu apa itu, silahkan lihat sendiri deh. di jamin anda bakal puas kalau melihatnya. nah, kalau main-main ke sabang, jangan lupa main ke iboih. </span></span></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></b><br /></span>
<div>
<b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">10. Danau Laut Tawar ( Aceh Tengah )</span></b></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b style="border-width: 0px; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></b><br /></span>
<div class="separator" style="border-width: 0px; clear: both; line-height: 17px; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhr7XVyJa4ufBacKVynjvhfWYdahSdewWUGxQDJwp0vNjUxaAeSHmQ1qWrBSdTjEnkgeCtWsMCacUPpXsYU_zdBpGKTfSYYuF86NQJ1oimA8xlRMOyo0YZWcRteXuJLnKuWOMzCh61u534/s1600/1286888863KHA_9059.jpg" imageanchor="1" style="border: 0px none; clear: left; float: left; list-style: none; margin: 0px 1em 1em 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px; text-decoration: none;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhr7XVyJa4ufBacKVynjvhfWYdahSdewWUGxQDJwp0vNjUxaAeSHmQ1qWrBSdTjEnkgeCtWsMCacUPpXsYU_zdBpGKTfSYYuF86NQJ1oimA8xlRMOyo0YZWcRteXuJLnKuWOMzCh61u534/s320/1286888863KHA_9059.jpg" height="212" style="-webkit-box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; border: 1px solid rgb(170, 170, 170); box-shadow: rgba(0, 0, 0, 0.0980392) 1px 1px 5px; list-style: none; margin: 0px; max-width: 600px; outline: 0px; padding: 2px; position: relative; text-decoration: none; vertical-align: baseline;" width="320" /></span></span></a></span></div>
<div style="line-height: 17px;">
<span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"> Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata yang terletak di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Nanggröe Aceh Darussalam. Suku Gayo menyebutnya dengan Danau Lut Tawar. Luasnya kira-kira 5.472 hektar dengan panjang 17 km dan lebar 3,219 km. Volume airnya kira-kira 2.537.483.884 m³ (2,5 triliun liter). Ada 25 aliran krueng yang bermuara ke Danau Laut Tawar dengan total debit air kira-kira 10.043 liter per detik. Rerata kedalaman danau: 35 meter dari pinggir danau: 8,9 meter. 100 meter dari pinggir danau: 19,27 meter. 620 meter dari pinggir danau: 51,13 meter. Rerata suhu air danau diukur berdasarkan kedalaman: 1 meter: 21,55 °C 5 meter: 21,37 °C 10 meter: 21,15 °C 20 meter: 20,70 °C 50 meter: 19,35 °C Kecerahan tertinggi 2,92 meter (di tengah danau), sedangkan yang terendah 1,29 meter (Kp. Kuala II). Semakin tinggi kecerahan, maka semakin jernih air. </span></span></div>
<div>
<span style="border: none; line-height: 17px; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></span></div>
<div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br /></span>
<div style="line-height: 17px;">
<span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><span style="border: 0px none; list-style: none; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">Itu dia 10 Tempat wisata aceh yang memiliki pemandangan yang sangat indah.</span><span style="border: none; list-style: none; margin: 0px; outline: none; padding: 0px;">Semoga bermanfaat buat para pembaca. </span></span></span></div>
</div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-41261548644926358692014-03-22T21:07:00.000+07:002015-05-02T13:14:43.487+07:00Bahasa Aceh<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHb8THssogLRaYmn56-Q9LeLO1JA4LQsry4563lPTYDFdwywZgIykTfTYjXBMQ1F8ZmjsrkXTUMh3qKo5cEdSWyV-GFf-i8QtL2_OCOytye8k9W7Ag-gyt8kEPMgMTLAJmPVvubP-zQb8/s1600/images+(5).jpg" imageanchor="1" style="background-color: white; margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHb8THssogLRaYmn56-Q9LeLO1JA4LQsry4563lPTYDFdwywZgIykTfTYjXBMQ1F8ZmjsrkXTUMh3qKo5cEdSWyV-GFf-i8QtL2_OCOytye8k9W7Ag-gyt8kEPMgMTLAJmPVvubP-zQb8/s1600/images+(5).jpg" height="320" width="320" /></a></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Orang Aceh mempunyai bahasa sendiri yakni <b>Bahasa Aceh</b>, yang termasuk rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Aceh terdiri dari beberapa dialek, di antaranya dialek Peusangan, Banda, Bueng,Daya, Pase, Pidie, Tunong, Seunagan, Matang, dan Meulaboh, tetapi yang terpenting adalah dialek Banda. Dialaek ini dipakai di Banda Aceh. Dalam tata bahasanya, Bahasa Aceh tidak mengenal akhiran untuk membentuk kata yang baru, sedangkan dalam sistem fonetiknya, tanda "eu" kebanyakan dipakai tanda pepet (bunyi e).</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam bahasa Aceh, banyak kata yang bersuku satu. Hal ini terjadi karena hilangnya satu vocal pada kata-kata yang bersuku dua, seperti "turun" menjadi "tron", karena hilangnya suku pertama, seperti "daun" menjadi "beuec". Di samping itu banyak pula kata-kata yang sama dengan bahasa-bahasa Indonesia bagian timur.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Masyarakat Aceh yang berdiam di kota umumnya menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar, baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan sosial. Namun demikian, masyarakat Aceh yang berada di kota tersebut mengerti dengan pengucapan bahasa Aceh. Selain itu, ada pula masyarakat yang memadukan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Aceh dalam berkomunikasi. Pada masyarakat Aceh di pedesaan, bahasa Aceh lebih dominan dipergunakan dalam kehidupan sosial mereka. Dalam sistem bahasa tulisan tidak ditemui sistem huruf khas bahasa Aceh asli.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Tradisi bahasa tulisan ditulis dalam huruf Arab-Melayu yang disebut bahasa Jawi atau Jawoe, Bahasa Jawi ditulis dengan huruf Arab ejaan Melayu. Pada masa Kerajaan Aceh banyak kitab ilmu pengetahuan agama, pendidikan, dan kesusasteraan ditulis dalam bahasa Jawi. Pada makam-makam raja Aceh terdapat juga huruf Jawi. Huruf ini dikenal setelah datangnya Islam di Aceh. Banyak orang-orang tua Aceh yang masih bisa membaca huruf Jawi.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">(Sumber : Dinas Pariwisata Prov. NAD. 2004. Jelajah Aceh. Banda Aceh)</span></div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline"><span style="background-color: white; font-size: x-small;">Belajar Bahasa Aceh</span></span></h2>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam bahasa Aceh, seperti bahasa-bahasa lainnya, dikenal juga subjek berupa orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga yang bisa berupa subjek tunggal ataupun jamak. Subjek-subjek tersebut adalah:</span></div>
<ul style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://acehpedia.org/skins/monobook/bullet.gif); list-style-type: square; margin: 0.3em 0px 0px 1.5em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Orang Pertama</span></li>
</ul>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> Tunggal
: Lon (bisa juga Lon Tuan, ungkapan sopan)
</span></pre>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> : Ku (digunakan dalam percakapan antar teman, terdegar kasar)
</span></pre>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> Jamak
: Kamoe (yang berarti kami)
</span></pre>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> : Geutanyoe (yang berarti kita)
</span></pre>
<ul style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://acehpedia.org/skins/monobook/bullet.gif); list-style-type: square; margin: 0.3em 0px 0px 1.5em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Orang Kedua</span></li>
</ul>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> Tunggal
: Droeneuh (untuk orang yang lebih tua atau dituakan)
</span></pre>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> : Gata (untuk orang yang lebih muda, ungkapan sopan)
</span></pre>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> : Kah (untuk orang yang sebaya atau lebih muda, biasanya untuk teman)
</span></pre>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> Jamak
: Droeneueh mandum, Gata mandum, Kah mandum
</span></pre>
<ul style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://acehpedia.org/skins/monobook/bullet.gif); list-style-type: square; margin: 0.3em 0px 0px 1.5em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Orang Ketiga</span></li>
</ul>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> Tunggal
</span></pre>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> : Gop nyan (artinya dia, baik itu laki-laki maupun perempuan, ungkapan sopan)
</span></pre>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">: Jih (artinya juga dia, bisa digunakan untuk teman atau pun orang yang lebih muda)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Jamak</span></div>
<dl style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.2em;"><dd style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.1em; margin-left: 2em;"><span style="background-color: white;">Droeneueh nyan mandum (bisa juga awak nyan mandum atau ureueng nyan, sebagai ungkapan sopan)</span></dd></dl>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;">: Awak jeh mandum ( bisa juga Ureueng jeh)
</span></pre>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sekarang kita sudah mengenal subjek-subjek dalam bahasa Aceh, jadi kita lanjutkan dengan membuat kalimat menggunakan subjek-subjek tersebut. Contoh kalimat sederhana:</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Lon pajoh timphan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- Lon (saya) - lonpajoh --> lon + pajoh (makan) - timphan (kue tradisional Aceh)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Perhatikan kata lon pajoh, yang terdiri dari awalan lon dan kata kerja pajoh. Dalam bahasa Aceh, setiap subjek memiliki awalan yang dikombinasikan dengan kata dasar(kerja) yang sesuai dengan respek terhadap subjek tersebut. Pasangan subjek dan awalan tersebut adalah:</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- Lon : lon - Ku : ku - Kamoe : meu - Geutanyoe : ta - Droeneueh : neu - Gata : ta - Kah : ka - Droeneuh mandum : neu - Gata mandum : ta - Kah mandum : ka - Gop nyan : geu - Jih : di - Droeneuh nyan mandum : geu - Awak nyan mandum : di</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Contoh lain kalimat sederhana:</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kami pergi ke sawah Kamoe meujak u blang</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- Kamoe (kami) - meujak --> meu + jak(pergi) - u (ke) -> blang (sawah)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dia sudah pulang Gop nyan ka geuwoe atau Jih ka diwoe</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- Gop nyan (dia) - ka (sudah) - geuwoe --> geu + woe (pulang) - Jih (dia) - ka (sudah) - diwoe --> di + woe (pulang)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Hal yang sama juga berlaku untuk subjek-subjek yang lain.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br />Bunyi Bahasa Aceh</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Bunyi dalam bahasa Aceh terbagi dua, yaitu bunyi hidup (vokal) dan bunyi mati (konsonan). Masing-masing bunyi ini terbagi lagi menjadi bunyi tunggal dan bunyi rangkap.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">I. Bunyi hidup (vokal)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">I.1 Bunyi hidup – tunggal bahasa Aceh memiliki bunyi hidup yang dihasilkan melalui mulut (vokal oral) dan hidung (vokal nasal). (a) vokal oral</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- a : aduen (abang) bak (pohon) rab (dekat) saka (gula)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- i : iku (ekor) ija (kain) bit (benar) sit (juga) - e : dilafalkan seperti huruf e dalam kata lebih atau berani le (banyak) let (cabut) tahe (pandang) beuhe (berani)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- eu : eu (lihat) aneuk (anak) keude (kedai, warung) leubeh (lebih)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- é : dilafalkan seperti huruf e dalam kata sate ék (mau, sanggup, naik) éh (tidur) tabék (hormat) lé (oleh)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- è : dilafalkan seperti huruf e dalam kata petak èk (tinja) bèk (jangan) salèh (shaleh) mugè (tengkulak, sales)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- o : dilafalkan seperti huruf o dalam kata bosan lob (membalik) boh (buah) ok (bohong) po (empunya)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- ô : dilafalkan seperti huruf o dalam kata foto ôk (rambut) ôn (daun) lôn (saya) bôh (mengisi)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- ö : dilafalkan antara bunyi o dan e böh (buang) gadöh (hilang) beu-ö (malas) deungö (dengar)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- u : uram (pangkal) bu (nasi) karu (ribut) turi (kenal) (b) vokal nasal- 'a : 'ab (suap) s'ah (bisik) meuh'ai (mahal) nadeu'a (sakit parah)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- 'i : 'i-'i (suara tangis) 'ibadah (ibadah) t'ing (tiruan bunyi) sa'i (mengurung diri, bersemedi) - 'è : 'èt (pendek) la'èh (lemah) pa'è (tokek) 'èktikeuet (niat)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- 'eu : 'eu (ya) ta'eun (wabah)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- 'o : 'oh (hingga, cara, ketika) sy'o (sengau) kh'ob (bau busuk) ch'ob (tusuk)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- 'ö : is'öt (geser) ph'öt (bunyi padam api)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- 'u : 'u-'u (tiruan bunyi) meu'u (membajak) I.2 Bunyi hidup – rangkap</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Bunyi hidup - rangkap dalam bahasa Aceh dapat dipilah dalam dua cara. Pertama, vokal rangkap yang dihasilkan melalui mulut (vokal oral) dan vokal rangkap yang dihasilkan melalui hidung (vokal nasal). Kedua, bunyi hidup - rangkap dapat pula dipilah menjadi vokal berakhiran e dan vokal berakhiran i. (a) vokal rangkap berakhiran e.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br />- ie : dilafalkan seperti huruf i yang diakhiri dengan huruf y ie (air) mie (kucing) sie (daging/potong) lieh (jilat)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- èë : dilafalkan seperti huruf è yang diakhiri dengan huruf y teubèë (tebu) kayèë (kayu) batèë (batu) bajèë (baju)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- euë : euë (lapang/mandul) keubeuë (kerbau) uleuë (ular) pageuë (pagar)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- oe : dilafalkan seperti huruf o yang diakhiri dengan huruf w baroe (kemarin) sagoe (sudut) duroe (duri) putroe (putri)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- öe : lagöe</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- ue : dilafalkan seperti huruf u yang diakhiri dengan huruf w yue (suruh) sue (ampas) bue (kera) kue (ikat)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- 'ie : dilafalkan seperti huruf 'i yang diakhiri dengan huruf y p'ieb (hisap) reuh'ieb (rusak) reung'ieb (sejenis serangga) kh'ieng (bau busuk)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- 'èe : dilafalkan seperti huruf 'è yang diakhiri dengan huruf y 'èerat (aurat) peuna'èe (berulah)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- 'eue : dilafalkan seperti huruf 'eu yang diakhiri dengan huruf y 'eue (merangkak) s'euet (menampi)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- 'ue : dilafalkan seperti huruf 'u yang diakhiri dengan huruf w 'uet (telan) meu-'ue (membajak) neuk'uet (menir) s'ueb (limpa)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br />(b) vokal rangkap berakhiran i</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- ai : dilafalkan seperti rangkaian huruf ai pada kata pakai sagai (saja) kapai (kapal) akai (akal) gatai (gatal)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- 'ai : dilafalkan seperti huruf 'a yang diakhiri dengan huruf y meuh'ai (mahal) - ei : hei (panggil)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- oi : boinah (kekayaan, harta benda) - ôi : dilafalkan seperti huruf ô yang diakhiri dengan huruf y bhôi (kue bolu) cangkôi (cangkul) tumpôi (tumpul) dôdôi (dodol)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- öi : lagöina (sangat)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- ui : dilafalkan seperti huruf u yang diakhiri dengan huruf y bui (babi) phui (ringan) cui (cungkil) apui (api)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br />II. Bunyi mati (Konsonan)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">II.1 Bunyi mati - tunggalBahasa Aceh terdiri atas 24 buah bunyi mati - tunggal, yaitu:</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- p : pajôh (makan) papeuen (papan) gobnyan (beliau) jakhab (terkam)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- t : tangké (tangkai) takue (leher) intat (antar) brat (berat)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- c : cah (tebas, babat) cabeueng (cabang) pancang (pancang) pucôk (pucuk)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- k : ka (sudah) likôt (belakang) galak (suka) jak (pergi)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- b : bunoe (tadi) keubeue (kerbau) sabab (sebab) kitab (kitab)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- d : deuh (tampak) duroe (duri) gadôh (lalai) gadöh (hilang)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- j : jeumöt (rajin) jén (jin) bajèe (baju) bajeueng (bejat)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- g : gabuek (sibuk) gidöng (injak) lagèe (seperti) lagôt (laku-dagangan)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- f : faké (fakir)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- s : su (suara) sipak (sepak) asoe (isi) gasien (miskin)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- sy : syaé (syair) désya (dosa) kasy'ak (becek)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- h : h'iem (teka-teki) jeuheuet (jahat) dah (sumbu) beukah (pecah)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- m : mat (pegang) timu (timur) gulam (pikul) tém (mau)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- n : na (ada) niet (niat) tagun (memasak) kheun (baca, kata)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- ny : nyan (itu) nyoe (ini) siny'ok (hempas) pany'ot (lampu) - ng : ngeut (bodoh) ngui (pakai) teungeut (kantuk, tidur) teugageueng (terpelanting)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- mb : mbôn (embun) mbông (sombong) - nd : kandét ganda tandéng- nj : panjoe meunjéng (cincin sumur) anjông kanji</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- ngg : nggang (bangau)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- l : leumah (tampak) langai (bajak, garu) geuluyung (telinga) paleuet (telapak tangan)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- r : röt (jalan) rô (tumpah) baroe (kemarin) puréh (lidi)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- w : wa (peluk) wie (kiri) weueh (sedih) geulawa (lempar)- y : yôh (ketika) yö (takut) payah (payah, sukar) piyôh (istirahat)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br />II.2 Bunyi mati - rangkap</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Bunyi mati - rangkap, yang disebut juga gugus konsonan, dalam bahasa Aceh terbagi menjadi bunyi mati - rangkap yang berakhiran h, l, dan r.(a) konsonan rangkap berakhiran h</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- ph : pha (paha) phôn (pertama) timphan (jenis penganan khas Aceh) phô (jenis tarian Aceh)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- th : thô (kering) that (sangat) lathuk (berlumur - kotoran) thôn (tahun)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- ch : ch'a (pencar) chèn (loncat, lompat) chik (dewasa)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- kh : kha (paling berani, kuat, keras) jakhab (terkam) khueng (kemarau) kh'ieng (bau)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- bh : bhôi (kue) bhah (masalah) bhan (ban) bhoe (rapuh, renyah)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- dh : dhoe (dahi) dhiet (cantik) dheuen (dahan)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- jh : jhô (sorong, tolak) jhung (menarik)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- gh : leughum (tiruan bunyi) gham-ghum (tiruan bunyi)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- lh : lham (tenggalam) lhat (tambat, sangkut) lhôh (terangi) lhôn (telanjang)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- rh : rhah (cuci) rhoh (berbuah - padi) rhob (riuh)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">(b) konsonan rangkap berakhiran l</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- pl : plueng (lari) plè (tuang) plôh (puluh) plöh (lepas)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- cl : cl'am-clum (tiruan bunyi gerak kaki dalam air) clab-club (tiruan bunyi)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- kl : klo (tuli) kleuet (liat) kleueng (elang)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- bl : bloe (beli) blang (sawah) blie (pelotot) publa (melerai) - gl : gla (licin)</span></div>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;">glue (licin - tangan) glông (lingkaran) glöng (pancangkan)
</span></pre>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">(c) konsonan rangkap berakhiran r</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- pr : pruh (tiup/hembus) pr'iek (robek) pruet (perut) prah (peras)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- tr : trieng (bambu) trueng (terong) trang (terang) trôh (simpan, tiba)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- cr : crôh (goreng) crah (retak) cr'ah (tumis) crông (timba)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- kr : krueng (sungai) kreueh (keras) krang (rapuh, renyah)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- br : breueh (beras) brôh (sampah) brôk (buruk) bruek (tempurung)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- dr : droe (diri) jeundrang (jerami) geundrang (genderang)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- jr : jroh (baik/bagus) jra (jera) jruek (awet, pekasan) keujruen (pengawas)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- gr : grah (haus) groh (putik) grôb (lompat)</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam mempelajari bahasa Aceh, perlu juga diperhatian beberapa bunyi yang berbeda antara bahasa Aceh dengan bahasa Melayu. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah:</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- Bahasa Aceh memiliki konsonan rangkap baik pada suku pertama maupun suku kedua, misalnya:</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada suku pertama; pada suku kedua; dhoe (dahi); atra (harta); kha (berani); jakhab (terkam); brôh (sampah); geundrang (genderang); glang (cacing); ablak (sejenis hiasan); pha (paha); subra (riuh rendah); cheue (teduh); ganchéb (kuncikan); dan lain-lain dan lain-lain</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- Bunyi d dan t disuarakan dengan menggerakkan ujung lidah pada langit-langit dekat akar gigi atas.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- bunyi d yang terdapat pada akhir kata bahasa Melayu menjadi bunyi t dalam bahasa Aceh, misalnya: Ahad menjadi Aleuhat (hari Minggu) dalam bahasa Aceh.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- bunyi rangkap èë dalam bahasa Aceh, kadang-kadang menggantikan bunyi u dalam bahasa Melayu, misalnya:</span></div>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> kayu -> kayèë; asu -> asèë; kutu -> gutèë; batu -> batèë; bulu -> bulèë; pangku -> pangkèë; baju -> bajèë; tamu -> jamèë; guru -> gurèë; malu -> malèë; ribu -> ribèë; tentu -> teuntèë; palu -> palèë; dan lain-lain
</span></pre>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- bunyi oe (ow) bahasa Aceh kadang-kadang menggantikan bunyi i bahasa Melayu, misalnya:</span></div>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> puteri -> putroe; kami -> kamoe; tuli -> tuloe; mandi -> manoe; jari -> jaroe; laki -> lakoe; kemudi -> keumudoe; puji -> pujoe; ganti -> gantoe; negeri -> nanggroe; adik
</span></pre>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">-> adoe; dan lain-lain</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- bunyi eue bahasa Aceh kadang-kadang menggantikan bunyi a pada suku kedua yang mendahului konsonan penutup bahasa Melayu, misalnya: bulan -> buleuen; salam -> saleuem; udang -> udeueng; hutan -> uteuen; atas -> ateueh; lintang -> linteueng; layar -> layeue; orang -> ureueng; pinang -> pineueng; papan -> papeuen; ular -> uleue; dan lain-lain</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- bunyi r pada akhir kata bahasa Melayu, biasanya menjadi hilang dalam bahasa Aceh, misalnya:</span></div>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;">ular -> uleuë; ukur -> ukô; alur -> alue; kapur -> gapu; layar -> layeue; dengar -> deungö; sekadar -> sekada; sabar -> saba; dan lain-lain
</span></pre>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">- bunyi s pada akhir kata bahasa Melayu, biasanya berubah menjadi bunyi h dalam bahasa Aceh, misalnya:</span></div>
<pre style="border: 1px dashed rgb(47, 111, 171); line-height: 1.1em; padding: 1em;"><span style="background-color: white;"> habis -> abéh; kipas -> kipah; balas -> balah hangus -> angoh; mas -> meuh; halus -> halôh tipis -> lipéh; beras -> breueh; keras -> kreueh gelas -> glah; putus -> putôh; harus -> harôh kapas -> gapeueh; tikus -> tikôh; Kamis -> Hamèh ramas -> ramah; peras -> prah; tawas -> tawah ibus -> ibôh; nafas -> nafah;
</span><span style="background-color: #f9f9f9;">
</span></pre>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-15392305336886131782014-03-22T17:41:00.002+07:002015-05-02T15:15:02.642+07:00Hambatan Pengembangan Pelabuhan Aceh Dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCtcK022RaR-MVX5JWFrHbbmcrV2n-EoM9qxU1nSW1oT12WIE-EBRJfMBHhvhW0EXysEv9atUSkzYU-RIpdNiLXLOb0cS307FP6W1K_WiaYRocwIZD-pD7D2KeDEEVU7g8jm-Fsbuhnqo/s1600/Pelabuhan-500x332.jpg" imageanchor="1" style="background-color: white; margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCtcK022RaR-MVX5JWFrHbbmcrV2n-EoM9qxU1nSW1oT12WIE-EBRJfMBHhvhW0EXysEv9atUSkzYU-RIpdNiLXLOb0cS307FP6W1K_WiaYRocwIZD-pD7D2KeDEEVU7g8jm-Fsbuhnqo/s1600/Pelabuhan-500x332.jpg" height="263" width="400" /></a></div>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Layanan logistik berupa kegiatan perencanaan, penanganan, dan pengendalian terhadap pengiriman dan penyimpanan barang, termasuk di dalamnya juga jasa informasi, jasa pengurusan, dan administrasi terkait yang dilaksanakan oleh penyelenggara kegiatan usaha jasa pengurusan transportasi untuk pengiriman dan penerimaan barang. Dengan demikian pengertian Logistik yang sangat luas meliputi rantai pasok yang menangani arus barang, arus informasi dan arus uang melalui proses pengadaan, penyimpanan, transportasi<em style="margin: 0px; padding: 0px;">, </em>distribusi<em style="margin: 0px; padding: 0px;">, </em>dan pelayanan<em style="margin: 0px; padding: 0px;"> </em>penghantaran sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki konsumen, secara aman, efektif dan efisien, mulai dari titik sampai dengan titik tujuan</span></div>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Kinerja Logistik Nasional masih terkendala dan belum memuaskan dengan permasalahan utama yaitu belum adanya fokus komoditas yang ditetapkan dan menjadi komitmen, terbatasnya kemampuan daya saing Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik Nasional baik pada tataran nasional maupun global, belum adanya <em style="margin: 0px; padding: 0px;">national policy</em> yang terintegrasi di sektor logistik, regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial dan sektoral serta hal-hal lain tentang kelembagaan dan infrastruktur yang masih membutuhkan pembenahan.</span></div>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Pengembangan sistem transportasi Aceh dikembangkan untuk mendukung berkembangnya wilayah-wilayah di seluruh Aceh, dengan demikian peran angkutan laut dalam melayani kebutuhan logistik terutama angkutan laut perintis untuk menjangkau daerah terpencil, pulau-pulau terluar dalam kawasan perbatasan. Pelayanan angkutan laut printis diperlukan karena secara bisnis tidak menguntungkan, maka dibutuhkan peran pemerintah untuk menjamin pelayanan angkutan dan menjaga eksistensi wilayah dan mendorong terjadinya pertumbuhan sampai dengan munculnya kemandirian pada wilayah tersebut.</span></div>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Menindaklanjuti peran pemerintah untuk penyelenggaraan angkutan laut Aceh, Dishubkomintel Aceh melaksanakan Lokakarya Angkutan Laut dan Logistik yang melibatkan semua pihak yang kompeten dalam pelayanan angkatan laut Aceh, kegiatan difokuskan pada pemahaman kebijakan dan regulasi sistem logistik nasional serta koordinasi antar lembaga dengan mendiskusikan permasalahan yang menjadi kendala dalam pelayanan angkutan laut Aceh.</span></div>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Dalam rangka meningkatkatkan pelayanan transportasi laut Aceh, pada tahun 2014 mendatang Kementerian Perhubungan akan menambah angkutan laut perintis yang akan menghubungkan wilayah timur Aceh dengan wilayah barat dan kepulauan. Hal ini sesuai harapan Pemerintah Aceh untuk mendorong perkembangan wilayah barat dan kepulauan Aceh sehingga terintegrasi dalam jaringan transportasi aceh yang lebih terjamin dalam pasokan logistik. Dengan demikian diharapkan dapat memajukan kegiatan usaha angkutan laut dan mensejahterakan masyarakat.</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-57005715814049789102014-03-22T17:27:00.000+07:002015-05-02T15:15:34.703+07:00Peningkatan Kinerja Pelabuhan Komersil Aceh<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNC0HZUYS_HemVthUZj1aH1xYmqD_EQpFJuhlVGMie6I6VE1KocOX6VlgJtxXXEL0Eomdmm_smaIJIXcqPrsac4jy_XGZbl7qcURG7sf2FnQbgYPeGxpuY0SoxWKvas1y7b-M4waabM4k/s1600/Port-Business-Plan-500x294.jpg" imageanchor="1" style="background-color: white; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNC0HZUYS_HemVthUZj1aH1xYmqD_EQpFJuhlVGMie6I6VE1KocOX6VlgJtxXXEL0Eomdmm_smaIJIXcqPrsac4jy_XGZbl7qcURG7sf2FnQbgYPeGxpuY0SoxWKvas1y7b-M4waabM4k/s1600/Port-Business-Plan-500x294.jpg" height="235" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="background-color: white;">Ilustrasi</span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran lahir dengan empat pilar utama, yaitu angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim. Diantara pilar-pilar tersebut, salah satu semangat yang sangat menonjol adalah semangat reformasi dalam sektor kepelabuhanan. Melalui penjabaran lebih mendalam pada PP 61 Tahun 2009, prioritas utama dalam reformasi tersebut adalah menghapus monopoli, menciptakan kesempatan yang lebih luas untuk investasi di sektor pelabuhan (pihak swasta dan pemerintah daerah), menciptakan kompetisi yang sehat dalam pelabuhan dan antar pelabuhan, pemisahan yang jelas antara regulator dan operator (melalui pembentukan Otoritas Pelabuhan), serta dalam rangka mengakomodir otonomi daerah di bidang kepelabuhanan.</span></div>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Sistem operasional pelabuhan terdiri dari 2 sistem, yaitu <em style="margin: 0px; padding: 0px;">public service port</em> dan <em style="margin: 0px; padding: 0px;">landlord port</em>. <em style="margin: 0px; padding: 0px;">Public service port</em> beroperasi dan mengembangkan infrastruktur/suprastruktur mengandalkan biaya dari pemerintah. Kelebihan dari sistem operasional ini akan memberikan kemudahan dalam satu pola manajemen yaitu berasal dari pemerintah. Sedangkan <em style="margin: 0px; padding: 0px;">landlord</em> port beroperasi dan mengembangkan infrastuktur/suprastruktur dari pemerintah untuk kemudian disewakan dan diusahakan oleh Pihak swasta. Kelebihan dari sistem ini akan menciptakan pasar industri kepelabuhanan yang lebih dinamis dan kemampuan menguasai pasar melalui pelayanan yang lebih unggul. Sistem operasional pelabuhan Indonesia diarahkan kepada sistem <em style="margin: 0px; padding: 0px;">landlord port</em> sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Pelayaran. Hal ini juga diperkuat melalui tatanan kepelabuhanan nasional sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor KP. 414 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan penyelanggaraan pelabuhan yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efesiensi dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional daerah yang berwawasan nusantara.</span></div>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Sistem operasional pelabuhan dapat dinilai dan diukur kinerja pelayanannya melalui beberapa indikator berdasarkan SK Dirjenhubla No UM.002/38/18/DGPL-11, yaitu Waktu Tunggu Kapal/Waiting Time (jumlah waktu sejak permohonan tambat setelah kapal tiba di tempat labuh sampai kapal bergerak menuju tambatan); Waktu Pelayanan Pemanduan/Approach Time (waktu yang terpakai utk bergerak dari lokasi labuh sampai ikat tali di tambatan atau sebaliknya); WaktuEfektif/Effektif time dibanding Berth Time (jumlah waktu bagi kapal yang benar-benar digunakan untuk bongkar muat selama ditambatan). Sedangkan standar kinerja operasional pelabuhan meliputi tingkat kualitas pelayanan kapal, pelayanan barang, utilisasi fasilitas, kesiapan peralatan pelabuhan, yang disesuaikan dengan karakteristik masing masing lokasi terminal di pelabuhan.</span></div>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Aceh mempunyai sejarah yang cukup gemilang dengan kepelabuhanan. Dengan posisi yang sangat strategis, berhadapan langsung dengan wilayah pelayaran internasional, Aceh berpotensi untuk meningkatkan kembali aktifitas pelabuhan yang saat ini masih perlu upaya-upaya peningkatan baik dari sisi pemenuhan kebutuhan infrastruktur maupun sistem operasional pelabuhan. Pelabuhan-pelabuhan Aceh seharusnya siap sebagai pelabuhan yang memiliki daya saing untuk berperan dalam jalur utama pelayaran domestik (<em style="margin: 0px; padding: 0px;">main sea corridor</em>) yang menjadi penghubung kawasan Timur dan Barat Indonesia. Bentuk persaingan berupa kualitas pelayanan melalui pemenuhan infrastruktur dasar, peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia dan pemanfaatan teknologi modern.</span></div>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Secara umum, mengacu pada indikator dan standar pelayanan tersebut di atas, kualitas pelayanan pelabuhan di Aceh masih tertinggal dibandingkan dengan pelabuhan-pelabuhan lain yang ada di Indonesia. Selain aktifitas pelabuhan yang masih kurang, standar kinerja pelayanan juga masih perlu ditingkatkan terutama pada pelabuhan-pelabuhan komersil. Secara administratif Aceh memiliki 11 (sebelas) pelabuhan yang terdiri dari 5 (lima) pelabuhan komersil dan 6 (enam) pelabuhan non komersil. Lima pelabuhan yang diusahakan atau bersifat komersil, yaitu Pelabuhan Malahayati, Pelabuhan Lhokseumawe (Kr. Geukuh), Pelabuhan Kuala Langsa, Pelabuhan Meulaboh dan Pelabuhan Bebas Sabang. Persoalan mendasar dari kinerja pelayanan pelabuhan di Aceh adalah tidak tegasnya pembagian peran masing-masing pelabuhan di Aceh dan lemahnya kemampuan bersaing dengan pelabuhan lain di Indonesia.</span></div>
<div style="font-family: Arial, Tahoma, Verdana; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px; padding: 0px; text-align: justify;">
<span style="background-color: white;">Mengembangkan pelabuhan Aceh untuk dapat mensejahterakan masyarakat Aceh seharusnya memiliki regulasi yang mengatur tentang pembagian peran, hirarki dan fungsi pelabuhan yang mendukung masing-masing wilayah hinterland pelabuhan. Selanjutnya diperlukan rencana detail masing-masing pelabuhan dengan penetapan arah pengembangan, studi kelayakan dan <em style="margin: 0px; padding: 0px;">bussines plan</em>. Karena proses perencanaan secara umum tidak berdasarkan <em style="margin: 0px; padding: 0px;">port planning principles</em> sehingga terjadi kesenjangan antara penyiapan infrastruktur, penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pemilihan teknologi. Agar dapat berkompetisi dengan pelabuhan lain dibutuhkan <em style="margin: 0px; padding: 0px;">bussines plan</em> yang mencerminkan strategi “unusual bussines” sehingga dapat mempercepat peningkatan kinerja operasional pelabuhan Aceh.</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-76756063882667805802014-03-22T16:53:00.003+07:002015-05-02T13:19:21.321+07:00Sie Reuboh Kuliner Warisan Aceh Besar<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_12CbfUgsdVQgSLAri3L9IAh9VSd2_fT0RWgYVaRczlnfcC6m7xZHQ0Uw-qEvehAi-U4XN7sf2IZM90Xk2kQfOpG0AQ7nFEYIWjHQLVCKpP7n2l0UnFcrpUJfcZ0q6ixOmdZPQ3R-DvY/s1600/sie_reuboh.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="background-color: white;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_12CbfUgsdVQgSLAri3L9IAh9VSd2_fT0RWgYVaRczlnfcC6m7xZHQ0Uw-qEvehAi-U4XN7sf2IZM90Xk2kQfOpG0AQ7nFEYIWjHQLVCKpP7n2l0UnFcrpUJfcZ0q6ixOmdZPQ3R-DvY/s1600/sie_reuboh.jpg" /></span></a></div>
<span style="background-color: white; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">DAGING rebus atau dalam bahasa Aceh disebut sie reuboh, bukan sekadar daging yang direbus. Ini kuliner khas Kabupaten Aceh Besar yang diwariskan turun-temurun dan menjadi santapan wajib saat tiba Ramadhan. Karena, kuliner ini bisa bertahan hingga satu bulan.</span><br />
<span style="background-color: white;"><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Sie reuboh memang bukan sekadar daging rebus. Ia dibuat dari gumpalan daging beserta gapah yang dibumbui garam, cabe merah, cabe kering, cabe rawit, kunyit, kemudian direbus hingga mendidih di belanga tanah tanpa disiram air.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Khusus untuk gilingan ketiga jenis cabe, rawit, merah dan cabe jangan dihaluskan. Biarkan ia dalam keadaan kasar sehingga bijinya akan lengket di permukaan daging nantinya.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Setelah air rebusan yang keluar dari daging dan gapah mengering, biarkan ia selama satu malam dalam belanga. Keesokan harinya, ketika dipanaskan kembali dan gapah yang membalut daging meleleh, siramkan cuka bersama air dan biarkan sampai mengering hingga dagingnya empuk. Cuka yang digunakan pun harus cuka enau.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Sampai tahapan ini, satu fase masakan kuliner sie reuboh bisa dianggap selesai dan bisa dijadikan santapan dengan cara disayat sebagai lauk. Di tahapan ini pula, sie reuboh bisa akrab dengan waktu dan bertahan hingga berbulan-bulan. Cara menyantapnya tak berubah, yakni dipanaskan dengan api yang tak terlalu besar, dan harus tetap dalam belanga tanah.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Proses sie reuboh sebagai kuliner khas Aceh Rayeuk belum seluruhnya berhenti sampai di sini. Daging rebus itu bisa diolah menjadi banyak turunan. Mulai dari sie goreng istilahnya yang mirip rendang, dimasak lemak, dibuat kuah asam keung khas Aceh dan bisa juga dijadikan semacam abon.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Sie reuboh menguapkan wangi cuka yang keras dan menggoda. Wangian cuka ini menjalar bersama rasa pedas bercampur asam hingga ke langit-langit mulut ketika dimakan. Wangi cuka nipah inilah yang mendominasi rasa daging rebus, yang sulit untuk dilewatkan.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Di tahun-tahun terakhir ini sie reuboh sebagai menu kuliner yang dijajakan di warung-warung apalagi restoran, makin jarang didapat. Ia kalah pamor dengan ayam tangkap, atau ayam penyet misalnya.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Namun, di kawasan Lambaro, Aceh Besar, sebuah rumah makan khas Aceh Rayek, Delima Baru, dan resto Ayam Tangkap Blang Bintang, masih tetap menjadikan sie reuboh sebagai menu utama. “Satu hari kami memasak 30 kilogram gading khusus untuk sie reuboh. Kebanyakan pelanggan kami memang memesan sie reuboh sebagai menu utama,” kata Rusli, pemilik rumah makan tersebut.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Tak ada ramuan khusus untuk melariskan masakan itu. Resep pembuatan sie reuboh ini juga diwariskan secara turun-temurun oleh keluarga Rusli. “Saya merupakan generasi ketiga. Usaha rumah makan ini sudah ada sejak 60-an,” ungkapnya.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Namun, di rumah-rumah warga Aceh Besar, khususnya saat meugang memasuki bulan Ramadhan, kuliner yang mengundang kolesterol ini hampir bisa ditemui di setiap rumah warga. Mau mencoba? Yuk ke Aceh Besar.(*)</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Dari Makanan Meugang hingga Peunajoh Prang</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">RITUAL meugang diperingati warga Aceh dua atau satu hari menjelang Ramadhan, Idul Fitri, serta Idul Adha. Ritual itu biasanya dilakukan dengan membeli dan memakan masakan berbahan daging. Bagi masyarakat Aceh Besar, hari meugang tanpa sie reuboh terasa hampa.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Rasa sie reuboh yang gurih, pedas, dan keasam-asaman membuatnya lezat disantap bersama nasi atau disajikan langsung.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Sie reuboh memang memiliki karakter tersendiri. Selain rasanya yang khas, masakan ini juga tahan lama atau bisa disimpan berhari-hari. “Sie reuboh tidak akan basi. Kalau sudah dingin tinggal dipanaskan lagi, dan tetap masih enak dimakan,” kata Bidin, seorang penggemar sie reuboh.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Seperti warga Aceh Besar lainnya, Bidin tetap menjadikan sie reuboh sebagai masakan yang harus ada di rumah pada setiap hari meugang. “Walaupun menu lain ada, sie reuboh tetap harus tersedia. Ini wajib,” ujarnya.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Karena tahan lama dan tak cepat basi, makanan ini sering pula menjadi peunajoh prang atau logistik perang. Seorang mantan kombatan di Aceh Besar mengaku, saat ia masih bergerilya, makanan ini sering menjadi bekal dari keluarga yang dibawanya ke hutan. “Itu karena makanan ini tahan lama. Jika ingin menyantapnya, cukup dengan dipanaskan saja. Sehingga cocok dibawa saat bergerilya,” ungkap Saifuddin, seorang mantan kombatan yang kini berprofesi sebagai kontraktor.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Kesederhanaan dalam penyajiannya, menjadi salah satu alasan makanan ini cukup digemari, khususnya saat sahur jelang berpuasa di bulan Ramadhan. Sayangnya, kesederhanaan sie reboh ini juga telah membuatnya dipandang sebelah mata.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Di Banda Aceh, misalnya, cukup sulit untuk menemukan sajian ini di rumah makan atau restoran. Untungnya, salah satu rumah makan di kawasan Lambaro, Aceh Besar, dan resto ayam tangkap Blang Bintang, masih menyediakan makanan tersebut.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">“Dulu, tahun enam puluhan, kakek saya membuka rumah makan yang menyediakan sie reuboh di kawasan Jalan Perdagangan, Banda Aceh. Kemudian 1997, pindah ke Jalan Diponegoro dan dikelola oleh orang tua saya. Barulah sekitar 2006 saya melanjutkan usaha turun-temurun ini di kawasan Lambaro,” ungkap Rusli, pemilik Rumah Makan Delima Baru.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Saat Serambi berkunjung di rumah makan itu, terlihat seorang turis asing sedang menikmati hidangan sie reuboh. Meski tangannya dipenuhi gapah, ia terus saja menyantap makanan itu tanpa perduli orang-orang di sekitarnya. Ternyata, makanan ini tak hanya cocok di lidah para pribumi, tapi juga bisa diterima di lidah mereka yang tak terbiasa dengan makanan tersebut. Inilah makanan meugang hingga peunajoh prang.(*)</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Tak Perlu Waktu Lama Memasaknya</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">SERING yang menduga, kuliner Aceh merupakan masakan yang sulit diolah. Teknik memasaknya pun terkesan sulit. Padahal, tak semua demikian. Buktinya, sie reuboh bisa dimasak dalam waktu yang cepat; hanya 30 menit. Teknik pengolahannya pun jauh dari kesan rumit.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Sederhanakah cara membuat sie reuboh? Jawabannya, sangat sederhana. Tak ada literatur dan ketentuan yang mengahruskan penggunaan daging tertentu. Pemilihan daging bisa disesuaikan dengan selera. Bisa menggunakan has luar dan bisa juga has dalam. Atau, jeroan pun boleh. Bahkan, bisa juga memilih daging sapi atau daging kambing.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Nah... bagaimana dengan bumbunya? Khusus sie reuboh, pemakaian bumbu rempahnya tak terlalu banyak. Yang dibutuhkan hanya bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, serta cuka-untuk memunculkan rasa asam. Seluruh bahan tersebut mudah diperoleh di pasaran maupun di ladang-ladang penduduk.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Untuk mencitrakan masakan khas yang yang didominasi rasa pedas, sie reboh banyak menggunakan cabai. Kemudian, sie reuboh diolah menjadi menu makanan. Proses pengolahannya tak sampai 30 menit.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Agar proses memasaknya lebih cepat dan singkat, dianjurkan menggunakan daging sapi has dalam atau has luar. Karena, tingkat keempukan lebih dari daging lainnya. Tapi, jika tak ingin repot-repot memasaknya, silakan rasakan kenikmatan sie reuboh ini di resto dan warung makan di Aceh Besar.(*)</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Tanpa Sie Reuboh, Tak Jadi Meugang</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">MEUGANG atau yang disebut juga hari palahan, menjadi tradisi sakral di Aceh. Saking sakralnya, jika pada hari meugang tak membawa pulang daging, akan menjadi minder dan dianggap memalukan. Pada 1986 lalu, seorang pria rela memotong kemaluannya lantaran tak sanggup membawa daging ke rumah mertua pada hari meugang.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Kesakralan ini dilengkapi dengan tradisi tersendiri di masih-masing daerah. Di Aceh Besar, meugang yang diperingati sehari menjelang Idul Adha, Idul Fitri, dan puasa Ramadhan, akan hampa jika tanpa dilengkapi sie reuboh. Meski tak dilengkapi aturan kuat, masakan ini menjadi menu wajib bagi warga Aceh Besar saat meugang.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Sie reuboh memang memiliki karakter tersendiri. Selain rasanya yang khas, masakan ini juga tahan lama atau bisa disimpan berhari-hari. Satu keuntungan sie reuboh ini, tidak akan basi. Bila sudah dingin, tinggal dipanaskan, tetap masih enak dimakan kapan pun. Karena itu, saat meugang warga Aceh Besar sering membuat sie reuboh, untuk kemudian disimpan sebagai menu berbuka puasa atau sahur.</span><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><br style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;" /><span style="font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 22px; text-align: justify;">Kepupuleran masakan ini bukan hanya digemari oleh warga Aceh Besar. Beberapa warga daerah lain juga sering mencari sie reuboh di warung-warung nasi pada hari biasa. Tapi bagi warga Aceh Besar, seakan ada isyarat, meugang tak akan sah bila tak dilengkapi dengan sajian menu sie reuboh.</span></span></div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-7048064481166721972014-03-21T22:12:00.000+07:002015-05-02T13:28:01.871+07:00Legenda Gajah Puteh di Kerajaan Aceh Darussalam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivu86oDCVvfwgq3z3aEV_u2aKJ1tmK1-n2jLbfdSWaAc3jQG6hnomz7h_9W1QSAqN3eSEvmtkrW3YCjREO6FqfNVZkL-9MQQj2E2F5oBDiJEa29_2sDgeFWbWU7mMiAmdsFP-5TO4GoNo/s1600/download+(5).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="background-color: white; color: black;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivu86oDCVvfwgq3z3aEV_u2aKJ1tmK1-n2jLbfdSWaAc3jQG6hnomz7h_9W1QSAqN3eSEvmtkrW3YCjREO6FqfNVZkL-9MQQj2E2F5oBDiJEa29_2sDgeFWbWU7mMiAmdsFP-5TO4GoNo/s1600/download+(5).jpg" height="219" width="320" /></span></a></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">M. Junus Djamil dalam bukunya yang berjudul “Gadjah Putih” yang diterbitkan oleh Lembaga Kebudayaan Atjeh tahun1959 di Kutaradja, antara lain telah menulis tentang “Riwajat asal usul wudjudnya Gadjah Putih di Keradjaan Atjeh” yang berhubungan dengan berdirinya Kerajaan Linge di daerah Gayo.tulisan tersebut bersumber dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesen dan dari Zainuddin yaitu raja dari Kejurun Bukit yang kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja di daerah Gayo Laut pada masa kolonial Belanda dahulu.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Menurut Junus Djamil di sekitar tahun 1025 di daerah Gayo telah berdiri Kerajaan Linge pertama yang dipimpin oleh seorang raja yang namanya “Kik Betul” atau“Kawee Teupat”. Menurut sebutan orang Aceh, pada masa berkuasanya Sultan Machuclum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kerajaan Perlak sekitar tahun 1012-1058.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Raja Lingga I, yang menjadi keturunan langsung Batak, disebutkan mempunyai beberapa anak. Yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga, Meurah Johan dan Meurah Lingga, Meurah Silu dan Meurah Mege.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Batak leluhurnya tepatnya di Karo dan membuka negeri di sana. Dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lamkrak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamoeri dan Lamuri atau Kesultanan Lamuri atau Lambri. Ini berarti kesultanan Lamuri di atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi Raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai.Kesultanan Daya merupakan kesultanan syiah yang dipimpin orang-orang Persia dan Arab.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Meurah Mege sendiri dikuburkan di Wihni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge.Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Lingga lebih menyayangi bungsunya MeurahMege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Baru 500 tahun kemudian yaitu sekitar tahun 1511, diketahui seorang raja keturunan Raja Linge yang dikenal sebagai Raja Linge ke XIII. Raja Linge ke XIII terkenal, karena selain kedudukannya di Tanah Gayo, juga mempunyai kedudukan penting di pusat Kerajaan Aceh dan di dalam Pemerintah Kerajaan Johor di semenanjung Tanah Melayu.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ketika Portugis menyerang dan merebut Kerajaan Malaka tahun 1511, Sultan Mahmud Syah dari Malaka terpaksa mengundurkan diri ke Kampar di daerah Sumatera, sedang keluarganya diungsikan ke Aceh Darussalam. Dalam keadaan yang sulit ini Kerajaan Aceh telah ikut membantu Raja Malaka tersebut. Hubungan kerja sama ini telah berkembang demikian rupa hingga terjadi pula suatu perkawinan yang dapat dikatakan sebagai perkawinan politik antara Kraton Aceh dengan Kraton Malaka. Seorang putra Sultan Malaka bernama Sultan Alaudin Mansyur Syah dinikahkan dengan seorang putri Kerajaan Aceh. Sebaliknya seorang putri Sultan Malaka dikawinkan pula dengan seorang pembesar Kerajaan Aceh yaitu Raja Linge ke XIII.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Raja Linge ke XIII juga duduk dalam staf Panglima Besar Angkatan Perang Aceh (Amirul Harb), sejak Sultan Aceh berjuang mengusir Portugis dari daerah Pase dan Aru.Karena kedudukannya yang penting dalam Kerajaan Aceh, maka kedudukannya sebagai Raja Linge diserahkan kepada anaknya yang tertua menjadi Raja Linge XIV di tanah Gayo.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam tahun 1533 terbentuklah Kerajaan Johor baru yang dipimpin oleh Sultan Alaudin Mansyur Syah. Raja Linge XIII duduk dalam Kabinet Kerajaan Johor ini sebagai wakil dari Kerajaan Aceh. Dan dalam rangka membangun dan mengembangkan Kerajaan Johor baru, di samping menghadapi kaum penjajah Portugis, Sultan Johor telah menugaskan kepada Raja Linge XIII untuk membangun sebuah pulau di Selat Malaka yang termasuk wilayah Kerajaan Johor. Pulau tersebut kemudian terkenal dengan “Pulau Lingga”. Selama Raja Linge XIII membangun Pulau Lingga ini dia memperoleh dua orang anak lelaki, seorang di antaranya bernama “Bener Merie” dan seorang lagi adiknya bernama “Sengeda”. Di Pulau Lingga inilah kemudian Raja Linge XIII meninggal dunia.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Setelah meninggalnya Raja Linge XIII, istrinya yang berasal dari Kraton Malaka itu, pindah ke Aceh Darussalam dengan membawa kedua anaknya yang masih kecil, yakni Bener Merie dan Sengeda. Ketika kedua-duanya menginjak dewasa, barulah ibunya memberi tahukan asal keturunan ayahnya di Linge Tanah Gayo. Abangnya yang tertua menjadi Raja Linge XIV di negeri Linge menggantikan ayahnya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Demikianlah Bener Merie dan Sengeda kemudian berangkat ke Tanah Gayo untuk menemui abang dari ayahnya yaitu Raja Linge XIV.Tetapi malang nasib mereka, karena kedatangannya tidak diterima dengan baik oleh Raja Linge XIV,malahan mereka dituduh telah membunuh ayahnya Raja Linge XIII. Kedua -duanya dijatuhi hukuman mati. Bener Merie atas perintah Raja Linge XIV dibunuh, sedang pembunuhan Sengeda ditugaskan kepada Raja Cik Serule. Tetapi Raja Cik Serule tidak mau melaksanakan tugasnya, Sengeda disembunyikannya sehingga terlepas dari pembunuhan. Peristiwa ini terjadi pada masa Sultan Aceh Alaidin Ria’yah II sedang berkuasa di Aceh tahun 1539-1571.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam suatu upacara di Kraton Aceh, yang dihadiri oleh seluruh raja-raja Aceh, Sultan memerintahkan kepada mereka untuk mencari “gajah putih” yang dikabarkan terdapat di hutan-hutan Tanah Gayo,untuk dipersembahkan kepadanya. Sultan akan memberikan hadiah kepada siapa yang menangkap dan menyerahkan gajah putih tersebut kepadanya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Walaupun dengan rasa kecewa Raja Linge XIV menyiapkan perutusan ke Darussalam untuk mempersembahkan gajah putih tersebut kepada Sultan. Dia tidak mengetahui bahwa yang menangkap gajah putih tersebut adalah Sengeda yang telah diperintahkannya untuk dibunuh.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada upacara penyerahan gajah putih keadaan Sultan di Kraton Aceh, gajah putih yang semula direncanakan diserahkan oleh Raja Linge XIV kepada Sultan ternyata gagal, karena gajah putih tersebut mengamuk, tidak mau dituntunnya. Sifatnya yang biasanya jinak telah berubah menjadi berang dan ganas, mengejar-ngejar Raja Linge XIV yang hampir-hampir tewas.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Akhirnya Sengeda yang dapat menjinakkan gajah putih tersebut, dan menyerahkannya kepada Sultan dengan tenang. Semua yang hadir menjadi tercengang-cengang, Sultan menanyakan peristiwa yang aneh itu. Sengeda terpaksa membongkar rahasia kejahatan Raja Linge XIV yang telah membunuh abangnya Bener Merie.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mendengar keterangan Sengeda ini, Sultan sangat murka, dan segera memerintahkan menangkap Raja Linge XIV. Kemudian dimajukan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman mati. Tetapi beruntung, bagi Raja Linge XIV, dia tidak jadi dihukum mati, karena ibu Sengeda dan Sengeda sendiri memberi maaf kepadanya di muka pengadilan, sehingga Sultan membatalkan hukuman mati tersebut. Hukumannya diperingan sekedar diturunkan pangkatnya dan membayar diet atau semacam denda.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Segera setelah peristiwa gajah putih ini, Sultan mengangkat Sengeda menjadi Raja Linge ke XV menggantikan Raja Linge XIV yang khianat itu. Kisah atau legenda lain mengenai peristiwa “gajah putih”dan kisah “Sengeda” adalah berdasar versi yang ditulis oleh seorang penyair Gayo yaitu Ibrahim Daudi atau yang lebih terkenal Mude Kala dalam bentuk syair bahasa Gayo. Jalan ceritanya hamper sama, tetapi isinya jauh berbeda.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Perbedaan terpenting antaranya adalah menurut tulisan M. Junus Djamil kisah “gajah putih” dan Sengeda tersebut berhubungan dengan pengangkatan Sengeda menjadi Raja Linge XV, sedangkan dalam kisah dalam bentuk syair Gayo versi Mude Kala, kisah atau legenda gajah putih dan kisah Sengeda tersebut berhubungan dengan pembentukan “Kejurun Bukit” di Gayo Laut.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Menurut versi Mude Kala, karena jasanya menemukan gajah putih dan membongkar rahasia pembunuhan terhadap Bener Merie,maka Sengeda diangkat menjadi Raja Bukit pertama di Gayo Laut.Sengeda dianggap sebagai keturunan raja-raja Bukit selanjutnya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Di negeri antara hiduplah seorang pemuda yang bernama Sangeda. Dia adalah putra Raja Linge. Sangeda adalah pemuda yang santun, sopan, dan rendah hati. Ia sangat di cintai oleh rakyatnya dan di hormati oleh putra-putra raja yang lainnya.</span></div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline"><span style="background-color: white; font-size: small;">Asal Mula Legenda Gajah Puteh</span></span></h2>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sebenarnya Sengeda mempunyai seorang kakak yang bernama Bener Meriah. Ia mengungsi ke hutan karena di fitnah menentang sang Raja. Di hutan dia bertapa dan terus berdo’a. Ia meminta pada yang Sang Khalik agar dia di ubah wujudnya menjadi seekor Gajah Putih. Hal ini dilakukannya agar ia dapat mendekatkan diri dan diterima kembali oleh keluarga besarnya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada suatu malam, Senegda bermimpi tentang seekor Gajah Putih. Gajah itu mengamuk dan mengobrak-abrik Kerajaan Linge. Dalam mimpinya ia bertemu dengan Rejee, gurunya. Sengeda yakin bahwa Gajah Putih itu adalah jelmaan kakak kandungnya. Oleh karena itu, sang Guru mengajarkan bagaimana cara menjinakkan Gajah itu tanpa membunuhnya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sengeda terbangun dari tidurnya, ia enghafal semua gerakan yang gurunya ajarkan di dalam mimpi. Awalnya memang seperti gerakan bela diri, seperti yang pernah di pelajarinya ketika masih Di Bukit Belang Gelee. Tetapi semakin lama bergerak, ia terlihat seperti menari-nari. Tarian inilah ang di sebut Tari Guel. Keesokan harinya, kehebohan terjadi di Kerajaan Linge. Seekor Gajah Putih mengamuk di alun-alun kerajaan. Para penduduk melempari dan menyoraki gajah itu sejak masuk gerbang kerajaan, sampai ke alun-alun.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Raja memerintahkan kepada pengawal kerajaan agar memanggil dan orang sakti untuk menjinakkan si gajah. Namun, seluruh semua benda tajam dan ilmu sakti tidak mebuat gajah putih itu bergeming sedikitpun. Sengeda merasa sedih, ia tahu bahwa gajah putih itu adalah jelmaan dari abang kandungnya. “Ayahanda, izinkan ananda menjinakkan Gajah Putih itu,” Kata Sengeda. “Benarkah ?” kata Raja Ragu. “Dengan izin Allah, dan restu ayahanda,” Sengeda meyakinkan.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sengeda berangkat ke alun-alun diiringi teman-teman seperguruannya. Ia menaiki Gajah Hitam didampingi gurunya Rejee. Sengeda memerintahkan para penduduk agar tidak lagi menyerang sang Gajah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ia meminta para rakyat menabuh bunyi-bunyian. Tambur (tamur = gayo), canag (gamelan), gegedem ( rapaii atau rebana), sampai gong semuanya di tabuh. Para kaum ibu di minta untuk menabuhkan lesung padi atau jingki. Bunyi-bunyian itu akhirnya dapat menenangkan hati sang gajah putih itu.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Lalu, tiga puluh pemuda yang dari berbagai desa diperintahkan untuk membentu setengah lingkaran mengelilingi gajah putih sabil bertepuk tangan dengan irama yang beraturan dan memuji kebaikan-kebaikan Bener Meriah. Perlahan-lahan Sengeda bergerak menari dengan irama yang sangat perlahan. Gajah Putih putih itu mulai bangun dan bergerak maju mundur di tempat. Lambat laun gerak tari mulau terasa berirama gembira. Gerakan ini di kemudian hari dikenal dengan tari Redep.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Gajah Putih mulai melngkah mengikuti Sengeda. Lalu irama musik pun makin riang, gembira dan mulai kencang yang disebut Cicang Nangka. Berjalanlah gajah putih ke gerbang istana. Raja Linge telah menunggu di pintu istana (Umah pitu ruang) untuk menyambut sigajah putih. Ine atau ibu dari Sengeda dan Bener meriah bersebuka atau meratap dengan keharuan menyambut anaknya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Di depan Raja Linge, gajah putih menunduk dan menghormat layaknya seorang anak yang sujud pada orang tua. Air mata mengalir dari kedua belah matanya. Kemudian Sengeda menceritakan kepada kedua ayah dan ibunya bahwa gajah putih ini adalah kakak kandungnya Bener Meriah. Dia meminta dirinya diubah menjadi gajah putih karena difitnah oleh teman-temannya. Kini ia ingin kembali kekeluarganya. Maka terharulah kedua orang tuanya itu yaitu Raja Linge dan permaisurinya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kabar tentang gajah putih yang sakti itu sampai di telinga Raja Aceh Darussalam. Raja Aceh sangat tertarik, dan meminta agar Gajah Putih itu di berikan kepada Kerajaan Aceh Darussalam. Walaupun berat, akhirnya Raja Linge menyerahkan gajah putih itu kepada Raja Aceh, sejak saat itu gajah putih itu dipelihara oleh Raja Aceh sebagai binatang kesayangan Kerajaan Darussalam.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Saat ini nama Bener Meriah dijadikan sebagai nama sebuah Kabupaten di Serambi mekah, setelah memisahkan diri dari Kabupaten Aceh Tengah. Gajah Putih atau Gajah Puteh di jadikan simbol Ksatria Kodam I Iskandar Muda Nanggroe Aceh Darussalam (sebelum dipindahkan ke sumatra utara bergabung dengan Kodam I Bukit Barisan). Sikap Bener Menriah dalm menjaga dan membela kehormatan diri dan keluarganya dilambangkan dengan Ponok (Badik) yang terselip di pinggang mepelai Pria.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Legenda Gajah Putih juga dipercaya sebagai awal mula terciptanya Tari Tradisional Guel yang hanya boleh ditarikan oleh laki-laki serta didampingi oleh guru rejee, gajah hitam, tujuh orang wanita penari utama, delapan wanita penari pengiring, dan seorang penari pria sebagai simbol Sengeda. Kerajaan Linge pernah berdiri di tanah gayo. Tapak dan bekas kerajaan tersebut masih bisa di temukan di Daerah Linge.</span></div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline"><span style="background-color: white; font-size: small;">TARI GUEL, Simbolisasi Legenda Sengeda dan Gajah Putih</span></span></h2>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Seni secara harfiah diartikan sebagai suatu keindahan. Sebuah karya seni mengandung rasa keindahan dan memberikan kepuasan batin bagi para penikmatnya. Oleh sebab itu apapun yang menimbulkan pesona keindahan dan rasa kepuasan batin dianggap sebagai suatu karya seni.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Perasaan akan keindahan merupakan kebutuhan setiap manusia. Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari, untuk memenuhi kepuasan batin akan keindahan manusia memerlukan karya seni. Dalam pemenuhan kebutuhan akan rasa keindahan tersebut manusia menciptakan sebuah karya seni yang disusun berdasarkan pemikiran-pemikirannya sehingga menjadi suatu karya seni yang indah, yang menimbulkan kesenangan untuk dinikmati.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam menciptakan suatu karya seni, seringkali seorang seniman dipengaruhi oleh berbagai latar belakang baik lingkungan budaya maupun lingkungan fisik. Maka, karya seni yang diciptakan oleh suatu masyarakat tidak akan sama dengan masyarakat lain, walaupun akan dijumpai kemiripan. Karya seni yang dihasilkan oelh masyarakat pesisir pantai tidak akan sama dengan karya seni yang diciptakan oleh masyarakat pegunungan atau pedalaman. Masyarakat pesisir akan menciptakan karya seni yang diambil dari kehidupan sehari-hari. Menangkap ikan, gemuruh ombak,pasir laut menjadi insipirasi mereka. Dari inspirasi tersebut terciptalah nyanyian yang bertempo cepat, tarian dengan ritme yang bergelombang.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Berbeda halnya dengan masyarakat pegunungan atau pedalaman yang dalam kehidupan sehari-harinya bergelut dengan suasana sepi, ritme kehidupan yang lamban, mereka menciptakan karya seni yang mengambil inspirasi dari gesekan dedaunan, gerakan hewan, suara binatang dan sebaginya. Karya seni yang terciptapun memiliki ciri yang khas yakni, memiliki ritme yang lamban, menirukan gerak dan suara binatang.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Tari Guel seringkali dipentaskan oleh masyarakat Dataran tinggi Gayo pada waktu pesta perkawinan. Mereka masih mengambil spirit pertalian sejarah dengan bahasa dan tari yang indah dalam Tari Guel.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<b style="background-color: white;">Legenda Sengeda dan Gajah Putih</b></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada masa lalu di dataran tinggi Gayo tinggal dua orang kakak beradik yakni, Sengeda dan Bener Meriah bersama ibu mereka. Suatu hari kedua kakak beradik itu menanyakan kepada ibunya siapakah keluarga mereka sebenarnya. Diterangkanlah oleh ibu mereka bahwa ayah mereka bernama Raja Lingga ke XIII, raja yang berkuasa di negeri Lingga. Sedangkan dari pihak ibu mereka adalah keluarga Sultan Malaka. Raja Lingga yang sekarang berkuasa adalah Abang kandung seayah dengan mereka. Sehabis menceritakan asal usul keluarga mereka sang ibu menyerahkan dua pusaka peninggalan almarhun ayahnya Raja Lingga XIII berupa sebilah pedang dan sebentuk cincin permata yang dalam dua benda pusaka tersebut terdapat tulisan yang bertuliskan bahwa kedua benda tersebut milik Raja Lingga yang diwariskan secara turun temurun pada keturunannya. Mendengar cerita tersebut keduanya sepakat untuk pergi ke Lingga untuk menemui Abang dan para kerabatnya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Setelah mendapat izin dari ibunya, keduanya berangkat menuju Lingga. Sesampainya di sana dengan diantar oleh penguasa setempat, keduanya menghadap Raja Lingga XIV dengan hati penuh suka cita. Di halaman Umah Tujuh Ruang tempat Raja Lingga XIV bertahta mereka sangat terkagum-kagum akan keindahan tempat tersebut. Sesampainya di dalam Umah Tujuh Ruang mereka takjup akan keindahan dan kemewahan tempat tersebut. Mereka kagum akan kebesaran saudara mereka sebagai Raja Lingga XIV. Dihadapan raja dan para pembesar Kerajaan Lingga lainnya, mereka menceritakan maksud kedatangan mereka yang ingin bertemu dengan saudaranya dan juga para kerabat yang lain. Diceritakan pula bahwa mereka adalah anak dari Raja Lingga XIII dan juga keturunan keluarga Sultan Malaka. Tidak lupa mereka memperlihatkan pusaka pemberian ibu mereka kepada para hadirin sebagai bukti bahwa mereka keturunan Raja Lingga XIII.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mendengar pengakuan dari kedua kakak beradik tersebut seluruh hadirin terharu dan merasa bersyukur bahwa keluarga mereka telah kembali. Namun dalam beberapa saat mereka terkejut akan ucapan Raja yang menuduh mereka berbohong. Menurut raja mereka bukanlah keluarga Raja Lingga XIII. Pusaka yang mereka miliki memang benar milik Raja Lingga XIII, tetapi pusaka tersebut telah dicuri oleh seseorang setelah membunuh Raja Lingga XIII. Dengan demikian kedua kakak beradik tersebut adalah pembunuh Raja Lingga XIII.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mendengar tuduhan tersebut tentunya kedua kakak beradik terkejut bukan kepalang. Mereka sangat sedih bahwa mereka dituduh membunuh Ayah mereka. Atas dasar itu, raja pun memutuskan hukuman pada keduanya berupa hukuman mati. Mendengar titah raja yang demikian seluruh hadirin sangat terkejut. Para pembesar kerajaan berusaha meluruskan permasalahan dan meyakinkan raja bahwa kedua kakak beradik tersebut memang benar-benar anak Raja Lingga XIII. Dengan segala cara para hadirin yang terdiri dari para pembesar kerajaan dan kerabat istana membujuk raja untuk merubah keputusan, namun hati baginda raja telah membantu dan tetap memerintahkan kakak beradik tersebut untuk dihukum mati.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Untuk melaksanakan hukuman mati tersebut baginda raja memerintahkan seorang algojo untuk memancung Bener Meriah. Sedangkan Cik Serule salah seorang pembesar kerajaan ditugasi untuk memancung Sengeda. Atas perintah tersebut algojo yang berhati bengis ini langsung menyeret Bener Meriah dari Umah Tujuh Ruang untuk dipancung ditengah lapangan. Dalam sekejap akhirnya Bener Meriah merenggangkan nyawanya di tanggan algojo. Pakaian Bener meriah yang berlumuran darah dibawa algojo dan diserahkan pada raja sebagai bukti Bener meriah telah mati.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sedangkan Sengeda dibawa Cik Serule ke suatu tempat untuk dibunuh. Dalam perjalanan ke tempat tersebut hati Sengeda hancur lebur menyaksikan kepergian saudaranya Bener meriah di tangan algojo atas perintah raja yang tamak. Sengeda telah pasrah dibawa kemanapun oleh Cik Serule.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Tanpa diduga sebelumnya oleh Sengeda, ternyata Cik Serule tidak membunuh Sengeda bahkan menyembunyikan Sengeda di suatu tempat tersembunyi. Untuk membuktikan bahwa perintah dari baginda Raja Lingga XIV telah dilaksanakan, Cik Serule meminta pakaian yang dikenakan Sengeda dan melumuri pakaian tersebut dengan darah binatang. Cik Serule memerintahkan Sengeda untuk tidak pergi meninggalkan tempat persembunyaian sampai beliau datang menjemputnya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Setelah merasa aman, Cik Serule keluar dari tempat persembunyian dengan membawa pakaian Sengeda yang telah berlumuran darah. Di tengah perjalanan menuju Umah Tujuh Ruang, Cik Serule bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang memprotes keputusan raja namun tidak berani membantahnya. Sesampainya di Umah tujuh Ruang tempat berdiamnya raja, Cik Serule menyerahkan pakaian Sengeda yang telah berlumuran darah sebagai bukti bahwa tugas membunuh Sengeda telah dilaksanakan. Melihat bukti tersebut Raja Lingga XIV merasa gembira, beliau yang hatinya penuh diliputi rasa iri dan dengki merasa puas musuhnya telah tiada.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Seusai menghadap raja, Cik Serule memohon izin untuk kembali ke rumahnya. Sebelum sampai ke rumahnya Cik Serule mampir ke tempat persembunyian Sengeda dengan membawa bahan-bahan kebutuhan hidup. Cik Serule berpesan kembali kepada Sengeda bahwa Sengeda harus tetap bersembunyi di tempat tersebut sampai dirinya kembali.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Di tempat persembunyian Sengeda hidup seorang diri. Berbagai aktivitas ia lakukan untuk mengusir kesepian. Namun, setelah cukup lama bersembunyi kesepian tetap menerpa Sengeda apalagi jika ia mengingat peristiwa kematian saudaranya Bener meriah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ketika kesepian itu tidak dapat terbendung lagi, Sengeda berniat meninggalkan tempat persembunyian, namun sebelum sampai niatnya itu terlaksana, Cik Serule tiba mengunjungi Sengeda di tempat persembunyian. Tanpa diduga oleh Sengeda sebelumnya, ternyata Cik Serule telah mempunyai rencana untuk dirinya. Cik Serule menyuruhnya untuk tinggal di kediaman Cik Serule. Selama tinggal di rumah Cik Serule Sengeda mengerjakan tugas menjaga kebun dan ternak milik Cik Serule. Selama mengerjakan tugasnya Sengeda bekerja sangat rajin. Melihat kerajinan dan kepatuhan Sengeda, Cik Serule merasa sayang dengannya. Oleh sebab itu Sengeda telah dianggap anak oleh Cik Serule.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Suatu hari dalam tidurnya Sengeda bertemu dengan saudaranya Bener meriah. Dalam mimpi tersebut Bener meriah memberi petunjuk agar Sengeda meminta izin pada Cik Serule untuk ikut mengiringi Cik Serule ke ibukota Kerajaan Aceh Darussalam. Sebagai bekal ke ibukota kerajaan Aceh Darussalam, Sengeda diperintahkan membawa sebilah pisau kecil yang sangat tajam dan sebilah upih betung yang terbagus dan terlebar.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sesampai di ibukota Sengeda diharuskan mencari jalan agar dia dapat diizinkan memasuk ke dalam keraton Darul dunia. Pada hari persidangan Sengeda diperintahkan untuk duduk di Balai Gading (balai tempat istirahat raja-raja). Dalam mimpinya tersebut Bener meriah memerintahkan Sengeda melukis seekor gajah di upih betung dengan pisau kecil yang telah dibawa. Setelah selesai mainkanlah lukisan tersebut niscaya akan datang seorang putri menghampiri diri mu. Jika putri tersebut bertanya ukiran apakah itu, jawablah itu merupakan lukisan gajah putih yang cantik rupawan dan kuat. Jika ditanya keberadaan gajah putih tersebut jawablah berada di negeri Lingga dan jika Sultan bersedia menyuruhmu menangkap gajah putih tersebut, kamu sanggup melaksanakannya. Jangan takut aku akan selalu membantu mu. Demikianlah ucapan Bener meriah dalam mimpi Sengeda.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Terjaga dari mimpi tersebut, Sengeda berpikir dengan keras. Dia sadar bahwa apabila melaksanakan amanat Bener meriah dalam mimpinya itu, jika ketahuan maka nyawa Sengeda menjadi taruhannya. Selain itu juga keselamatan Cik Serule juga ikut terancam. Namun setelah mempertimbangkan masak-masak dan berdoa pada Allah s.w.t, Sengeda berteguh hati melaksanakan amanat Bener meriah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada suatu hari terdengar rencana Cik Serule ke ibu kota kerajaan Aceh Darussalam sebagai utusan Raja Lingga menghadiri sidang tahunan. Mendengar rencana tersebut Sengeda teringat akan mimpinya, menghadaplah Sengeda pada Cik Surele dan memohon untuk diajak serta dalam rombongan Cik Serule ke ibukota kerajaan Aceh Darussalam. Mendengar permohonan tersebut Cik Serule mengabulkannya. Maka berangkatlah Sengeda beserta rombongan Cik Serule ke ibu kota kerajaan Aceh Darussalam.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ketika telah berada di ibu kota kerajaan Aceh Darussalam, Sengeda berusaha mencari kesempatan untuk dapat masuk ke dalam keraton Darul Dunia. Ketika seluruh pembesar kerajaan Aceh Darussalam beserta utusan raja-raja taklukan sedang melaksanakan sidang, Sengeda berhasil masuk ke dalam keraton Darul dunia dan menuju Balai gading. Sesampai di sana ia memainkan lukisan gajah yang telah ia lukis di atas upih bambu yang telah ia persiapkan dari rumah. Pada saat memainkan lukisan tersebut, Sengeda kagum, karena pantulan cahaya matahari yang mengenai lukisan tersebut dan memantul kembali ke tembok keraton membuat lukisan gajah tersebut menjadi sangat indah. Sesuai dengan mimpinya, tidak berapa lama datanglah seorang putri yang ternyata salah seorang putri Sultan Aceh. Sang putri menanyakan gambar tersebut pada Sengeda. Diceritakan oleh Sengeda tentang gajah putih sesuai dengan petunjuk Bener meriah dalam mimpinya. Mendengar cerita Sengeda, hati Sang putri terpikat dan memohon pada ayahnya Sultan Aceh Darussalam untuk memerintahkan Cik Serule membawakan gajah putih.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mendengar permintaan putrinya, Sultan Aceh memerintahkan Cik Serule untuk menangkap gajah putih yang dimaksud. Mendengar permintaan Sultan Aceh, Cik Serule bingung bukan kepalang karena dia tidak mengetahui pengetahuan sama sekali tentang gajah putih yang dimaksud. Mengetahui hal itu Sengeda menceritakan seluruh mimpinya pada Cik Serule dan menenangkan hati Cik Serule dengan menyatakan kesanggupannya untuk menangkap Gajah putih dan mempersembahkannya pada Sultan Aceh.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Setiba di Lingga, Cik Serule melaporkan perintah Sultan Aceh pada Raja Lingga XIV. Kemudian Raja Lingga XIV memerintahkan pada seluruh rakyat untuk membantu Cik Serule menangkap gajah putih.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Untuk menangkap gajah putih di rimba Gayo, Sengeda memohon pada Cik Serule mengadakan kenduri sekedarnya dan berdoa di makam saudaranya Bener meriah. Selain itu juga Sengeda meminta pada penduduk kampung yang akan ikut menangkap gajah putih untuk membawa berbagai macam alat musik untuk dimainkan setelah berdoa di makan Bener meriah. Mendengar permintaan Sengeda, hati Cik Serule merasa bingung tidak mengerti apa hubungan menangkap gajah putih dengan berdoa di makam Bener meriah. Namun karena keyakinannya terhadap Sengeda, Cik serule mengabulkannya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada hari yang telah ditentukan berangkatlah Sengeda bersama Cik serule dan rombongan menuju makam Bener meriah dengan membawa bahan makanan untuk kenduri serta tidak lupa membawa alat-alat kesenian.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sesampainya di makam Bener meriah mereka berdoa pada Allah s.w.t agar niat mereka dapat terlaksana dengan baik. Selesai berdoa mereka pun melaksanakan kenduri sambil memainkan alat-alat kesenian yang telah mereka persiapkan. Di saat bersamaan, Sengeda memerintahkan beberapa orang yang tidak membawa alat musik untuk menari. Dengan alunan sedih, Sengeda menyanyikan lagu yang menceritakan kesedihannya ditinggal saudara kandungnya Bener meriah. Tari, syair lagu dan alunan musik yang sedih tersebut membentuk suatu rangkaian yang sampai saat ini dikenal sebagai “Tari Guel”.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ketika mereka sedang asik menari dan memainkan musik, tiba dari arah rumpun bambu muncul seekor gajah putih yang besar dan cantik. Melihat hal itu Sengeda memerintahkan para penduduk untuk terus memainkan tarian tersebut dengan hati yang ikhlas. Mendengar suara alunan musik dan gerak tari yang ritmis tersebut gajah putih bagaikan tersihir. Sengeda dengan didampingi Cik serule menghampiri gajah putih yang telah jinak tersebut untuk menangkap dan mengikatnya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Keberhasilan Sengeda dan Cik serule menangkap gajah putih membuat hati Raja Lingga XIV berbunga-bunga membayangkan hadiah yang akan ia terima. Tanpa menunggu lama raja memerintahkan Sengeda dan Cik Serule untuk mendampinginya mengantar gajah putih tersebut ke ibukota kerajaan Aceh Darussalam untuk dipersembahkan pada Sultan Aceh. Selama dalam perjalanan sekali-kali Cik Serule menepung tawari gajah putih tersebut agar tetap jinak.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Singkat cerita sampailah rombongan ke hadapan Sultan Aceh. Melihat gajah putihyang diinginkannya putri sultan merasa gembira hatinya. Atas keberhasilan tersebut sultan memberikan hadiah dalam upacara kebesaran. Sebelum acara penyerahan hadiah dilaksanakan, Raja Lingga XIV menghampiri gajah putih untuk memamerkan pada seluruh negeri bahwa dia telah berhasil menangkap gajah putih. Tanpa diduga, gajah putih tersebut mengamuk dan menyemprotkan Raja Lingga dengan air lumpur. Untung saja kejadian tersebut cepat diketahui oleh Sengeda dan Cik serule sehingga raja lingga dapat diselamatkan dari amukan gajah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada hari pemeberian hadiah, Sultan Aceh yang bijaksana sangat tertarik akan kisah Sengeda yang telah berhasil menangkap gajah putih. Maka ditanya pula asal usul Sengeda. Memenuhi permintaan Sultan, Sengeda dengan didampingi Cik Serule dan Raja Lingga XIV menceritakan dengan sebenarnya asal usul Sengeda dan tidak lupa diceritakan pula peristiwa kematian saudara kandungnya Bener Meriah. Untuk memperkuat cerita Sengeda, sultan memerintahkan untuk menghadirkan ibu Sengeda. Setibanya di ruang sidang, ibu Sengeda menceritakan kembali asal-usul Sengeda. Mendengar cerita Sengeda dan ibunya, murka lah baginda pada Raja Lingga XIV yang begitu bengis telah memerintahkan algojo untuk membunuh saudara sendiri. Atas perbuatannya tersebut sultan memutuskan menghukum mati Raja Lingga XIV.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Demikianlah legenda Sengeda dan Gajah putih. Dari legenda inilah tari guel berasal. Begitulah sejarah dari cerita rakyat di Gayo, walaupun kebenaran secara ilmiah tidak bisa dibuktikan, namun kemudian Tari Guel dalam perkembangannya tetap mereka ulang cerita unik Sengeda, Gajah Putih dan sang Putri Sultan. Inilah yang kemudian dikenal temali sejarah yang menghubungkan kerajaan Linge dengan Kerajaan Aceh Darussalam begitu dekat dan bersahaja.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa tari guel tidak bisa terlepas dari legenda Sengeda dan gajah putih. Berbagai simbolisasi yang mewakili legenda tersebut terdapat pada tari guel. Bahkan dapat dikatakan bahwa tari guel merupakan reinkarnasi dari legenda tersebut.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Tari Guel dibagi dalam empat babakan baku. Terdiri dari babak Mu natap, Babak II Dep, Babak III Ketibung, Babak IV Cincang Nangka. Ragam Gerak atau gerak dasar adalah Salam Semah (Munatap ), Kepur Nunguk, Sining Lintah, Semer Kaleng (Sengker Kalang), Dah-Papan.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sementara jumlah para penari dalam perkembangannya terdiri dari kelompok pria dan wanita berkisar antara 8-10 ( Wanita ), 2-4 ( Pria ). Jumlah penabuh biasanya minimal 4 orang yang menabuh Canang, Gong, Rebana, dan Memong.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Penari pria dalam setiap penampilannya menjadi primadona dan merupakan simbol yang mewakili tokoh-tokoh dalam legenda tersebut. Sengeda kemudian diperankan oleh Guru Didong yakni penari yang mengajak Beyi (Aman Manya ) atau Linto Baroe untuk bangun dari tempat persandingan (Pelaminan). Sedangkan Gajah Putih diperankan oleh Linto Baroe (Pengantin Laki-laki). Pengulu Mungkur, Pengulu Bedak diperankan oleh kaum ibu yang menaburkan breuh padee (beras padi) atau dikenal dengan bertih.</span></div>
<span style="background-color: white;"><a href="https://www.blogger.com/null" name="asal_mula_legenda_Gajah_Puteh" style="background-image: none; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="TARI_GUEL.2C_Simbolisasi_Legenda_Sengeda_dan_Gajah_Putih" style="background-image: none; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"></a><br /></span>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Tari Guel memang unik, tari tersebut mengandung unsur dan karakter perpaduan unsur keras lembut dan bersahaja. Bila para pemain benar-benar mengusai tarian ini, terutama peran Sengeda dan Gajah Putih maka bagi penonton akan merasakan ketakjuban luar biasa. Seolah-olah terjadinya pertarungaan dan upaya mempengaruhi antara Sengeda dan Gajah Putih. Upaya untuk menundukkan jelas terlihat, hingga kipasan kain kerawang Gayo di Punggung Penari seakan mengandung kekuatan yang luar biasa sepanjang tarian. Guel dari babakan ke babakan lainnya hingga usai selalu menawarkan uluran tangan seperti tarian sepasang kekasih ditengah kegundahan orang tuanya. Tidak ada yang menang dan kalah dalam tari ini, karena persembahan dan pertautan gerak dan tatapan mata adalah perlambang Cinta.</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-48804977712660000872014-03-21T22:05:00.003+07:002015-05-02T16:06:56.599+07:00Hukoem<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTdtMRQ2RPkbOheMD20JFoqZgBJCe9AwBELlz6Yi39vwc7R2OeWEs8LH6PqEzx0xR-QBBRb_zJ4LKIL5HTENk-gNXwIsYdf3LzpxP2HFMkXJy2hv9FGflgBZRCM0xABKsIvL8MwNz7n50/s1600/download+(4).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTdtMRQ2RPkbOheMD20JFoqZgBJCe9AwBELlz6Yi39vwc7R2OeWEs8LH6PqEzx0xR-QBBRb_zJ4LKIL5HTENk-gNXwIsYdf3LzpxP2HFMkXJy2hv9FGflgBZRCM0xABKsIvL8MwNz7n50/s1600/download+(4).jpg" height="200" width="198" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Cap Sikureung</span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<i><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></i></div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<i><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Adat bak poteumereuhoem</span></i></div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<i><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Hukom bak syiah kuala</span></i></div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<i><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Kanun bak Putroe Phang</span></i></div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<i><span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Reusam bak laksamana</span></i></div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i>Adat</i> ada pada raja (Poteumereuhoem)</span></div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i>Hukum</i> ada pada Ulama (Teungku Syiah Kuala)</span></div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i>Qanun</i> ada pada isteri raja (Putroe Phang)</span></div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><i>Reusam</i> ada pada Laksamana (Malahayati)</span></div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<h3 style="background-image: none; border-bottom-style: none; font-size: 17px; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.3em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Ulasan</span></h3>
<span style="background-color: white;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><a href="https://www.blogger.com/null" name="Ulasan" style="background-image: none; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"></a><br /></span>
</span><br />
<div style="font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white; font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">ketentuan seperti terungkap di atas di buat pada masa Aceh di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Beliau sendiri di beri lakab dengan nama Poeteumeureuhoem, yang berarti yang dimuliakan oleh Allah. tata aturan di atas, untuk masa sekarang ingin terus di lestarikan dan di sandingkan dengan hukum yang berlaku pada saat ini. Dari tatanan hukum tempo dulu, ingin di ambil yang baik-baik untuk dijadikan pegangan dalam mengarungi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang berbudaya dan Islami.</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-89971239700714908632014-03-21T22:01:00.001+07:002015-05-02T16:07:12.116+07:00Cicem Siwah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcWjZWGN7sWr1psWETZXHlRkw_BNQxbo40MgF4MPAndGP3W_TQUMfI-POWJggbkNNU-IoxazHDnK-BCOtZtMJNL7ZukDYeA8I3frSBVheMA6ZWkm8oYAS0rWqUebca93M5OBOfO6JkT8U/s1600/download+(3).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="background-color: white; color: black;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcWjZWGN7sWr1psWETZXHlRkw_BNQxbo40MgF4MPAndGP3W_TQUMfI-POWJggbkNNU-IoxazHDnK-BCOtZtMJNL7ZukDYeA8I3frSBVheMA6ZWkm8oYAS0rWqUebca93M5OBOfO6JkT8U/s1600/download+(3).jpg" height="200" width="200" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="background-color: white;">Ilustrasi</span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Uek keubeu uek</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">keubeu matee lam seunamuek</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pakoen matee ikah hai keubeue</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Hana soe rabee iloen hai po</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pakeun han karabee ikahi hai aneuk miet ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">saket pruet iloen hai po</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pakon saket ikah hai pruet ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Bu meuntah iloen hai po</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pakeun meuntah ikah hai bu ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kaye basah i loen hai po</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pakoen basah ikah hai kaye ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ujeun rhah ilon hai po</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pakoen ka toh ikah hai ujeun ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Cangguek lakee, ilon hai po</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pakoen kalakee ikah hai cangguek ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Uleue coh iloen hai po</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pakoen ka coh ikah hai uleue ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Manoek bathuk ilon hai po</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pakeun ka bathuek ikah hai manoek ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kleueung tak ilon hai po</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pakon ka tak ikah hai kleueng ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Siwah tak ilon hai po</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pakon ka tak ikah hai siwah ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Galak-galak kutak sigoe.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">"Uek" kerbau menguak</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kerbau mati di pengembalaan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mengapa mati engkau wahai kerbau ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">tak ada yang mengembala daku hai tuan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mengapa tidak kau gembala wahai sang anak ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sakit perut daku hai tuan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mengapa sakit wahai perut ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Nasi mentah daku hai tuan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mengaoa mentah kau wahai nasi ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kayu basah daku wahai tuan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mengapa basah kau wahai kayu ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Diguyur hujan daku hai tuan.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mengapa turun engkau hai hujan ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Katak yang minta wahai tuan.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mengapa kau minta wahai katak ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ular patuk daku hai tuan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mengapa kau patuk wahai ular ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ayam patuk daku hai tuan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mengapa kau patuk wahai ayam ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Elang yang sambar daku hai tuan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mengapa kau sambar wahai elang ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Siwah yang tetak daku hai tuan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Mengapa engkau tetak wahai siwah ?</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Suka-suka aku, kutetak sekali.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<h3 style="background-image: none; border-bottom-style: none; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 17px; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.3em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" style="background-color: white;">Ulasan</span></h3>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam suatu tatanan hidup, banyak komponen masyarakat yang mengemban tugas masing-masing. Lebih-lebih dalam suatu organisasi, masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab menurut bidangnya. Namun, kalau terdapat suatu kegagalan dalam suatu misi, masing-masing komponen melepas diri dari tanggung jawab. Ada yang memberi alasan yang masuk akal, dan ada pula yang tidak. Bahkan ada yang arogan, sok kuasa. Inilah yang dilakoni oleh burung siwah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Siwah adalah sejenis burung yang suka memangsa anak ayam, sama kelakukannya dengan burung elang. Tetapi ia mampu mengalahkan elang dengan sambaran-sambarannya. Karena itu ia dapat bertindak sesuka hatinya. Ini terbukti dari perkataannya bila di tanya mengapa ia menyambar anak ayam. Ia hanya menjawab sekenanya saja: suka-suka aku, aku sambar sekali. Inilah arogansi atau sewenang-wenang "penguasa" atas makhluk lainnya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dibalik itu, dari cerita di atas, pihak-pihak yang di beri tanggung jawab untuk mengembala kerbau, mulai dari sang anak, perut, nasi kayu, hujan, kodok, ular dan ayam juga memberi alasan sekenanya saja. Tanggung jawab atas suatu kegagalan hanya di limpahkan kepada "penguasa" yaitu siwah.</span></div>
<span style="background-color: white;"><a href="https://www.blogger.com/null" name="Ulasan" style="background-image: none; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"></a><br /></span>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Keadaan ini banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari yang harus dicermati dan ditanggulangi.</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-51378907613567094622014-03-21T21:48:00.000+07:002015-05-02T13:19:36.611+07:00Pembagian Waktu & Nama Bulan Dalam Bahasa Aceh<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_a9puTBMAIZYJUR5D_BumAOdXWnlyPrfdNKVEva_Tp0KkpUFYGa2WhlSR5e7q-LjZlA14Y5Op0HXPXAZM9WS2cFdpgPSp15e_YnahQ_SS8nKyyrEzKRMql_ZGoZFP2fKtSZbly9fm4P8/s1600/download+(2).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="background-color: white; color: black;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_a9puTBMAIZYJUR5D_BumAOdXWnlyPrfdNKVEva_Tp0KkpUFYGa2WhlSR5e7q-LjZlA14Y5Op0HXPXAZM9WS2cFdpgPSp15e_YnahQ_SS8nKyyrEzKRMql_ZGoZFP2fKtSZbly9fm4P8/s1600/download+(2).jpg" height="198" width="320" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="background-color: white;">Ilustrasi</span></td></tr>
</tbody></table>
<h1 class="firstHeading" style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 1.2em; margin: 0px 0px 0.1em; padding-bottom: 0px; padding-top: 0.5em;">
<span style="background-color: white; font-size: small; line-height: 1.2em;">Pembagian Waktu Dalam Bahasa Aceh</span></h1>
<div id="bodyContent" style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif;">
<div id="contentSub" style="font-size: 11px; line-height: 1.2em; margin: 0px 0px 1.4em 1em; width: auto;">
</div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Berikut ini adalah beberapa penunjuk waktu dalam bahasa <a href="http://acehpedia.org/Aceh" style="background-image: none; text-decoration: none;" title="Aceh">Aceh</a> yang lazim digunakan oleh masyarakat Aceh. Nama-nama waktu tersebut sering diambil dari pembagian waktu menurut agama yakni beberapa waktu (Aceh: <i>wa'tee</i> atau <i>watee</i>) atau jangka waktu untuk sembahyang wajib, sedangkan lain diambil sebagai dasar kegiatan sehari-hari, waktu makan dan lain-lain sebagainya.</span></div>
<ol style="font-size: 13px; line-height: 1.5em; list-style-image: none; margin: 0.3em 0px 0px 3.2em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Ban beukah mata uroe</i> (dengan terbitnya matahari), kira-kira pukul 6 pagi.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Sigalah uroe</i> (matahari tinggi segalah, yakni segalah dipakai untuk mendorong perahu), kira-kira pukul 7.00 - 7.30.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Wate</i> atau <i>wa'tee bu</i> ("waktu nasi", yakni waktu makan), kira-kira pukul 9.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Ploih meuneu'ue</i> (melepaskan bajak yakni waktu pembajak dan kerbaunya beristirahat sesudah makan pagi), kita-kita pukul 10.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Peuna cot</i> (matahari mendekat puncak) kira-kira pukul 11.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Cot</i> (puncak) kira-kira pukul 12 siang.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Reubah cot</i> (jatuh dari puncak) atau <i>leuho</i> (lafal Aceh untuk waktu bahasa Arab <i>zuhr</i>, tengah hari) kira-kira pukul 12.30.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Peuteungahan leuho</i> (pertengahan waktu untuk sembahyang wajib tengah hari) kira-kira pukul 13.30 - 14.00.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Akhe leuho</i> (bagian akhir waktu yang disebut di atas) kira-kira pukul 15.00.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Asa</i> (awal waktu untuk sahalat sore atau ashar) kira-kira pukul 15.30.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Peuteungehan asa</i> (pertengahan waktu di atas) kira-kira pukul 16.30 - 17.00.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Akhe asa</i> (bagian akhir waktu di atas) kira-kira pukul 17.30.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Mugreb</i> (matahari terbenam) kira-kira pukul 18.00.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Isya</i> (malam, khusus awal malam dalam bahasa Arab '<i>isya</i>) kira-kira pukul 19.30.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Teungoh malam</i> (tengah malam) kira setelah Isya.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Suloih yang akhe</i> (sepertiga terakhir dari malam) kira-kira pukul 01.30 - 04.30.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Kukue' mano' siseun</i> (ayam jantan berkokok sekali) kira-kira pukul 03.00.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Kukue' mano' rame</i> (ayam jantan berkokok terus) kira-kira pukul 4.00 - 4.30.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><i>Mureh</i> (garis fajar di ufuk) atau <i>suboh</i> (Arab: <i>subh</i> = pagi) atau <i>paja</i> (Arab: <i>fajr</i> = dini hari) mejelang pukul 05.00.</span></li>
</ol>
<div>
<h1 class="firstHeading" style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-weight: normal; line-height: 1.2em; margin: 0px 0px 0.1em; padding-bottom: 0px; padding-top: 0.5em;">
<span style="background-color: white; font-size: small;">Nama Bulan dalam Bahasa Aceh</span></h1>
<div id="bodyContent" style="line-height: 19.20240020751953px;">
<div id="contentSub" style="font-size: 11px; line-height: 1.2em; margin: 0px 0px 1.4em 1em; width: auto;">
</div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sebagian besar masyarakat <a href="http://acehpedia.org/Aceh" style="background-image: none; text-decoration: none;" title="Aceh">Aceh</a>, dalam menentukan penanggalan untuk bulan-bulan hampir sama dengan yang dipakai oleh orang Melayu dan orang Islam lainnya. Tahun yang dipakai adalah tahun kamariah yang lamanya sekitar 254 hari. Tahun yang sama dengan bulannya dipakai pula dalam kehidupan sehari-sehari dengan nama yang bisa dipakai dalam bahasa Arab.</span></div>
<div style="font-size: 13px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sebagian besar nama yang dipakai adalah nama dalam bahasa Arab yang diucapkan dalam lafal Aceh dan umumnya sudah dikenal oleh kalangan terpelajar. Berikut ini merupakan ikhtisar nama-nama bulan dalam bahasa Arab dengan lafal dalam bahasa Aceh:</span></div>
<ol style="font-size: 13px; line-height: 1.5em; list-style-image: none; margin: 0.3em 0px 0px 3.2em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Muharram</b> (bahasa Arab), <i>Asan-usen</i> (bahasa Aceh) untuk memperingati Hasan dan Husain pada tanggal 10 Muharram.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Safar</b> (bahasa Arab), <i>Sapha</i> (bahasa Aceh)</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Rabi'al al-awwal</b> (bahasa Arab), <i>Mulot</i> (bahasa Aceh) dari Maulid, memperingati hari lahir Nabi Muhammad, jarang disebut <i>Rabi'oy away</i>.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Rabi'al al-akhir</b> (bahasa Arab), <i>Adoe Mulot</i> (bahasa Aceh) adik lelaki Mulot, sebab peringatan hari lahir Nabi juga pada bulan itu, jarang disebut <i>Rabi'oy akhe</i>.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Jumada al-awwal</b> (bahasa Arab), <i>Mulot seuneulheueh</i> (bahasa Aceh) akhir Mulot sebab bulan ini masih dipakai untuk memperingati lahirnya Muhammad. Wanita sebagai pemeliharan segala yang kuno di Aceh, menyebut juga bulan ini Madika phon berarti "yang pertama bebas" : asal usulnya tidak jelas, jarang disebut <i>Jamado away</i>.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Jumada al-akhir</b> (bahasa Arab), <i>Kanduri boh kayee</i> (bahasa Aceh) yakni kenduri buah-buahan secara keagamaan. Jarang disebut <i>Jamado akhe</i>.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Rajab</b> (bahasa Arab), <i>Kanduri apam</i> (bahasa Aceh) yakni kenduri kue apam, jarang disebut Rajab atau Ra'jab.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Sya'ban</b> (bahasa Arab), <i>Kanduri boe</i> (bahasa Aceh) yakni kenduri nasi, jarang disebut <i>Syakban</i> atau <i>Sakban</i>.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Ramadhan</b> (bahasa Arab), Puasa (bahasa Aceh)</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Syawwal</b> (bahasa Arab), <i>Uroe raya</i> (bahasa Aceh) bulan perayaan atau <i>Syaway</i>.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Zu 'a;-qa'dah</b> (bahasa Arab), <i>Meu'apet</i> (bahasa Aceh) yakni terjepit, terkurung seperti dalam bahasa Melayu, Jawa, Sunda: apit, hapit atau <i>Doy Ka'idah</i>.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;"><b>Zu 'al-hijjah</b> (bahasa Arab), <i>Haji</i> atau <i>Doy hijjah</i> (bahasa Aceh)</span></li>
</ol>
<div style="font-size: 13px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sedangkan untuk nama hari sendiri dalam lafal bahasa Aceh juga diambil dari bahasa Arab, seperti: <i>Aleuhat</i> (Ahad), <i>Seunanyan</i> (Senin), <i>Seulasa</i> (Selasa), <i>Arbe'a/Arbi'a</i> (Rabu), <i>Hameh</i> (Kamis),<i>Jeumeu'ah</i> (Jum'at), <i>Sabtu</i> (Sabtu).</span></div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-weight: normal; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline"><span style="font-size: x-small;"><i style="background-color: white;">Sumber :</i></span></span></h2>
<div style="font-size: 13px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><i>De Atjehers</i> Jilid I, Dr. C. Snouck Hurgronje, E.J. Brill, Leiden, 1893.</span></div>
</div>
</div>
</div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-8764977469151876182014-03-21T21:26:00.003+07:002015-05-05T16:53:02.641+07:00Arsitektur Bangunan Rumah Teuku Sabi Silang Di Blang Krueng, Aceh Darusallam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6mYqYU8cAZ_WM5pgWAFojlNhFKHdsnY4CUtzWOXbEStBk7Dx8n_uPgCDkfh80-Fu4bcy5cWM0izHHMdb6HNKC16aQMtaaD5eZBa2AHeTYhlRuTxFyDU_e2xU5IQki9Y7il4cu1aexO8s/s1600/Picture+007.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="background-color: white; color: black; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6mYqYU8cAZ_WM5pgWAFojlNhFKHdsnY4CUtzWOXbEStBk7Dx8n_uPgCDkfh80-Fu4bcy5cWM0izHHMdb6HNKC16aQMtaaD5eZBa2AHeTYhlRuTxFyDU_e2xU5IQki9Y7il4cu1aexO8s/s200/Picture+007.jpg" width="200" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="background-color: white; font-family: Times, Times New Roman, serif; font-size: xx-small;">Kondisi Rumah Teuku Sabi Silang Sesudah Tsunami</span></td></tr>
</tbody></table>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;">Sejarah Bangunan Rumah Aceh</span></h2>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Suku bangsa Aceh yang mendiami sebagian besar daerah Aceh masih memiliki bangunan tradisioial. Jenis-jenis bangunan tradisioial yang dimilikinya berdasarkan kegunaannya dapat dikelompokkan atas bangunan tempat tinggal, bangunan tempat ibadat, dan bangunan tempat menyimpan harta.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Rumah tempat tinggal bagi suku bangsa Aceh disebut rumoh (rumah). Rumoh Aceh adalah rumah yang terdiri atas tiga ruang, yaitu ruang depan yang disebut seuramoe reunyeuen atau seuramoe keue, Inilah bagian dari rumah khas Aceh, tempat tamu-tamu dipersilahkan, di tempat ini kenduri diadakan, yaitu upacara makan bersama yang sifatnya keagamaan; di tempat ini pulalah diadakan pembicaraan atau rapat-rapat keluarga. Ruang tengah yang disebut tungai,di sini mengandung beberapa makna yang terdapat di dalamnya. Mengapa ruang tengah (tungai) lebih tinggi daripada ruangan (serambi) depan dan belakang. Hal ini disebabkan pada ruangan tengah terdapat kamar yang ditempati oleh orang-orang yang lebih tua yang perlu dihormati, seperti ayah, ibu dan anak-anak perempuan yang sudah dikawinkan (bersuami) dalam keluarga rumah tangga tersebut dan ruang belakang yang disebut seuramoe likot, Seuramoe likot, tempat tinggal para wanita dan tempat mereka melakukan kesibukan sehari-hari. Pada hakekatnya dipakai sebagai ruangan keluarga dan sebagaimana kita lihat, seringkali juga sebagai dapur. (Hadjad et al., 1984:21).</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Letak ketiga ruang itu tidak sama rata, sebab ruang tengah lebih tinggi dari pada ruang depan dan ruang belakang. Rumoh Aceh, adalah merupakan bangunan di atas tiang-tiang bundar yang terbuat dari batang-batang kayu yang kuat. Tiang-tiang disebut tameh. Jumlah tiang ada yang 20 dan 24 buah yang besarnya lebih kurang 30 cm garis tengahnya. Tinggi bangunan sampai batas lantai lebih kurang dua setengah meter, sedangkan tinggi keseluruhan bangunan itu lebih kurang lima meter. (Hadjad et al., 1984:25; Hurgronje 1985:39)</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Bagian bangunan yang berada di bawah lantai merupakan kolong terbuka karena tidak diberi dinding. Bagian ruangan rumah yang berada di atas tiang-tiang terbagi atas tiga ruangan, yaitu (1) ruangan depan disebut seuramoe reunyeuen (serambi bertangga) atau seoramoe keue (serambi depan), (2) ruang tengah yang disebut tungai, dan (3) ruang belakang (serambi belakang) yang disebut seuramoe likot. Ruang tengah letaknya lebih tinggi setengah meter dari pada ruang depan dan ruang belakang. Keseluruhan ruangan berbentuk ruangan empat persegi panjang. (Hadjad et al., 1984:27-28)</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Pada bagian tengah dinding depan terdapat pintu masuk dan pada dinding samping kanan dan kiri terdapat jendela, sedangkan untuk naik ke atas rumah didirikan sebuah tangga dari kayu, Dengan letak pintu pada bagian depan berarti memasukkan orang-orang yang ke luar masuk rumah harus selalu merunduk, sebab kalau tidak merunduk pasti kepalanya akan terantuk dengan balok bara yang berada di atas pintu. Demikian pula halnya ketika orang akan menaiki tangga dan menuruni tangga, harus dalam keadaan murunduk. Itu sebabnya rumah Aceh dibuat tinggi-tinggi agar rumah yang tinggi itu memerlukan tangga. Atap rumah merupakan atap berabung satu yang memanjang dari samping kiri ke samping kanan dengan dua cucuran atap. Kedua cucuran atap berada pada bagian depan dan belakang rumah, sedangkan perabungannya berada di bagian atas ruang tengah. Di bawah rumah bagian depan terdapat balai tempat duduk-duduk, sedangkan pada salah satu sudut rumah terdapat lumbung padi, dan tempat menumbuk padi.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Rumoh Aceh adalah rumah yang didirikan di atas tiang-tiang sehingga bentuk rumoh Aceh dapat dilihat dari bagian bawah, bagian atas, dan bagian atap atau bagian kap. Bagian bawah berbentuk kolong rumah yang berada di bawah lantai. Kolong rumah itu berada dalam keadaan terbuka karena tidak diberi dinding, Para wanita juga menempatkan alat tenun di kolong rumah dan juga melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga di sana; inilah sebabnya, maka sebagian kolong rumah terkadang dipisahkan dari bagian yang lain dengan sejenis penyekat (pupalang). Apabila sedang pesta, sebagian dari para tamu undangan dapat juga diberi tempat duduk di sini sebagaimana para pria pelayat yang datang menyatakan ikut berduka cita pada waktu ada yang meninggal dunia, dipersilahkan duduk juga di kolong rumah. (Hurgronje 1985:43). Pada bagian depan kolong itu kadang-kadang terdapat balai (bale) tempat duduk-duduk, sedangkan pada bagian belakang terdapat kandang ayam atau itik. Namun, sekarang kandang ayam itu jarang ditempatkan pada kolong rumah. Tinggi lantai dari rumah lebih kurang 2,3 meter bagi lantai ruang depan dan ruang belakang, dan 2,8 meter bagi lantai ruang tengah. Tinggi kolom rumah yang berada di bawah ruang depan dan ruang belakang adalah 2,3 meter, sedangkan tinggi kolong yang berada di bawah ruang tengah adalah 2,8 meter. (Hadjad et al., 1984:27)</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Pada kolong didapati deretan tiang-tiang rumah. Deretan tiang terdiri atas empat deretan, yaitu deretan depan, deretan tengah depan, deretan tengah belakang dan deretan belakang. Pada masing-masing deretan itu terdapat enam buah tiang. Tiang-tiang itu berderet menurut arah timur-barat. Jarak antara tiang dengan tiang dalam satu deretan lebih kurang dua setengah meter. Demikian juga jarak antara satu deretan tiang dengan deretan tiang yang lainnya, Hal ini erat hubungannya dengan masalah keamanan, yaitu keamanan dari gangguan-gangguan binatang buas dan keamanan dari pencurian-pencurian.</span></div>
</div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline"><span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;">Sejarah Rumah Teuku Sabi Silang</span></span></h2>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Teuku Sabi Silang adalah salah seorang Ulee Balang (Pemimpin) di daerah Blang Krueng, Para ulèëbalang, sebagaimana berulang-ulang tegaskan adalah yang dipertuan di negeri masing-masing, dan merupakan kepala wilayah par excellence. Maka, mereka disebut raja (dalam bahasa Aceh bermakna Kepala) dari wilayah masing-masing, baik secara nyata maupun kiasan. Sebutan ke ulèëbalangan telah diciptakan oleh orang Belanda, dan orang Aceh menyebutnya nanggròë (negeri) uleebalang Anu’ atau sekian MukimBeliau memerintah mulai tahun 1311 Hijriah pada masa Kesultanan terakhir di Kerajaan Aceh (Sultan Mohd. Daudsyah). Pada saat itu merupakan masa puncak-puncaknya peperangan dengan Belanda. Nenek moyang dari Teuku Sabi Silang ini berasal dari Persia, yaitu Sjech Nurdin yang datang ke Aceh pada tahun 920 Hijriah bersama dengan bala tentaranya.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Rumah Teuku Sabi Silang terletak di desa Blang Krueng, Kemukiman Cadek Silang, kecamatan Baitussalam Aceh Besar, tidak jauh dari kampus IAIN Ar Raniry dan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam. Di antara para pejabat gampōng dengan ulèëbalang atau penguasa wilayah terdapat para imeum (imam), yang mengepalai daerah mukim. Mukim pada awalnya adalah himpunan beberapa desa untuk mendukung sebuah masjid yang dipimpin oleh seorang Imam (Reid 2005:3). Mukim ialah sutu istilah Arab, yang makna sebenarnya ialah penduduk suatu tempat. Hukum Islam menurut mazhab Syafi’i yang unggul di tanah Aceh, menentukan bahwa untuk menegakkan jemaat hari Jum’at mutlak diperlukan kehadiran paling sedikit 40 orang mukim yang termasuk golongan penduduk bebas (bukan budak belian) yang telah dewasa</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Rumah Teuku Sabi Silang bentuknya seperti rumah tradisional Aceh yang memiliki tiang dan kolong rumah yang tinggi yang ruangannya terdiri dari serambi depan, ruang tengah dan serambi belakang dengan memakai atap pelana yang memanjang antara Timur dan Barat Rumah ini memiliki pintu masuk pada bagian depan yang mengarah ke Selatan. Letak rumah Aceh biasanya menghadap utara atau ke selatan, sehingga membujur dari timur ke barat. Hal ini merupakan suatu kebiasaan. Kebiasaan tersebut ditinjau dari segi agama Islam adalah untuk memudahkan pengenalan kiblat yang di Indonesia arah kiblatnya berada di sebelah barat. Di samping itu, hal ini erat hubungannya dengan masalah arah bertiupnya angin di daerah Aceh. Angin di daerah Aceh biasanya bertiup dari arah timur ke barat atau sebaliknya.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Sewaktu dibangun, dapur untuk rumah ini yang berbentuk panggung terletak dibagian belakang dari rumah. Mengapa dapur rumah Aceh terdapat dalam rumah? Ini pun mengandung maksud. Seperti yang telah diketahui dahulu belum dikenal adanya sistem penerangan seperti sekarang (adanya lampu dinding, lilin, lampu petromak atau strongking, listrik), maka nyala api ketika memasak di dapur dapat berfungsi sebagai penerangan pada malam hari. Inilah sebabnya, maka dapur terdapat di dalam ruangan rumah, kemudian karena ada dua kepala keluarga yang tinggal dirumah ini, maka dibangun satu dapur lagi pada sisi samping sebelah timur. Setelah kepala keluarga yang satu tidak tinggal lagi dirumah tersebut maka dapur yang terletak pada bagian belakang rumah itu dibongkar, tinggallah satu dapur saja di sisi timur samping rumah. Pada kolong rumah berfungsi untuk kegiatan sehari-hari yang tidak resmi.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Ada bale (bangku) untuk duduk-duduk dengan tetangga, keluarga dan juga kegiatan menumbuk padi, tepung dan lain sebagainya. Pada bagian depan pintu masuk terdapat tangga ditutupi dengan teras berpanggung, di samping teras tersebut terdapat sebuah bak besar untuk menampung air. Setiap orang yang akan naik kerumah mencuci terlebih dahulu kakinya. Rumah bagi orang Aceh adalah tempat yang suci dan bersih. Ketika berada dalam rumah kita akan melihat dari dekat banyaknya ornamen dan ukiran yang menghiasi rumah ini. Dari penyelesaian arsitekturnya menunjukkan bahwa pemilik rumah ini adalah orang yang berada dan berpengaruh serta memiliki kekuasaan. Masih tersisa juga perabot-perabot tua dan hiasan dinding yang berasal dari negeri China, Arab, Belanda yang merupakan hadiah dari tamu bagi pemilik rumah ini.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Sejak didirikan oleh Teuku Sabi Silang rumah ini tetap berdiri dan dihuni oleh keturunannya. Kondisi Bangunannya telah dimakan usia dan rayap serta kurang terawat, rumah ini terbuat dari kayu dan tidak dicat sejak awal didirikan hingga kini. Keluarga besar Teuku Sabi Silang ini sebagian masih tinggal dilahan sekeliling rumah ini. Mereka membuat rumah panggung dan diatas tanah. Di sekitar kampung Blang Krueng tidak ada rumah seperti rumah Teuku Sabi Silang ini. Pada tanggal 26 Desember 2004 Aceh di landa musibah gempa dan gelombang tsunami. Desa Blang Krueng yang letaknnya sekitar 4 km dari laut Samudera India juga tak luput dari hantaman tsunami. Ketinggian air di bawah kolong rumah Teuku Sabi Silang ini lebih kurang 2 m. Banyak bangunan di sekitarnya yang hancur. Rumah Teuku Sabi Silang ini menjadi tempat alternatif bagi warga di kampung tersebut dan dari kampung tetangganya desa Lam Ateuk sebagai tempat menyelamatkan diri. Sekitar 300 jiwa yang naik ke rumah ini selamat dari bencana, sebagian besar dari mereka adalah ibu-ibu dan anak-anak. Sementara pemilik rumah (Cut Meurah Intan) dan anaknya Cut Idawati yang turun dari rumah ketika gempa kini telah tiada dan tidak diketemukan mayatnya. Kondisi rumah Teuku Sabi Silang ini kini telah banyak bagian yang rusak dan hilang, dan yang tinggal terakhir di rumah ini adalah Cut Meurah Intan dan anaknya Cut Idawati. Cut Meurah intan adalah istri dari T.M. Daud. T.M. Daud adalah salah seorang anak dari Teuku Sabi Silang. Cucu dari Cut Meurah Intan yang bernama T.Muslian sebelum tsunami tinggal di rumah ini bersama neneknya. Dia selamat dari bencana. Setelah tsunami rumah ini tidak ditempati lagi. Dapur dari rumah yang letaknya terpisah dari rumah utama (rumah Aceh) dan berbentuk panggung yang berada pada sisi sebelah Timur telah tiada hilang dibawa tsunami begitu juga dengan orang-orang yang berada di dalamnya ketika tsunami datang, tidak ada yang selamat. Rumah Teuku Sabi Silang sebagaimana rumah Aceh lainnya tebuat dari kayu. Dengan usianya yang sudah tua (sekitar 200 tahun), ada bagian dari rumah ini yang di makan rayap dan lapuk. Salah satu tiangnya dibawa tsunami dan ada yang patah. Tiang lainnya ada yang bergeser. Dinding dan lantainya ada juga yang sudah lubang. (lihat tabel kerusakan Bangunan). Teras yang terletak dibagian selatan dan melindungi tangga untuk pintu masuk kerumah juga rusak. Rumah Teuku Sabi Silang yang beratapkan seng ini, kini kondisinya semakin parah. Lantai pada bagian serambi belakang telah lepas, karena tiang penyangga yang patah ketika gempa dan tsunami tidak ada yang memperbaiki, sedangkan tiang disebelahnya telah hilang dibawa tsunami. Kini rumah Teuku Sabi Silang merupakan salah satu warisan budaya yang masih bisa dilihat dan dijadikan acuan untuk mempelajari bagaimana arsitektur rumah aceh yang pernah dibangun oleh bangsanya sendiri. Bagaimana nasib rumah ini kedepan sangat tergantung sikap yang diambil saat ini.</span></div>
</div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline"><span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;">Tipologi Bangunan Rumah Teuku Sabi Silang</span></span></h2>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Bagian atas merupakan bagian ruangan rumah. Keseluruhan ruangan rumah Teuku Sabi Silang berbentuk ruangan empat persegi panjang yang dibagi atas tiga ruangan yang lebih kecil, yaitu (1) ruang depan (serambi depan), yang disebut seuramoe keue atau seuramoe reunyeuen (serambi bagian tangga), (2) ruang tengah yang disebut tungai dan (3) ruang belakang yang disebut seuramoe likot. Letak ruang tungai lebih tinggi setengah meter daripada ruang depan dan ruang belakang. Serambi depan dan serambi belakang sama tingginya. Oleh karena itu, lantai ketiga ruangan tidak bersatu. Jadi masing-masing ruangan mempunyai lantai yang terpisah-pisah.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Pada sekeliling ruangan itu terdapat dinding rumah. Pintu masuk utama ke rumah terdapat pada bagian tengah dinding depan. Letak pintu dapur terdapat pada ujung sebelah kiri ruangan bagian belakang. Tepatnya pada dinding sebelah kiri. Atap rumah adalah atap yang berabung satu. Rabung itu memanjang dari samping kiri ke samping kanan, sedangkan cucuran atapnya berada dibagian depan dan belakang rumah. Rabung rumah yang disebut tampong berada dibagian atas ruangan tengah. Atap rumah adalah dari bahan seng. Pada dinding sebelah depan yang menghadap ke halaman rumah terdapat pintu masuk yang disebut pinto rumoh, yang berukuran lebih kurang lebar 0,8 meter, dan tingginya 1 meter. Pada dinding sebelah samping kanan dan kiri terdapat jendela yang berukuran lebih kurang lebar 0,6 meter dan tingginya 1 meter yang disebut tingkap. Kadang-kadang jendela terdapat juga pada dinding sisi depan. Jendela rumah yang disebut tingkap terdapat pada dinding sebelah kiri, kanan, depan dan belakang setiap ruangan, kecuali pada sisi dinding pada pintu yang ke dapur. Pada dinding yang ujung sebelah barat dari ruangan belakang itu terdapat sebuah jendela yang besarnya sama dengan jendela yang terdapat pada serambi depan, sedangkan pada ujung sebelah timur tidak terdapat jendela karena di tempat itu ada dapur.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Di atas dinding depan bagian luar terdapat rak tempat meletakkan barang-barang kecil yang disebut sandeng. Untuk tempat duduk pada umumnya menggunakan tikar yang dihampar sepanjang serambi depan tersebut. Jadi, serambi depan ini sifatnya terbuka. Kalau serambi depan sifatnya terbuka, maka ruangan tengah sifatnya tertutup, karena di ruangan tengah ini terdapat tiga buah bilik (kamar) tempat tidur. Ketiga kamar tersebut masing-masing terletak di ujung sebelah kiri satu kamar dan diujung sebelah kanan dua ruangan tengah tersebut. Letak kedua kamar itu didasarkan pada kebiasaan letak rumah, yaitu menghadap ke Utara atau ke Selatan, maka ketiga kamar itu masing-masing terletak di sebelah Timur dan di sebelah Barat, sedangkan di tengah-tengah ruangan tersebut gang yang menghubungkan serambi depan dengan serambi belakang yang disebut rambat. Ketiga kamar tersebut masing-masing diberi nama rumoh inong dan anjong. Rumoh inong adalah kamar yang berada di sebelah barat, sedangkan anjong adalah dua kamar yang berada di sebelah Timur. Pada setiap kamar masing-masing terdapat sebuah jendela, hanya pada kamar bagian tengah tidak terdapat jendela. Jendela untuk anjong terdapat pada dinding kamar sebelah Timur, sedangkan rumoh inong terdapat pada dinding kamar sebelah Barat. Pintu rumoh inong menghadap ke rambat, sedangkan pintu anjong satu menghadap ke rambat dan satunya menghadap ke serambi belakang. Di dalam kamar terdapat para yang berfungsi sebagai loteng dan juga berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan barang-barang yang jarang digunakan atau senjata-senjata tajam seperti tombak, pedang, kelewang, dan lain-lain. Pada serambi belakang bagian barat di sebelah rumoh inong terdapat satu buah kamar tidur, sedangkan bagian lainnya polos seperti serambi depan. Pada ruangan ini terdapat pintu yang menuju ke dapur, dan kondisi saat ini dapur sudah tidak ada lagi dibawa tsunami. Rumoh dapu itu didirikan di samping rumah bagian belakang dan berdempetan dengan berhubungan dengan ruang serambi belakang. Letak ruangan dapur tersebut lebih rendah dari serambi belakang, dan berada di atas tanah. Antara ruangan belakang dengan ruangan dapur dihubungkan oleh sebuah tungai. Ruangan lain yang juga kita dapati di bagian depan luar rumah adalah ruangan balai yang disebut bale. Bale ini merupakan ruangan terbuka sebagai tempat duduk-duduk bersantai. Tinggi ruangan itu kira-kira satu meter dari tanah</span></div>
</div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline"><span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;">Fungsi Ruang-Ruang Dalam Rumah Teuku Sabi Silang</span></span></h2>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Ruangan depan adalah ruangan yang serba guna sesuai dengan keadaannya yang terbuka karena tidak berbilik-bilik. Fungsi ruangan depan antara lain sebagai tempat menerima tamu, tempat duduk untuk makan ketika ada acara-acara kenduri dan perkawinan, tempat anak-anak belajar dan mengaji, tempat sembahyang dan tempat tidur-tiduran. Selain itu, ruangan depan ini dipergunakan sebagai tempat tidur bagi anak-anak, terutama anak laki-laki. Bagi rumah yang menggunakan tradisi menggunakan kursi tempat duduk, maka kursi tersebut ditempatkan di ruangan ini. Ruangan ini dipergunakan juga sebagai tempat menyimpan padi jika padi tersebut tidak muat lagi di dalam lumbung. Ruangan tengah sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu adalah ruangan yang terdiri atas tiga buah bilik (kamar), masing-masing terdapat di sebelah Timur dan di sebelah Barat, dan sebuah gang. Oleh karena itu, fungsi utama ruangan tengah ini adalah sebagai ruangan tempat tidur, sedangkan gang yang terdapat di tengah-tengah berfungsi sebagai tempat lalau lintas antara ruangan (serambi) depan dengan ruangan (serambi) belakang. Kamar sebelah Barat yang disebut rumoh inong biasanya ditempati oleh kepala keluarga, sedangkan kamar sebelah Timur yang disebut rumoh anjong ditempati oleh anak-anak perempuan. Jika ada anak perempuan yang sudah dikawinkan, rumah inong ditempati oleh anak perempuan tersebut, sedangkan kepala keluarga pindah ke rumoh anjong. Anak-anak yang semula menempati rumoh anjong pindah ke ruangan (serambi) belakang di ujung sebelah Barat. Selanjutnya bila ada dua anak perempuan yang sudah dikawinkan, sedangkan kepala keluarga tersebut belum mampu mendirikan rumah yang lain, maka kamar sebelah Barat diserahkan untuk anak perempuan yang tertua dan kamar sebelah Timur diserahkan untuk anak perempuan yang muda. Dalam keadaan seperti ini kepala keluarga terpaksa menyingkir ke serambi belakang bagian Barat. Sebagaian ruangan belakang dipergunakan sebagai ruangan dapur, dan ruangan tempat makan. Dapur biasanya terletak sebelah timur. Jika ruangan belakang ini menggunakan anjong atau ulee kuede, maka dapur diletakkan di anjong. Bagian Barat dari ruangan belakang ini dipergunakan sebagai tempat duduk dan tempat sembahyang. Kadang-kadang dipergunakan juga untuk tempat tidur bagi keluarga yang banyak anggota keluarga.</span></div>
</div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline"><span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;">Ragam Hias Rumah Teuku Sabi Silang</span></span></h2>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Pada bangunan rumah Teuku Sabi Silang banyak dijumpai ukir-ukiran, karena suku bangsa Aceh pada hakekatnya termasuk suku bangsa yang berjiwa seni. Ukir-ukiran yang terdapat pada bangunan tradisional seperti tersebut di atas mempunyai berbagai motif atau ragam hias. Motif-motif tersebut adalah motif yang berhubungan dengan lingkungan alam seperti, flora, fauna, dan awan. Fungsi utama dari berbagai jenis motif dan ragam hias itu adalah sebagai hiasan semata-mata, sehingga dari ukiran tersebut tidak mengandung arti dan maksud-maksud tertentu, kecuali motif bintang dan bulan, yang menunjukkan simbol ke-Islaman, motif awan berarak (awan meucanek) yang menunjukkan lambang kesuburan, dan motif tali berpintal (taloe meuputa) yang menunjukkan ikatan persaudaraan yang kuat bagi masyarakat suku bangsa Aceh.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Ragam hias yang bermotif flora (tumbuh-tumbuhan) adalah ragam hias yang bermotif bunga-bunga seperti bungong meulu (bunga melur), bungong jeumpa (sejenis bunga cempaka), bungong mata uroe, yang kadang-kadang dilengkapi juga dengan daun-daunnya. Hiasan-hiasan bunga itu bukanlah merupakan yang berdiri sendiri, tetapi setiap ukiran bunga tersebut dipadukan dalam satu ikatan ukiran yang berbentuk taloe meuputa (pintalan tali). Taloe meuputa itulah yang dijadikan sebagai batang dan tangkai untuk setiap ukiran yang bermotif bunga tersebut. Setiap ukiran yang bermotif bunga-bungan beserta dengan daun-daunnya itu tidak diberi corak warna tersendiri, karena pada umumnya ragam hias bangunan tradisional suku bangsa Aceh tidak diberi warna. Jika ada yang berwarna, itu merupakan akibat pengaruh masa kini. Warna hiasan itu pada umumnya disesuaikan dengan warna dasar dari pada keseluruhan warna zat bangunan tersebut. Ragam hias yang bermotif bunga-bunga yang ditempatkan pada bangunan rumah Teuku Sabi Silang terutama terdapat pada binteh (dinding), tulak angen (penahan angin), kindang (landasan dinding), indreng (balok pada bagian kap), dan tingkap (jendela), Hiasan-hiasan (ukiran-ukiran) yang terdapat pada bangunan tradisional suku bangsa Aceh pada umumnya tidak mempunyai arti dan maksud-maksud tertentu. Demikian pula halnya dengan hiasan yang bermotif bunga-bunga ini, semata-mata hanya berfungsi sebagai keindahan saja. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa hiasan-hiasan (ukir-ukiran) yang terdapat pada umumnya tidak mempunyai arti dan maksud-maksud tertentu. Demikian pula halnya dengan hiasan yang bermotif bunga-bunga, semata-mata hanya berfungsi sebagai keindahan saja.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Jadi semula tidak diberi warna dan dalam perkembangan akhir-akhir ini warnanya disesuaikan dengan warna dasar keseluruhan warna cat bangunan itu. Seperti telah dikemukakan di atas, maka hiasan yang bermotif burung, ayam dan itik pada umunya untuk dinding-dinding berlobang seperti tulak angen yang ditempatkan pada kedua ujung kap bagian atas yang berbentuk segitiga. Selain itu ditempatkan pada dinding bagian atas yang berfungsi sebagai lobang angin. Ragam hias alam, adalah ragam hias yang disebut canek awan (awan berarak). Disebut canek awan karena berbentuk awan berarak. Penempatan ukiran yang bermotif canek awan ini biasanya ditempatkan pada reunyeun (tangga), pada kindang (landasan dinding) dan kadang-kadang pada peulangan bagian dalam, yaitu balok besar yang dipasang pada ujung balok toi ruang tengah.</span></div>
</div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline"><span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;">Sistem dan Struktur Bangunan</span></span></h2>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Pada kolong bangunan terdapat tiang-tiang rumah (tameh rumoh). Bentuk tiang itu bundar dan dibuat dari batang kayu yang kuat. Jumlah tiang tergantung kepada besar kecilnya rumah. Rumah yang besar yang disebut rumoh limong reweueng (rumah lima ruang) mempunyai 24 buah tiang. Tiang-tiang itu tidak ditanam dalam tanah, tetapi didirikan di atas pondasi (landasan tiang) dari batu sungai yang disebut gaki tameh. Gaki tameh ini pun tidak ditanam dalam tanah, tetapi diletakkan di atas pondasi persegi yang dicor dari campuran semen yang tingginya 20 cm.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Tiang-tiang itu didirikan dalam empat deretan, yaitu pada deretan depan, tengah depan, tenagh belakang dan pada deretan belakang, sehingga pada masing-masing deretan terdapat enam buah tiang. Tinggi tiang pada deretan depan dan belakang kira-kira empat meter dan pada deretan tengah depan dan tengah belakang kira-kira lima setengah meter. Jarak antara tiang dengan tiang yang lain kira-kira dua setengah meter. Pada bagian tengah masing-masing tiang dibuat dua buah lobang dan pada bagian ujungnya dibuat sebuah puting (puteng tameh). Tiang-tiang itu dihubungakan antara satu dengan yang lain oleh kayu-kayu balok yang dimasukkan ke dalam lobang-lobang tiang-tiang tersebut. Kayu balok yang menghubungkan tiang dengan tiang-tiang dalam satu deretan disebut rok, sedangkan kayu balok yang menghubungkan satu deretan tiang dengan deretan tiang deretan tiang yang lain disebut toi. Dengan dipasangnya rok dan toi itu, maka tiang-tiang yang didirikan di atas tanah yang beralaskan batu dapat berdiri dengan kokoh, karena sudah saling berhubungan. Untuk lebih mengokohkan bangunan itu, maka selain dipasang rok dan toi dipasang pula dua buah balok besar yang disebut peulangan. Peulangan itu masing-masing dipasang pada ujung balok toi ruangan tengah (tungai). Selain itu, untuk menguatkan pemasangan rok atau toi pada lobang-lobang tiang, maka pada setiap lobang tiang dipasang pula pasak yang disebut bajoe. Dengan berdirinya tiang-tiang itu, maka terbentuklah bangunan rumah bagian bawah.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Bagian atas rumah Teuku Sabi Silang adalah bagian ruangan rumah yang terdiri atas ruangan serambi depan (seuramoe reunyeuen atau seuramoe keue), ruangan tengah (tungai) dan ruangan serambi belakang (seuramoe likot). Ruangan tengah lebih tinggi sedikit kira-kira setengah meter daripada ruangan depan dan belakang. Pada masing-masing ruangan diberi lantai dan dinding. Pemasangan lantai yang disebut aleue dilakukan dengan cara terlebih dahulu dipasang beberapa balok (kira-kira sembilan buah) di atas balok-balok toi pada setiap ruangan yang disebut lhue. Demikian pula untuk lhue dahulu kebanyakan terbuat dari batang bamboo, sedangkan sekarang kebanyakan terbuat dari balok kayu. Bagi rumah yang memakai lantai papan, maka cara pemasangannya dengan cara memaku lantai papan itu pada balok lhue.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Pemasangan dinding yang disebut binteh dilakukan berdasarkan jenis dinding yang dipakai. Bagi rumah yang memakai dinding papan pemasangannya dilakukan dengan cara memaku dinding itu pada tiang-tiang rumah. Untuk dinding di samping kiri dan samping kanan pemakuannya dilakukan juga pada rang, yaui tiang kecil yang dipasang di antara tiang-tiang rumah. Rang itu bertumpu pada balok toi yang terdapat pada tiang-tiang samping. Pemasangan dinding rumah Teuku Sabi Silang selain dipaku atau diikat pada tiang-tiang juga diletakkan di atas balok-balok yang dipasang pada ujung toi atau ujung lhue yang disebut kindang. Kindang itulah tempat tumpuan dinding rumah, sehingga pemasangan dinding-dinding itu lebih kuat. Sebenarnya di bagian atas kindang dipasang lagi papan kecil yang disebut boh pisang. Dinding rumah tidak hanya memakai dinding luar saja, tetapi juga memakai dinding dalam, yaitu dinding pada ruangan tengah (tungai). Dinding itu merupakan dinding-dinding besar yang terdapat pada ruangan tengah. Dinding dalam itu bertumpu pada peulangan.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Konstruksi kap rumah pada bagian depan dan belakang bertumpu pada balok yang dipasang pada ujung tiang deretan depan dan belakang yang disebut bara. Konstruksi kap bagian tengah yang berada di atas ruangan tengah bertumpu pada balok yang dipasang pada puting tiang deretan tengah depan dan tengah belakang yang disebut bara panyang yang letaknya sejajar dengan bara. Selain bertumpu pada bara panyang konstruksi kap juga bertumpu pada bara linteueng (bara yang melintang), yaitu balok yang menghubungkan puting tiang deretan tengah belakang. Di tengah-tengah setiap bara linteueng didirikan balok tinggi lebih kurang satu meter yang disebut diri (deuri). Ujung atas diri ini dihubungkan antara satu dengan yang lain oleh sebuah balok yang disebut tuleueng rueng. Tuleueng rueng inilah yang merupakan bagian puncak dari konstruksi kap. Pada kedua ujung bara linteueng itu dipasang pula sebuah balok dalam posisi miring yang disebut indreng yang letaknya sejajar dengan bara panyang. Pada masing-masing indreng dipasang pula sebuah balok yang dalam posisi agak miring yang disebut ceureumen. Letak ceureumen itu sejajar dengan bara linteueng. Ceureumen itu terdapat pada kedua ujung indreng. Pada bagaian tengah masing-masing ceureumen didirikan sebuah diri lagi, sehingga diri inilah yang menjadi penunjang tuleueng rueng pada kedua ujung hubungan rumah.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Setelah terdapatnya bara, bara linteueng, bara panyang, indreng, ceureumen, diri dan tuleueng rueng, maka sebagian besar konstruksi sudah terpasang, yang tinggal hanyalah kasau, tumpuan kasau, kasau pendek, kayu-kayu kecil tempat pengikat atap. Kasau rumah yang disebut gaseue dibuat dari pohon-pohon kayu yang agak kecil sebesar batang bambu. Kasau itu dipasang di atas bara dan indreng, sedangkan pada bagian pangkal kasau bertumpu pada sebuah balok yang disebut neuduek gaseue dan bagian ujungnya bersandar pada teleueng rueng. Pada bagian pangkal kasau akan merupakan bagian cucuran atap dan pada bagian ujung kasau akan merupakan bubungan atap (puncak atap). Pada neuduek gaseue dipasang beberapa potong kayu penahan yang disebut bui teungeuet. Pada bagian ujung bui teungeuet diikat dengan tali kawat yang disebut taloe bawai. Lalu taloe bawai ini disangkutkan pada setiap puting tiang deretan depan dan belakang. Sebenarnya taloe bawai inilah yang merupakan penahan utama dari keseluruhan kap rumah yang berbentuk kerucut.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Untuk pemasangan atap yang terbuat dari daun rumbia (daun sagu) diperlukan bilahan batang pinang sebagai tempat pengikat atap rumah yang disebut beuleubah. Beuleubah itu dipasang di antara kasau-kasau. Pada bagian pangkal, beuleubah itu bertumpu pada sepotong kayu panjang yang disebut neuduek beuleubah. Pada beuleubah itulah atap rumah diikat dengan tali rotan. Pada ujung kiri dan kanan atap dipasang selembar papan yang agak kecil, sejenis les palang yang disebut seupi. Untuk pemasangan kap dan atap tidak dipergunakan paku. Pengganti paku dipergunakan tali ijuk atau tali rotan untuk pengikatnya. Penggunakan paku untuk rumah hanya terbatas untuk pemasangan dinding dan lantai, itu pun kalau rumah itu berdinding papan dan berlantai papan.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Kondisi Umum Bangunan Setelah Gempa dan Tsunami Dari hasil observasi kerusakan bangunan rumah Teuku Sabi Silang dapat diklasifikasikan sebagai berikut, yaitu rusak akibat gempa, rusak akibat gelombang tsunami, dan rusak akibat dimakan rayap. Akibat gempa, dapat dilihat pada bangunan yang terdapat di tangga pintu masuk kondisinya sudah rusak dan sebagian roboh atapnya. Dapur yang terdapat menempel di bagian belakang bangunan hilang terbawa oleh gelombang tsunami. Daun jendela yang terdapat pada bagian sisi belakang bangunan lepas dari dinding bangunannya. Di samping itu, ada satu tiang yang posisi letaknya sudah bergeser sekitar satu meter dari pondasinya, dan beberapa tiang juga bergeser sekitar 10 cm dari pondasinya, kemudian terdapat satu tiang yang hilang terbawa oleh arus gelombang tsunami. Hal ini berakibat pada lantai papan yang ditopang oleh struktur tiang tersebut menjadi patah, demikian juga pada balok melintang yang menghubungkan kedua tiang rusak dan patah, sehingga balok-balok lantai yang menahan lantai papan di atasnya juga mengalami kerusakan. Kemudian terdapat empat tiang pada bagian bawah yang ditopang pondasi sudah rusak akibat dimakan rayap. Juga terdapat satu tiang di ruang tengah yang bagian ujungnya lepas dari balok melintangnya. Pada ornamen yang terdapat pada dinding depan rumah, dinding bagian dalam rumah, beberapa bagian dimakan rayap dan lepas dan sebagian besar masih bagus kondisinya. Pada ornamen bagian samping kiri dan kanan rumah sebagian ada yang lepas dan ada juga yang dimakan rayap, sedangkan untuk ornament pada dinding bagian belakang sudah banyak yang lepas dan dimakan rayap. Ornamen-ornamen tersebut mempunyai fungsi sebagai ventilasi udara. Pada beberapa ornamen yang menempel pada balok melintang pada bagian luar bangunan masih bagus kondisinya, sedangkan untuk ornament yang menempel pada balok melintang samping belakang bagian luar kelihatan retak-retak. Untuk balok lantai ada sebagian yang rusak akibat dimakan rayap, dan sebagian patah akibat gempa, sedangkan lantai papan banyak yang dimakan rayap, hilang, dan sebagian masih dapat dimanfaatkan karena kondisinya masih baik. Keseluruhan rangka atap kondisinya masih baik, sehingga masih dapat digunakan lagi hanya penutup atap yang terbuat dari seng bisa diganti dengan penutup atap dari rumbia.</span></div>
</div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" style="font-weight: normal;"><span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;">Beberapa Teknik Tradisionil Dalam Bangunan</span></span></h2>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">1. Penempatan tiang-tiang yang diletakkan di atas pondasi, dan masing-masing tiang tidak dihubungkan dengan balok penghubung. Hal ini merupakan ciri khas dari bangunan tahan gempa.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">2. Tiang-tiang yang terdapat di bagian samping kanan dan kiri bangunan pada bagian atasnya tidak menopang beban. Pada bagian atas dari tiang dibuat menonjol dan lebih kecil ukurannya, kemudian balok-balok yang menghubungkan antar tiang diberi lobang sebesar ukuran yang menonjol tersebut kemudian diletakkan di atas tiang.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">3. Penempatan skor pada kuda-kuda yang dihubungkan dengan balok melintang yang ada di bawahnya tidak menggunakan baut atau paku. Pada bagian bawah dari skoor tersebut sebagai pengikat hanya diberi dua buah pasak, sehingga kalau menerima beban atau gerakan dari atas akan melentur tidak merusak struktur kuda-kuda atau atap secara keseluruhan.</span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">4. Pertemuan balok melintang yang menopang pada ruang-ruang utama dengan balok memanjang, yaitu dengan memberi lobang pada balok memanjang yang fungsinya untuk memasukkan sebagian dari balok melintang agar sebagian dari balok melintang tersebut dapat dimasukkan, sehinga bila terjadi gerakan tidak merusak struktur bangunan.</span></div>
</div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline"><span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: small;">Sumber</span></span></h2>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small;"><i>[1] Alfian, T. I. 2005. Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.</i></span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small;"><i>[2] Hadjad, A., Zaini, A., Mursalan, A., Kasim, S. M., & Razali, U. 1884. Arsitektur Tradisional Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Inventarisasi Dokumentasi Kebudayaan Daerah 1981/1982</i></span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small;"><i>[3] Hurgronje, S. 1985. Aceh Di Mata Kolonialis, Jilid I, Jakarta: Yayasan Soko Guru.</i></span></div>
</div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small;"><i>[4] Hurgronje, S. 1985. Aceh Di Mata Kolonialis, Jilid II, Jakarta: Yayasan Soko Guru.</i></span></div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small;"><i><span style="color: black;"><a href="https://www.blogger.com/null" name="Sejarah_Rumah_Teuku_Sabi_Silang" style="background-image: none; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="Tipologi_Bangunan_Rumah_Teuku_Sabi_Silang" style="background-image: none; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="Fungsi_Ruang-Ruang_Dalam_Rumah_Teuku_Sabi_Silang" style="background-image: none; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="Ragam_Hias_Rumah_Teuku_Sabi_Silang" style="background-image: none; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="Sistem_dan_Struktur_Bangunan" style="background-image: none; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="Beberapa_Teknik_Tradisionil_Dalam_Bangunan" style="background-image: none; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="sumber" style="background-image: none; line-height: 19.20240020751953px;"></a><br /></span>
</i></span></div>
<div style="line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: x-small;"><i>[5] Reid, A. 2005. Asal Mula Konflik Aceh Dari Perebutan Pantai Timur Sumatera hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia</i></span></div>
</div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-85547211382162666062014-03-21T21:14:00.001+07:002015-05-02T15:41:15.388+07:00Kisah Sultan Iskandar Muda Hukum Pancung Putra Mahkota Kesayangan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPcgIVTF2qL7es7R-oykRiKHP_yr79kTRXohIvkIobJfne4lRT8rUmb8s0JsVWCzhfMY1wOXIWh_rUp1C8RlhcV6RZOHHgjG-aBSafiAVqYVKTW9ZiW784AT7s4ImDhiT8uM9DRMAMQVI/s1600/download+(1).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="background-color: white; color: black;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPcgIVTF2qL7es7R-oykRiKHP_yr79kTRXohIvkIobJfne4lRT8rUmb8s0JsVWCzhfMY1wOXIWh_rUp1C8RlhcV6RZOHHgjG-aBSafiAVqYVKTW9ZiW784AT7s4ImDhiT8uM9DRMAMQVI/s1600/download+(1).jpg" height="239" width="320" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="background-color: white;">Makam Meurah Pupok</span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Inilah asal muasal filosofis yang beranjak dari peristiwa penghukuman oleh Sultan Iskandar Muda terhadap Putra Mahkota Kesayangannya, Meurah Pupok yang harus mengakhiri hidupnya di Ujung Pedang Ayahandanya sendiri".</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Penguasa Sumatera dan Semenanjung Malaka sedang berdiam diri dalam istana. Sultan merenung di Balairung yang juga tidak jauh dari Balai Cermin yang Agung. Sumatera dan Malaka sudah dalam genggamannya. Namun, ia pun melihat Portugis, Inggris dan beberapa Negara Eropa lain sedang mengincar penguasaan Selat Malaka.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Beliau telah memerintah Aceh dan daerah taklukannya hampir 30 tahun. Ia seorang pribadi yang kuat dalam arti yang sebenarnya secara fisik dan mental. Seorang bangsawan yang cerdas serta tegas. Negarawan yang adil sekaligus politisi dan diplomat yang ulung. Ia adalah Sultan terbesar Aceh yang mampu membawa Aceh Darussalam mencapai kejayaan dan menjadi kerajaan yang disegani.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam kurun hampir 30 tahun masa pemerintahannya, Sultan Iskandar Muda telah berhasil menyempurnakan Qanunul Asyi Ahlussunah Wal Jamaah yang terdiri dari 500 ayat Al-Quranul Karim, 500 Hadist Rasulullah, Ijma' Sahabat rasulullah, Qiyas Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah. Kemudian dilengkapi pula dengan Qanun Putroe Phang suatu aturan yang mampu memberikan perlindungan kepada Kaum Wanita.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ditengah perenungannya didalam Istana, Sultan mulai memikirkan kederisasi kepemimpinannya. Ia membutuhkan seorang penerus kerajaan yang kuat yang mampu merpertahankan kekuasaannya dan menjaga Kerajaaan Aceh dan daerah taklukannya agar tidak tunduk pada kekuasaan asing, terutama Portugis dan Inggris yang saat itu terus melakukan provokasi di Selat Malaka.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sultan Iskandar Muda Terlintaslah pandangannya pada wajah Sang Putra Mahkota - Meurah Pupok - yang digelariSultan Muda atau Poteu Cut. Anak kesayangannya ini berwajah gagah mewarisi ketampanan wajah sang ayah. Putra Mahkota atau Poteu Cut ini memang masih belia, minim pengalaman. Saat ini sedang menanjak dewasa. Sultan merencanakan untuk memberikan beberapa tanggung jawab kepada Putra Mahkota agar ia belajar dan berpengalaman. Termasuk diantaranya tugas tempur untuk memimpin Armada Laut terbesar Kerajaan yaitu Armada Cakra Donya. Diharapkan dengan berbagai pengalaman penugasan termasuk dengan menjadi Panglima Perang pada saatnya nanti ia mampu menggantikan dirinya untuk menjadi Sultan.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Menurut sebuah riwayat Sultan Iskandar Muda memiliki dua anak, yang pertama adalah Meurah Pupok yang berasal dari istrinya seorang Putri Gayo. Yang kedua adalah wanita yang bernama Safiatuddin yang berasaal dari istrinya Putri Pedir/Pidie. Meurah Pupok dikenal sebagai seorang Pangeran yang terampil menunggang kuda. Meurah Pupok menjadi harapan Sultan Iskandar Muda untuk menggantikannya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ditengah lamunannya Sultan terpengarah karena tiba-tiba seorang Perwira Muda Kerajaan yang sangat dikenalnya dan merupakan kepercayaannya tiba-tiba menorobos masuk dan langsung berlutut menyembah dirinya. Dengan terbata-terbata Sang Perwira menangis tersedu-sedu sambil menyebutkan bahwa Putra Mahkota Poteu Cut Meurah Pupok telah melakukan tindakan asusila dengan menodai istrinya. Perwira tersebut langsung membunuh istrinya setelah mengetahui peristiwa tersebut. Namun, untuk Putra Mahkota ia serahkan sepenuhnya pada kebijaksanaan Sultan. Ia menuntut keadilan kepada Sultan. Selepas ia mengadukan hal tersebut kepada Sultan, Perwira tersebut langsung mencabut rencongnya dan menikam ke hulu hatinya sendiri tanpa sempat dicegah oleh Sultan dan pengawalnya. Robohlah perwira tersebut dan langsung tewas saat itu juga.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Syahdan Perwira Muda ini adalah Pelatih Angkatan Perang Aceh. Ia mengetahui peristiwa tersebut setelah melakukan pelatihan terhadap para prajurit di kawasan Blang Peurade Aceh. Ia sangat kecewa dengan peristiwa yang melibatkan istrinya tersebut. Kekecewaan tersebut ia tumpahkan dengan membunuh istrinya sendiri kemudian ia sendiri bunuh diri dihadapan Sultan.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Tercenunglah Sultan dengan wajah bergetar menahan amarah. Ia baru saja menaruh harapan terhadap Putra Mahkota, namun peristiwa yang baru terjadi bagaikan geledek yang menyambar dirinya. Seorang Perwira kerajaan kepercayaan dirinya menyampaikan pengaduan yang membuat dunia ini seolah-olah runtuh. Putra Mahkota kesayangannya telah melakukan tindakan yang tidak patut.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Segera Sultan berteriak garang disaksikan orang-orang penting Kerajaan dan para pengawalnya. "Aku adalah Sultan Penguasa Aceh, Sumatera dan Malaka. Aku telah memerintah Aceh dan taklukannya dengan menegakan hukum yang seadil-adilnya. Aku pun akan menegakan hukum terhadap keluargaku sendiri. Aku pun akan menerapkan hukum kepada Putra Mahkota yang seberat-beratnya. Dengan tanganku sendiri akan kupenggal leher putraku karena telah melanggar hukum dan adat negeri ini..."</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Semua pembesar kerajaan tercenung. Sultan segera memerintahkan penangkapanPutra Mahkota Meurah Pupok yang bergelar Poteu Cut atau Sultan Muda. Pengadilan segera dilakukan dan Sultan Iskandar Muda telah memutuskan bahwa ia sendirilah yang akan memancung putra kesayangannya itu. Mendung menggelayut diatas Kerajaan Aceh, prahara telah menghantam negeri perkasa ini.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Beberapa pembesar kerajaan yang peduli terhadap kelangsungan kerajaan bersepakat untuk menghadap Sultan Iskandar Muda agar membatalkan hukuman pancung tersebut. Mereka mengajukan berbagai usul seperti pengampunan atau cukup dengan mengasingkan Putra Mahkota ke negeri lain. Termasuk mencari kambing hitam, mencari seorang pemuda lain untuk menjadi pesakitan menggantikan Putra Mahkota. Semua usul tersebut ditolak oleh Sultan dan dengan berang Sultan berkata akulah yang menegakan hukum di negeri ini dan kepada siapapun yang bersalah tidak terkecuali terhadap keluargaku sendiri harus dihukum. Kerajaan ini kuat karena hukum yang ditegakan dan adanya keadilan. Sultan kemudian menyebut dalam bahasa Aceh -"...Gadoh aneuk meupat jrat, Gadoh hukom ngon adat pat tamita...?" - yang artinya "hilang anak masih ada kuburan yang bisa kita lihat, tetapi jika hukum dan adat yang hilang hendak kemana kita mencarinya?"</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Semua pembesar kerajaan terdiam tak kuasa membantah titah Raja Perkasa yang adil ini. Mereka mulai membayangkan bagaimana masa depan negeri ini. Bahkan Menteri Kehakiman pun yang bergelar Sri Raja Panglima Wazir berusaha membujuk tetapi Sultan tetap tidak bergeming. Sultan berketetapan hati tetap melaksanakan putusannya. Sultan sendiri dengan tegas mengatakan apabila tidak ada seorang pun yang mau melakukan hukuman ini maka ia sendiri yang akan melakukannya. Pada hari yang ditentukan dilaksanakanlah hukuman pancung tersebut yang langsung dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda terhadap Putra Mahkota kesayangannya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dibawah linangan air mata masyarakat yang mencintai Sultan dan Putra Mahkotanya disaksikan pembesar kerajaan yang berwajah sendu dan tertunduk tidak mampu menatap kejadian tersebut, Sultan Iskandar Muda dengan tegar melaksanakan hukuman pancung terhadap Putra Mahkota kesayangannya itu. Langit kerajaan Aceh menjadi mendung kelabu.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Rakyat kebanyakan maupun pembesar kerajaan banyak yang tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Putra Mahkota. Mereka semua menaruh harapan besar terhadap Putra Mahkota sebagai pewaris kerajaan dan turunan langsung Sultan Iskandar Muda. Tetapi hukum telah ditegakan dan Sultan langsung yang melaksanakan keputusan tersebut.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Atas keputusan Sultan Iskandar Muda pula jenajah Meurah Pupok tidak dibolehkan untuk dimakamkan dikompleks pemakaman kerajaan. Pemakaman kerajaan disebut dengan Kandang Mas yang berada dilingkungan Istana Darul Donya. Jenazah hanya dimakamkan disuatu kompleks di luar area Keraton yaitu didekat lapangan pacuan kuda Medan Khayali.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ternyata Sebuah Konspirasi</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Waktu terus berjalan, Sultan mulai memikirkan siapa penggantinya. Kemudian berkembanglah sebuah informasi bahwa Putra Mahkota Meurah Pupok yang bergelar Sultan Muda Poteu Cut, memang sengaja disingkirkan oleh sebuah konspirasi. Oleh sekelompok orang tertentu yang tidak menginginkannya menjadi Raja atau Sultan, mencoba mencari berbagai cara untuk mencegahnya menjadi Sultan. Kelompok ini tidak berani berhadapan secara langsung dengan Sultan atau melakukan tindakan gegabah. Mereka berusaha menjebak Putra Mahkota dengan berbagai cara. Dicarilah akal bulus untuk menggoda Sultan Muda yang sedang menanjak dewasa ini. Sebagai pria muda ia dianggap akan mudah tergoda dengan wanita.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Akhirnya ditemukan seorang wanita jelita yang kebetulan pula istri seorang Perwira Kerajaan dan kepercayaan Sultan Iskandar Muda. Karena istri seorang perwira kepercayaan Sultan, wanita ini dengan mudah masuk kedalam lingkungan Istana. Sehingga ia dengan mudah bergaul di istana dan mendekati Pangeran Muda yang tampan yang juga adalah seorang Putera Mahkota. Akhirnya akibat godaan sedemikian rupa Sultan Muda terjebak kedalam skenario yang dibuat oleh konspirasi jahat yang bertujuan ingin menjebak dan menyingkirkannya. Akhirnya sebagaimana diketahui bersama konspirasi jahat itu berhasil menyingkirkan Putra Mahkota Sultan Muda yang bernama asli Meurah Pupok.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Informasi ini sampai ketelinga Sultan Iskandar Muda, namun semuanya telah terjadi. Ia mulai membayangkan Putra kesayangannya tersebut yang juga Putra Mahkota yang kelak diharapkan melanjutkan kepemimpinannya. Terbayang olehnya akan wajah seorang pemuda tampan namun minim pengalaman. Ditengah usianya yang menanjak dewasa sangat mungkin ia mudah tergoda. Sultan mulai menyesali kealpaannya dalam mengawasi Putra Mahkota kesayangannya itu. Ia dirundung kesedihan mendalam. Kesedihan yang terus menerus ini membuat Sultan jatuh sakit. Sakitnya berlangsung terus dan semakin parah. Dalam beberapa waktu kemudian Sultan Iskandar Mudayang perkasa ini akhirnya mangkat tepatnya pada tanggal 27 Desember 1636.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pengganti Sultan adalah menantunya yaitu Sultan Iskandar Tsani. Setelah Sultan Iskandar Tsani mangkat ditunjuklah istrinya yang juga anak Sultan Iskandar Muda dan adik Meurah Pupok yaitu Ratu Tajul Alam Syafiatuddin menjadi Ratu Penguasa Kesultanan Aceh. Dalam masa kepemimpinan Ratu Tajul Alam Syafiatuddin ia mencoba memulihkan kembali nama baik abangnya Meurah Pupok, karena sesungguhnya abangnya tersebut tidak sepenuhnya salah. Abangnya dijebak oleh suatu konspirasi yang jahat. Ratu kemudian membangun makam untuk abangnya Meurah Pupok yaitu suatu bangunan yang indah yang menjadi kenang-kenangan bagi peristiwa masa lalu untuk dijadikan pelajaran agar para penguasa dan keluarganya harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak. Bangunan makam ini disebut dengan Kandang Poteu Cut. Kandang ini terletak pada lokasi strategis yaitu disisi barat Kandang Perak dan Taman Sari pada tepi jalan masuk ke Medan Khayali. Namun, makam Meurah Pupok yang disebut Peucut ini sempat dihancurkan Belanda. Peucut berasal dari Pocut yang berarti Putra Kesayangan.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Hukum dan Adat harus ditegakkan meski anak harus dikorbankan. Sebab menegakkan Adat Identik dengan menegakkan Hukum Islam masa itu. "Hukom ngen adat lage zat ngen sifheut". Tuduhan berbuat zina dialamatkan kepada Meurah Pupok, namun tidak umum diketahui bagaimana proses peradilan berdasarkan hukum Islam terhadapnya. Tidak jelas siapa nama empat orang saksi yang dihadapkan ke muka pengadilan. Siapa saja yang bertindak sebagai hakim yang mengadili kasus ini. Sebab walaupun raja adalah penentu tertinggi, tapi sebagai sebuah kerajaan Islam, tentulah ketentuan-ketentuan syari’at dijunjung tinggi.</span></div>
<span style="background-color: white;"><a href="https://www.blogger.com/null" name="Asal_Muasal_Tragedi" style="background-image: none; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"></a><br /></span>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Demi menegakan hukum Sultan Iskandar Muda rela menghukum mati anaknya sendiri yang nota bene merupakan putra kesayangannya sekaligus penerus kekuasaannya. Meskipun kemudian diketahui kesalahan anaknya tersebut akibat suatu konspirasi yang memang sengaja menjebaknya. Tragedi Meurah Pupok ini memang telah dirancang sedemikian rupa oleh kelompok politisi istana yang berkhianat. Mereka dengan licik memanfaatkan Meurah Pupok yang tengah terjerat cinta. Konon ini merupakan permainan kelas tinggi. Sejarah telah memberikan pelajaran yang luar biasa buat kita, hukum memang harus ditegakan, namun kekuasaan itu pun syarat dengan intrik dan penuh tipu daya. Kisah Meurah Pupok memberikan hikmah yang sangat mendalam.</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-22926499070551466792014-03-21T20:34:00.001+07:002015-05-02T15:46:35.547+07:00Christian Snouck Hurgronje dan Politik Devide Et Impera Terhadap Ulama dalam Perang Aceh<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfJjkFSeJXflNFmPCKbWAJuDPueZwOujrPL2SrAa5C7jR0925CmMpK3T5FP32Q7aHL_96Y2WTfpj1C6kA-_mnTGTiwqWMB99uL5wQvqsxgv2ktiHki0T44XIDl2uR5_SGlzistFmyeFs4/s1600/download.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="background-color: white; color: black;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgfJjkFSeJXflNFmPCKbWAJuDPueZwOujrPL2SrAa5C7jR0925CmMpK3T5FP32Q7aHL_96Y2WTfpj1C6kA-_mnTGTiwqWMB99uL5wQvqsxgv2ktiHki0T44XIDl2uR5_SGlzistFmyeFs4/s1600/download.jpg" height="200" width="135" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="background-color: white; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; line-height: 19.20240020751953px; text-align: left;">Christian Snouck Hurgronje</span></td></tr>
</tbody></table>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Nama lengkapnya, Christian Snouck Hurgronje, lahir pada 8 Februari 1857 di Tholen, Oosterhout, Belanda. Seperti ayah, kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi pendeta Protestan, Snouck pun sedari kecil sudah diarahkan pada bidang teologi, sehingga dia menjadi seorang pemeluk kristiani aliran Protestan yang taat dan konsisten dalam beragama.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Tamat sekolah menengah, dia melanjutkan ke Universitas Leiden untuk mata kuliah Ilmu Teologi dan Sastra Arab, 1875. Lima tahun kemudian, dia tamat dengan predikat cum laude dengan disertasi Het Mekaansche Feest (Perayaan di Mekah). Tak cukup bangga dengan kemampuan bahasa Arab-nya, Snouck kemudian melanjutkan pendidikan ke Mekah, 1884. Di Mekah, keramahannya membuat para ulama tak segan membimbingnya. Dan untuk kian merebut hati ulama Mekkah pada waktu itu, Snouck kemudian berpura-pura memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi Abdul Ghaffar.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Snouck Hurgronje adalah sosok kontroversial khususnya bagi kaum Muslimin Indonesia, terutama kaum muslimin Aceh. Bagi penjajah Belanda, dia adalah pahlawan yang berhasil memetakan struktur perlawanan rakyat Aceh. Bagi kaum orientalis, dia adalah seorang sarjana yang berhasil dan sukses luar biasa dalam misinya memecah belah ulama di Aceh. Bahkan bagi rakyat Aceh, dia adalah pengkhianat tanpa tanding, sehingga kebencian rakyat Aceh terhadap sosok Snouck telah melegenda sampai melawati beberapa keturunan hingga sekarang ini.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Namun, menurut penelitian terbaru menunjukkan peran Snouck sebagai orientalis ternyata hanya kedok untuk menyusup dalam kekuatan rakyat Aceh. Dia dinilai memanipulasi tugas keilmuan untuk kepentingan politik, yang tujuan utamanya adalah untuk mencari titik lemah kehebatan pejuang-pejuang Aceh dalam melawan penjajahan kafee Belanda.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Seorang peneliti Belanda kontemporer Koningsveld, menjelaskan bahwa realitas budaya di negerinya membawa pengaruh besar terhadap kejiwaan dan sikap Snouck para perkembangan selanjutnya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Snouck berpendapat bahwa Al-Quran bukanlah wahyu dari Allah, melainkan adalah karya Muhammad yang mengandung ajaran agama. Pada saat itu, para ahli perbandingan agama dan ahli perbandingan sejarah sangat dipengaruhi oleh teori “Evolusi” Darwin. Hal ini membawa konsekuensi khusus dalam teori peradaban di kalangan cendikiawan Barat, bahwa peradaban Eropa dan Kristen adalah puncak peradaban dunia, dan mereka sangat kukuh mempertahankan argumen tersebut.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sementara, Islam yang datang belakangan, menurut mereka, adalah upaya untuk memutus perkembangan peradaban ini. Bagi kalangan Nasrani, kenyataan ini dianggap hukuman atas dosa-dosa mereka. Ringkasnya, agama dan peradaban Eropa adalah lebih tinggi dan lebih baik dibanding agama dan peradaban Timur. Teori peradaban ini berpengaruh besar terhadap sikap dan pemikiran Snouck selanjutnya. Pada tahun 1876, saat menjadi mahasiswa di Leiden, Snouck pernah mengatakan, “Adalah kewajiban kita untuk membantu penduduk negeri jajahan -maksudnya warga Muslim Hindia Belanda- agar terbebas dari Islam”. Sejak itu, sikap dan pandangan Snouck terhadap Islam tidak pernah berubah. Bahkan Snouck semakin yakin dengan sikapnya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Snouck pernah mengajar di Institut Leiden dan Delf, yaitu lembaga yang memberikan pelatihan bagi warga Belanda sebelum ditugaskan di Hindia Beland. Saat itu, Snouck belum pernah datang ke Hindia Beland, namun ia mulai aktif dalam masalah-masalah penjajahan Belanda.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada saat yang sama perang Aceh mulai bergolak. Saat tinggal di Jeddah, ia berkenalan dengan dua orang Indonesia yaitu Raden Abu Bakar Jayadiningrat dan Haji Hasan Musthafa. Dari keduanya Snouck belajar bahasa Melayu dan mulai bergaul dengan para haji jemaah dari Hindia Belanda, yang tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan informasi yang ia butuhkan. Pada saat itu pula, ia menyatakan ke-Islam-annya dan mengucapkan kalimah Syahadat di depan khalayak dengan memakai nama “Abdul Ghaffar.”</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Seorang Indonesia berkirim surat kepada Snouck yang isinya menyebutkan “Karena Anda telah menyatakan masuk Islam di hadapan orang banyak, dan ulama- ulama Mekah telah mengakui ke-Islaman Anda”. Seluruh aktivitas Snouck selama di Saudi Arabia ini tercatat di dalam dokumen-dokumen di Universitas Leiden, Belanda, sampai sekarang ini.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Snouck menetap di Mekah selama enam bulan dan disambut hangat oleh seorang ‘Ulama besar Mekah, yaitu Waliyul Hijaz. Ia lalu kembali ke negaranya pada tahun 1885. Selama di Saudi Arabia Snouck memperoleh data-data penting dan strategis bagi kepentingan pemerintahan penjajahan Belanda. Informasi itu ia dapatkan dengan mudah karena tokoh-tokoh Indonesia yang ada di sana sudah menganggapnya sebagai saudara seiman dan seagama.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kesempatan ini digunakan oleh Snouck untuk memperkuat hubungan dengan tokoh-tokoh yang berasal dari Aceh yang menetap di negeri Hijaz saat itu. Snouck kemudian menawarkan diri pada pemerintah penjajah Belanda untuk ditugaskan di Aceh.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Saat itu perang Aceh dan Belanda mulai berkecamuk. Snouck masih terus melakukan surat menyurat dengan ‘Ulama asal Aceh di Mekkah. Snouck tiba di Jakarta pada tahun 1889. Jendral Benaker Hourdec menyiapkan asisten-asisten untuk menjadi pembantunya. Seorang di antaranya adalah warga keturunan Arab Pekojan, yaitu Sayyid Utsman Yahya Ibn Aqil al Alawi. Ia adalah penasehat pemerintah Belanda dalam urusan Islam dan kaum Muslim atau asisten honorair.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam buku ”Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa”, Utsman bin Abdullah Al-’Alawi dikenal seorang pengabdi Pemerintah Kolonial Belanda yang amat setia. Untuk kesetiaannya yang luar biasa itu, ia dianugerahi “Bintang Salib Singa Belanda” tanggal 5 Desember 1899 tanpa upacara resmi. Ia bahkan pernah mengarang khotbah jum’at yang mengandung do’a dalam bahasa Arab untuk kesejahteraan Ratu Belanda Wilhelmina. Khotbah dan do’a itu kemudian dikenal di kalangan umat Islam sebagai “Khotbah Penjilat ”</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam upaya memadamkan pemberontakan Islam, Sayyid Utsman Al-’Alawi ini dikenal pula dengan fatwanya yang menyatakan bahwa jihad itu bukanlah perang melawan orang kafir, melainkan perang melawan nafsu-nafsu jahat yang bersarang pada diri pribadi setiap orang. Selain Al-’Alawi, Snouck juga dibantu sahabat lamanya ketika di Mekah, Haji Hasan Musthafa yang diberi posisi sebagai penasehat untuk wilayah Jawa Barat. Snouck sendiri memegang jabatan sebagai penasehat resmi pemerintah penjajah Belanda dalam bidang bahasa Timur dan Fiqh Islam. Jabatan ini masih dipegangnya hingga setelah kembali ke Belanda pada tahun 1906.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Misi utama Snouck adalah “membersihkan” Aceh. Setelah melakukan studi mendalam tentang semua yang terkait dengan masyarakat ini, Snouck menulis laporan panjang yang berjudul “Kejahatan-kejahatan Aceh”. Laporan ini kemudian jadi acuan dan dasar kebijakan politik dan militer Belanda dalam menghadapai masalah Aceh. Pada bagian pertama, Snouck menjelaskan tentang kultur masyarakat Aceh, peran Islam, ‘Ulama, dan peran tokoh pimpinannya. Ia menegaskan pada bagian ini, bahwa yang berada di belakang perang dahsyat Aceh dengan Belanda adalah para ‘Ulama. Sedangkan tokoh-tokoh formalnya bisa diajak damai dan dijadikan sekutu, karena mereka hanya memikirkan bisnisnya. Snouck menegaskan bahwa Islam harus dianggap sebagai faktor negatif, karena dialah yang menimbulkan semangat fanatisme agama di kalangan muslimin. Pada saat yang sama, Islam membangkitkan rasa kebencian dan permusuhan rakyat Aceh terhadap Belanda. Jika dimungkinkan “pembersihan” ‘Ulama dari tengah masyarakat, maka Islam takkan lagi punya kekuatan di Aceh. Setelah itu, para tokoh-tokoh adat bisa menguasai dengan mudah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Bagian kedua laporan ini adalah usulan strategis soal militer. Snouck mengusulkan dilakukannya operasi militer di desa-desa di Aceh untuk melumpuhkan perlawanan rakyat yang menjadi sumber kekuatan ‘Ulama. Bila ini berhasil, terbuka peluang untuk membangun kerjasama dengan pemimpin lokal. Perlu disebut di sini, bahwa Snouck didukung oleh jaringan intelijen mata-mata dari kalangan pribumi. Cara yang ditempuh sama dengan yang dilakukannya di Saudi dulu, yaitu membangun hubungan dan melakukan kontak dengan warga setempat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Orang-orang yang membantunya berasumsi bahwa Snouck adalah seorang saudara semuslim. Dalam suatu korespondensinya dengan ‘Ulama Jawa, Snouck menerima surat yang bertuliskan “Wahai Fadhilah Syekh AIlamah Maulana Abdul Ghaffar, sang mufti negeri Jawa. “</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Lebih aneh lagi, Snouck menikah dengan putri seorang kepala daerah Ciamis, Jawa Barat pada tahun 1890. dari pernikahan ini ia peroleh empat anak: Salamah, ‘Umar, Aminah dan Ibrahim. Akhir abad 19 ia menikah lagi dengan Siti Sadijah, putri khalifah Apo, seorang ‘Ulama besar di Bandung. Anak dari pernikahan ini bernama Raden Yusuf.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Snouck juga melakukan surat menyurat dengan gurunya Theodor Nöldeke, seorang orientalis Jerman terkenal. Sekedar catatan, Nöldeke adalah orientalis dan pakar Kearaban dari Jerman. Tahun 1860 ia menerbitkan bukunya, Geschichte des Qurans (Sejarah al-Quran). Karyanya ini dikembangkan bersama Schwally, Bergsträsser, dan Otto Pretzl, dan ditulis selama 68 tahun sejak edisi pertama. Sampai saat ini, Geschichte des Qorans menjadi karya standar bagi para orientalis khususnya dalam sejarah kritis penyusunan Al-Quran. Musthafa A’zhami, dalam bukunya, The History of The Qur’anic Text, mengutip satu artikel di Encyclopedia Britannica (1891), dimana Nöldeke menyebutkan banyaknya kekeliruan dalam Al-Quran karena, kata Nöldeke, “Kejahilan Muhammad” tentang sejarah awal agama Yahudi – kecerobohan nama-nama dan perincian yang lain yang ia curi dari sumber-sumber Yahudi.’’</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sebagaimana dikutip dalam bukunya, Musthafa A’zhami, The History of The Qur’anic Text, Nöldeke, telah menuduh Nabi Muhammad sebagai penulis Al-Quran dan orang jahil. Selanjutnya, dalam suratnya, Snouck menegaskan bahwa keIslaman dan semua tindakannya adalah permainan untuk menipu orang Indonesia demi mendapatkan informasi.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ia menulis “Saya masuk Islam hanya pura-pura. Inilah satu-satulnya jalan agar saya bisa diterima masyarakat Indonesia yang fanatik. ” Temuan lain Koningsveld dalam surat Snouck mengungkap bahwa ia meragukan adanya Tuhan. Ini terungkap dari surat yang ia tulis pada pendeta Protestan terkenal Herman Parfink yang berisi, ‘Anda termasuk orang yang percaya pada Tuhan. Saya sendiri ragu pada segala sesuatu. “</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Yang jelas, selama tujuh bulan Snouck berada si Aceh, sejak 8 Juli 1891, baru pada 23 Mei 1892, ia mengajukan Atjeh Verslag, laporannya kepada pemerintah Belanda tentang pendahuluan budaya dan keagamaan, dalam lingkup nasehat strategi kemiliteran Snouck. Sebagian besar Atjeh Verslag kemudian diterbitkan dalam De Atjeher dalam dua jilid yang terbit 1893 dan 1894. Dalam Atjeh Verslag-lah pertama disampaikan agar kotak kekuasaan di Aceh dipecah-pecah. Itu berlangsung lama, karena sampai 1898, Snouck masih saja berkutat pada perang kontra-gerilya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Nasehat Snouck mematahkan perlawanan para ulama, karena awalnya Snouck sudah melemparkan isu bahwa yang berhak memimpin Aceh bukanlah uleebalang, tapi ulama yang dekat dengan rakyat kecil. Komponen paling menentukan sudah pecah, rakyat berdiri di belakang ulama, lalu Belanda mengerasi ulama dengan harapan rakyat yang sudah berposisi di sana menjadi takut. Untuk waktu yang singkat, metode yang dipakai berhasil. Snouck mendekati ulama untuk bisa memberi fatwa agama. Tapi fatwa-fatwa itu berdasarkan politik devide et impera.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Demi kepentingan keagamaan, ia berkotbah untuk menjauhkan agama dan politik. Selama di Aceh Snouck meneliti cara berpikir orang-orang secara langsung. Dalam suratnya kepada Van der Maaten (29 Juni 1933), Snouck mengatakan bahwa ia bergaul dengan orang-orang Aceh yang menyingkir ke Penang. Van Heutsz adalah seorang petempur murni. Sebagai lambang morsose, keinginannya tentu menerapkan nasihat pertama Snouck; mematahkan perlawanan secara keras.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Tapi Van Heutsz ternyata harus melaksanakan nasihat lain dari Snouck, yang kemudian beranggapan pelumpuhan perlawanan dengan kekerasan akan melahirkan implikasi yang tambah sulit diredam. Akhirnya taktik militer Snouck memang diubah. Memang pada 1903, kesultanan Aceh takluk. Tapi persoalan Aceh tetap tak selesai. Sehingga Snouck terpaksa membalikkan metode, dengan mengusulkan agar di Aceh diterapkan kebijakan praktis yang dapat mendorong hilangnya rasa benci masyarakat Aceh karena tindakan penaklukkan secara bersenjata. Inilah yang menyebabkan sejarah panjang ambivalensi dialami dalam menyelesaikan Aceh.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dr. P. Sj. Van Koningsveld, penulis Belanda yang gemar mengumpulkan tulisan-tulisannya bertalian kegiatan kontroversial Snouk mencatat beberapa perilaku Snouck Hurgronje. Kumpulan tulisan Van Koningsveld ini banyak mendapat pertentangan dikalangan akademisi yang masih menjadi almamaternya di Leiden. Dalam bukunya Snouck Hurgronje dan Islam (Girimukti Pasaka, Jakarta, 1989), Koningsveld menggambarkan kemungkinan Snouck masuk Islam oleh Qadi Jeddah dengan dua orang saksi setelah Snouck pindah tinggal bersama-sama dengan Aboebakar Djajadiningrat (1989: 95-107).</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Van Koningsveld juga memberikan petunjuk-petunjuk yang memberikan kesan ketidaktulusan Snouck Hurgronje masuk Islam. Dia masuk Islam hanyalah untuk melancarkan tugasnya atau tujuannya yang hendak mengukuhkan kekuasaan Belanda di Indonesia, jadi bersifat politik–bukan ilmiah murni. Veld berkomentar tentang aktivitas Snouck: “Ia berlindung di balik nama “penelitian Ilmiah” dalam melakukan aktifitas spionase, demi kepentingan penjajah”.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Veld yang merupakan peneliti Belanda yang secara khusus mengkaji biografi Snouck menegaskan, bahwa dalam studinya terhadap masyarakat Aceh, Snouck menulis laporan ganda. Ia menuliskan dua buku tentang Aceh dengan satu judul, namun dengan isi yang bertolak belakang. Dari laporan ini, Snouck hidup di tengah masyarakat Aceh selama tiga puluh tiga bulan dan ia pura-pura masuk Islam.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Selain tugas memata-matai Aceh, Snouck juga terlibat sebagai peletak dasar segala kebijakan kolonial Belanda menyangkut kepentingan umat Islam. Atas sarannya, Belanda mencoba memikat ulama untuk tak menentang dengan melibatkan massa. Tak heran, setelah Aceh, Snouck pun memberi masukan bagaimana menguasai beberapa bagian Jawa dengan memanjakan ulama.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam rentang waktu itu, ia menyaksikan budaya dan watak masyarakat Aceh sekaligus memantau peristiwa yang terjadi. Semua aktivitasnya tak lebih dari pekerjaan spionase dengan mengamati dan mencatat. Sebagai hasilnya ia menulis dua buku. Pertama berjudul “Aceh,” memuat laporan ilmiah tentang karakteristik masyarakat Aceh dan buku ini diterbitkan. Tapi pada saat yang sama, ia juga menulis laporan untuk pemerintah Belanda berjudul “Kejahatan Aceh.” Buku ini memuat alasan-alasan memerangi rakyat Aceh.</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-67790516353784459102014-03-21T20:24:00.000+07:002015-05-02T13:28:16.612+07:00Legenda Atu Belah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgq638P3s4tZPzLdDfWyQacmeAT9YOoa-y0dLMeVeZ1cPi1eq-_CdlKUI0I7Bgfcs8uJJo-ofk3JU-jPjwv5RWzgwBQ2UWCGKxnIr31FmQ55I5yAfQdjYEL4U8reTjvX4tXp6b0KVNXbqM/s1600/200px-Atu_Belah.jpg" imageanchor="1" style="background-color: white; margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgq638P3s4tZPzLdDfWyQacmeAT9YOoa-y0dLMeVeZ1cPi1eq-_CdlKUI0I7Bgfcs8uJJo-ofk3JU-jPjwv5RWzgwBQ2UWCGKxnIr31FmQ55I5yAfQdjYEL4U8reTjvX4tXp6b0KVNXbqM/s1600/200px-Atu_Belah.jpg" height="152" width="200" /></a></div>
<span style="background-color: white;"><span style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"><br /></span>
<span style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;">Legenda Atu Belah</span><span style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"> menurut cerita yang berkembang di masyarakat, Terjadi di sebuah desa Penarun Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah, hidup satu keluarga miskin. Keluarga itu mempunyai dua orang anak, yang tua berusia tujuh tahun dan yang kecil masih kecil. Ayah kedua anak itu hidup sebagai petani, pada waktu senggangnya ia selalu berburu rusa di hutan.</span></span><br />
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada jaman dahulu di tanah Gayo, Aceh – hiduplah sebuah keluarga petani yang sangat miskin. Ladang yang mereka punyai pun hanya sepetak kecil saja sehingga hasil ladang mereka tidak mampu untuk menyambung hidup selama semusim, sedangkan ternak mereka pun hanya dua ekor kambing yang kurus dan sakit-sakitan. Oleh karena itu, untuk menyambung hidup keluarganya, petani itu menjala ikan di sungai Krueng Peusangan atau memasang jerat burung di hutan. Apabila ada burung yang berhasil terjerat dalam perangkapnya, ia akan membawa burung itu untuk dijual ke kota.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Suatu ketika, terjadilah musim kemarau yang amat dahsyat. Sungai-sungai banyak yang menjadi kering, sedangkan tanam-tanaman meranggas gersang. Begitu pula tanaman yang ada di ladang petani itu. Akibatnya, ladang itu tidak memberikan hasil sedikit pun. Petani ini mempunyai dua orang anak. Yang sulung berumur delapan tahun bernama Sulung, sedangkan adiknya Bungsu baru berumur satu tahun. Ibu mereka kadang-kadang membantu mencari nafkah dengan membuat periuk dari tanah liat. Sebagai seorang anak, si Sulung ini bukan main nakalnya. Ia selalu merengek minta uang, padahal ia tahu orang tuanya tidak pernah mempunyai uang lebih. Apabila ia disuruh untuk menjaga adiknya, ia akan sibuk bermain sendiri tanpa peduli apa yang dikerjakan adiknya. Akibatnya, adiknya pernah nyaris tenggelam di sebuah sungai.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada suatu hari, si Sulung diminta ayahnya untuk pergi mengembalakan kambing ke padang rumput. Agar kambing itu makan banyak dan terlihat gemuk sehingga orang mau membelinya agak mahal. Besok, ayahnya akan menjualnya ke pasar karena mereka sudah tidak memiliki uang. Akan tetapi, Sulung malas menggembalakan kambingnya ke padang rumput yang jauh letaknya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">“Untuk apa aku pergi jauh-jauh, lebih baik disini saja sehingga aku bisa tidur di bawah pohon ini,” kata si Sulung. Ia lalu tidur di bawah pohon. Ketika si Sulung bangun, hari telah menjelang sore. Tetapi kambing yang digembalakannya sudah tidak ada. Saat ayahnya menanyakan kambing itu kepadanya, dia mendustai ayahnya. Dia berkata bahwa kambing itu hanyut di sungai. Petani itu memarahi si Sulung dan bersedih, bagaimana dia membeli beras besok.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Akhirnya, Petani itu memutuskan untuk berangkat ke hutan untuk berburu rusa, di rumah tinggal istri dan kedua anaknya, pada waktu makan, anak yang sulung merajuk, karena di meja tidak ada daging sebagai teman nasinya. Karena di rumah memang tidak ada persediaan lagi, maka kejadian ini membuat ibunya bingung memikirkan bagaimana dapat memenuhi keinginan anaknya yang sangat dimanjakannya itu.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Akhirnya si ibu menyuruh anaknya tersebut untuk mengambil belalang yang berada di dalam lumbung. (padahal sebelumnya siayah memesan kepada sang ibu jangan di buka lumbung yang berisikan belalang itu), Ketika si anak membuka tutup lumbung, rupanya ia kurang berhati-hati, sehingga menyebabkan semua belalang itu habis berterbangan ke luar.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sementara itu ayahnya pulang dari berburu, ia kelihatannya sedang kesal, karena tidak berhasil memperoleh seekor rusa pun. Kemudia ia sangat marah ketika mengetahui semua belalang yang telah di kumpulkan dengan susah payah telah lenyap hanya dalam tempo sekejap.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kemudian, dalam keadaan lupa diri si ayah menghajar isterinya hingga babak belur dan menyeretnya keluar rumah. Dan kemudian tega memotong sebelah (maaf) payudara istrinya, dan memanggangnya, untuk dijadikan teman nasinya. Kemudian wanita malang yang berlumuran darah dan dalam kesakitan itu segera meninggalkan rumahnya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam keadaan keputusasaan si wanita tersebut pergi ke hutan, di dalam hutan tersebut si ibu menemukan sebongkah batu, dengan keputusasaan si ibu meminta kepada batu untuk dapat menelannya, agar penderitaan yang di rasakanya berakhir.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Selepas itu si ibu bersyair dengan kata-kata, “Atu belah, atu bertangkup nge sawah pejaying te masa dahulu,” kalau diartikan dalam bahasa indonesia “Batu Belah, batu bertangkup, sudah tiba janji kita masa yang lalu. “Kata-kata” itu dinyanyikan berkali-kali secara lirih sekali oleh ibu yang malang itu.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sesaat kemudian, Tiba-tiba suasana berubah, cuaca yang sebelumya cerah mejadi gelap disertai dengan petir dan angin besar, dan pada saat itu pula batu bersebut terbelah menjadi dua dengan perlahan-lahan tanpa ragu lagi si ibu melangkahkan kakinya masuk ke tengah belahan batu tersebut. Setelah itu batu yang terbelah menjadi dua tersebut kembali menyatu.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Si ayah dan kedua anaknya tersebut mencari si ibu, tetapi tidak menemukannya, mereka hanya menemukan beberapa helai rambut diatas sebuah batu besar, rambut tersebut adalah milik si ibu yang tertinggal ketika masuk kedalam atu belah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ia menangis keras dan memanggil ibunya sampai berjanji tidak akan nakal lagi, namun penyesalan itu datangnya sudah terlambat. Ibunya telah menghilang ditelan Batu Belah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Cerita Rakyat ini adalah cerita rakyat yang banyak di kenal anak-anak di masyarakat gayo. Mereka menggolongkannya sebagai legenda, Karena oleh penduduk gayo kejadian ini benar-benar terjadi di daerah mereka. Untuk membuktikannya mereka dapat menunjukkan kepada kita sebuah betu besar yang terletak kira-kira 35 km dari kota Takengon di Gayo.</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5553808652974663742.post-87868145869849191522014-03-21T20:00:00.001+07:002015-05-02T20:15:21.275+07:00Nuruddin al-Raniri<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXZyVCFNHgtpnSg-bhcX8edipfW5v_WyHd2_BzONlItBGBMQMt5IOFflzXtd7QQY_gF9sM4Yyw8F_uJdla_yB8M8KEJE8uOLCaVDTDSFd9bUSh7N90B2HNC7waeH6cCvbz9HhDE_dd5M4/s1600/Syeikh_Nuruddin_Ar-Raniry.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="background-color: white;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXZyVCFNHgtpnSg-bhcX8edipfW5v_WyHd2_BzONlItBGBMQMt5IOFflzXtd7QQY_gF9sM4Yyw8F_uJdla_yB8M8KEJE8uOLCaVDTDSFd9bUSh7N90B2HNC7waeH6cCvbz9HhDE_dd5M4/s1600/Syeikh_Nuruddin_Ar-Raniry.jpg" height="200" width="132" /></span></a></div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span style="background-color: white; font-size: small;">Biografi</span></h2>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Syeikh Nuruddin Ar-Raniri, Ulama Aceh Terkenal. Nama lengkapnya, Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji Al-Hamid (atau Al-Syafi'i Al-Asyary Al-Aydarusi Al-Raniri (untuk berikutnya disebut Al-Raniri). la dilahirkan di Ranir (Randir), sebuah kota pelabuhan tua di Pantai Gujarat, sekitar pertengahan kedua abad XVI M. Syekh Nuruddin diperkirakan lahir sekitar akhir abad ke-16 di kota Rani, India, dan wafat pada 21 September 1658. Pada tahun 1637, ia datang ke aceh, dan kemudian menjadi penasehat kesultanan di sana hingga tahun 1644. Ibunya seorang keturunan Melayu, sementara ayahnya berasal dari keluarga imigran Hadhramaut (Al-Attas: 1199 M). Ia adalah ulama penasehat di kesultanan Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani (Iskandar II).</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Seperti ketidakpastian tahun kelahiran, asal usul keturunan Al-Raniri pun memuat dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, nenek moyangnya adalah keluarga Al-Hamid dari Zuhra (salah satu dari sepuluh keluarga Quraisy). Sementara kemungkinan yang lain Al-Raniri dinisbatkan pada Al-Humayd, orang yang sering dikaitkan dengan Abu Bakr 'Abd Allah b. Zubair Al-As'adi Al-Humaydi, seorang mufti Makkah dan murid termasyhur Al-Syafii (Azra 1994).</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Daerah asal Al-Raniri, sebagaimana layaknya kota-kota pelabuhan yang lain, kota Ranir sangat ramai dikunjungi para pendatang (imigran) dari berbagal penjuru dunia.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ada yang berasal dari Timur-Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, dan Eropa. Tujuan utama mereka untuk melakukan aktifitas bisnis dan mencari sumber-sumber ekonomi baru. Di samping itu, mereka juga berdakwah dan menyebarluaskan ilmu-ilmu agama, sehingga menghabiskan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Dari Ranir pula, mereka kemudian berlayar kembali menuju pelabuhan-pelabuhan lain di Semenanjung Melayu dan Hindia untuk keperluan yang sama.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Jadilah orang Ranir dikenal sebagai masyarakat yang gemar merantau dari satu tempat ke tempat yang lain. Pola hidup yang berpindah-pindah seperti ini juga terjadi pada keluarga besar Al-Raniri sendiri, yaitu ketika pamannya, Muhammad Al-jilani b. Hasan Muhammad Al-Humaydi, datang ke Aceh (1580-1583 M) untuk berdagang sekaligus mengajar ilmu-ilmu agama, seperti fiqh, ushul fiqh, etika, manthiq, dan retorika. Kebanyakan dari mereka (perantau) biasanya menetap di kota-kota pelabuhan di pantai Samudera Hindia dan wilayah-wilayah kepulauan Melayu-Indonesia, lainnya (Azra: 1994).</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><b>Nuruddin al-Raniri</b> tiba di Aceh pada hari Ahad 6 Muharram 1047 H, bertepatan dengan tanggal 31 mei 1637 M mengikuti jejak pamannya sebelumnya mengunjungi dan menetap di Aceh bernama Muhammad Jailani bin Hasan bin Muhammad Hamid al-Raniri yang datang ke Aceh pada masa pemerintahan Sultan Alaidin Mansur Syah dari Perak (1577-1586).</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada tahun 1637 M Nuruddin al-Raniri berada di Kutaradja (Aceh) dan menetap selama tujuh tahun dari masa pemerintahan Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) yang masih memiliki keturunan putra sultan Pahang yaitu menantu Sultan Iskandar Muda dan Sultanah Safiatuddin Syah istri Sultan Iskandar Tsani dan putri Sultan Iskandar Muda.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Sebagai ahli bidang syariat dan teolog, Nuruddin al-Raniri juga dikenal sebagai seorang syaikh dalam Tarekat Qadariyah dan Rifa’iyyah. Ia belajar kepada Syeikh Abu Hafs 'Umar bin 'Abdullah Ba Syaiban atau dikenal dengan Saiyid 'Umar al-'Aidrus Ba Syaiban (970-1030 H), kepada ulama ini beliau mengambil bai'at Thariqat Rifa'iyah. Al-Raniri ditunjuk oleh Ba Syaiban sebagai khalifah dalam Tarekat Rifa’iyyah dan bertanggung jawab untuk penyebarannya di wilayah Melayu-Indonesia.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ide pemikiran dan fatwa Nuruddin al-Raniri dituangkan dalam kitab-kitab karyanya mayoritas bersifat polemis dan sampai pada batas apologetis, ada sekitar 31 kitab (mungkin lebih) yang ditulis olehnya dan sebagian besarnya tentang fatwa pertentangan doktrin mistiko-filosofis Wujudiyyah yang telah berkembang turun temurun pada pengikut Wujudiyyah di Aceh yang dianggapnya sesat (heretical) dan menyimpang (<i>heterodox</i>). </span></div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span style="background-color: white; font-size: small;">Ilmu Yang Dikuasainya</span></h2>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ar Raniri memiliki pengetahuan luas yang meliputi tasawuf, qalam, fiqih, hadits, sejarah, dan perbandingan agama. Selama masa hidupnya, ia menulis kurang-lebih 29 kitab, yang paling terkenal adalah "Bustanul Salatin". Namanya kini diabadikan sebagai nama perguruan tinggi agama (IAIN) di Banda Aceh.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" style="background-color: white; font-size: small;">judul kitab-kitabnya</span></h2>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Diantara judul kitab-kitabnya:</span></div>
<ul style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 1.5em; list-style-image: url(http://acehpedia.org/skins/monobook/bullet.gif); list-style-type: square; margin: 0.3em 0px 0px 1.5em; padding: 0px;">
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Al-Shirath al-Mustaqim (1634)</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Durrat al-faraid bi Syarh al-‘Aqaid an Nasafiyah (1635)</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Hidayat al-habib fi al Targhib wa’l-Tarhib (1635) ?</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Bustanus al-Shalathin fi dzikr al-Awwalin Wa’l-Akhirin (1638)</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Nubdzah fi da’wa al-zhill ma’a shahibihi</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Latha’if al-Asrar</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Asral an-Insan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Tibyan fi ma’rifat al-Adyan</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Akhbar al-Akhirah fi Ahwal al-Qiyamah</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Hill al-Zhill</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Ma’u’l Hayat li Ahl al-Mamat</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Aina’l-‘Alam qabl an Yukhlaq</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Syifa’u’l-Qulub</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Hujjat al-Shiddiq li daf’I al-Zindiq</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Al-Fat-hu’l-Mubin ‘a’l-Mulhiddin</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Al-Lama’an fi Takfir Man Qala bi Khalg al-Qur-an</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Shawarim al- Shiddiq li Qath’I al-Zindiq</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Rahiq al-Muhammadiyyah fi Thariq al-Shufiyyah.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Ba’du Khalg al-samawat wa’l-Ardh</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Kaifiyat al-Shalat</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Hidayat al-Iman bi Fadhli’l-Manaan</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab ‘Aqa’id al-Shufiyyat al-Muwahhiddin</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab ‘Alaqat Allah bi’l-‘Alam</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Al-Fat-hu’l-Wadud fi Bayan Wahdat al-Wujud</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab ‘Ain al-Jawad fi Bayan Wahdat al-Wujud</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Awdhah al-Sabil wa’l-Dalil laisal li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Awdhah al-Sabil laisan li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil.</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Syadar al-Mazid</span></li>
<li style="margin-bottom: 0.1em;"><span style="background-color: white;">Kitab Jawahir al-‘ulum fi Kasyfi’l-Ma’lum</span></li>
</ul>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kiprah Nuruddin al-Raniry di Aceh tidak lebih dari tujuh tahun lamanya, sebagai alim, mufti dan penulis produktif ia telah memberi perhatian mendalam guna menentang doktrin Wujudiyyah dan mengembalikan kemurnian Islam baik secara dialog maupun represif. Hingga pada tahun 1644, beliau secara tiba-tiba meninggalkan Aceh menuju kota kelahirannya di India yaitu Ranir, diketahui melalui tulisan muridnya dalam kolofon kitab Jawahir al-‘Ulum fi Kasfy al-Ma’lum yang menyatakan bahwa ia berlayar ke tanah airnya Ranir pada tahun 1054 H, dan menyuruh salah seorang muridnya untuk menyelesaikannya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" style="background-color: white; font-size: small;">Gurunya</span></h2>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Beliau di katakan telah berguru dengan Sayyid Umar Abu Hafis Abdullah Basyeiban yang yang di India lebih dikenal dengan Sayyid Umar Al-Idrus kerna adalah khalifah Tariqah Al-Idrus Alawi di India. Ar-Raniri juga telah menerima Tariqah Rifaiyyah dan Qadariyah dari gurunya.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Putera Abu Hafs yaitu Sayyid Abdul Rahman Tajudin yang datang dari Balqeum, Karnataka, India pula telah menikah setelah berhijrah ke Jawa dengan Syarifah Khadijah, puteri Sultan Cirebon dari keturunan Sunan Gunung Jati.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" style="background-color: white; font-size: small;">Jejak-jejak Intelektual Al-Raniri</span></h2>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Al-Raniri sendiri memulai perjalanan intelektualnya dengan belajar ilmu agama di tanah kelahirannya (Ranir), sebelum berkelana ke Tarim, Hadramaut, Arab Selatan, yang ketika itu menjadi pusat studi agama Islam.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pada tahun 1621 M, ia mengunjungi Makkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam Nabi. Di tanah haram inilah Al-Raniri menjalin hubungan dengan para jamaah haji dan orang-orang yang sudah menetap dan belajar di Arab, yang kebetulan berasal dari wilayah Nusantara.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam kapasitas seperti ini, Al-Raniri sudah dapat dikategorikan telah menjalin hubungan dengan orang-orang Melayu, khususnya dalam hal komunikasi intelektual Islam. Jalinan hubungan inilah yang menjadi awal mula bagi perjalanan intelektual Islam Al-Raniri di kemudian hari.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam perkembangannya, Al-Raniri juga merupakan seorang syeikh tarekat Rifa'iyyah, yang didirikan oleh Ahmad Rifai (w. 1183 M). Ia belajar ilmu tarekat ini melalui ulama keturunan Arab Hadramaut, Syeikh Said Abu Hafs Umar b. 'Abd Allah Ba Syaiban dari Tarim, atau yang dikenal di Gujarat dengan sebutan Sayid Umar Al Aydarus. Sementara Ba Syaiban sendiri belajar tarekat dari ulama-ulama Haramain selama empat tahun, seperti Sayyid Umar b.'Abd Allah Al-Rahim Al-Bashri (w. 1638), Ahmad Ibrahim b. Alan (w. 1624 M), dan 'Rahman Al-Khatib Al-Syaib 1605 M). Dari Ba Syaiban pulalah Al-Raniri dibaiat sebagai khalifah (penggantinya) untuk menyebarluaskan tarekat Rifaiyyah di tanah Melayu (Aboebakar Atjeh: 1979). Kendati demikian, Al-Raniri juga memiliki silsilah inisiasi dengan tarekat Aydarusiyyah dan Qodiriyyah Maqassari: tt).</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Setelah beberapa tahun melakukan perjalanan intelektual di Timur-Tengah dan wilayah anak benua India, Al-Raniri mulai merantau ke wilayah Nusantara dengan memilih Aceh sebagai tempat tinggalnya. la datang di Aceh pada tanggal 31 Mei 1637 M (6 Muharram 1047 H), namun hingga kini belum diketahui secara pasti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya memilih Aceh. Pilihan ini diduga karena ketika itu Aceh berkembang menjadi pusat perdagangan, kebudayaan, politik dan agama Islam di kawasan Asia Tenggara, yang menggantikan posisi Malaka setelah dikuasai oleh Portugis, M). Adapun kemungkinan lainnya, Al-Raniri mengikuti pamannya, Syeikh Muhammad Jailani b. Hasan b. Muhammad Hamid (1588 M).</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Tidak hanya itu, tahun 1637 diragukan sebagai awal mula kedatangan Al-Raniri di Aceh. Ada dua keraguan yang menyebabkan hal itu. Pertama, jika dilihat dari kemahirannya dalam berbahasa Malayu, sebagaimana ditunjukkan dalam kitab-kitabnya, maka sangat mustahil Al-Raniri baru ke Aceh pada tahun tersebut. Shirat al-Mustaqim, misalnya, yang berbahasa Melayu disususn pada tahun 1634, ketika belum menetap di Aceh. Sementara keraguan kedua, jumlah karya-karyanya yang menyampai 29 buku tidak mungkin dapat diselesaikan hanya dalam waktu tujuh tahun selama di Aceh (1637-1644 M).</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dua keraguan inilah yang memperkuat asumsi bahwa sebelumnya Al-Raniri pernah datang ke Aceh, tetapi waktu itu tidak memperoleh sambutan dan penerimaaan yang layak dari pihak istana Sultan Iskandar Muda. Dari sini, ia melanjutkan perjalanannya ke daerah lain di kawasan ini. Sebagaimana tercatat dalam sejarah Kesultanan Aceh ketika Iskandar Muda berkuasa, ulama yang berpengaruh dan berperan sebagai mufti kerajaan adalah Syeikh Syams Al-Din Al-Sumaterani. Pada masa ini paham wujudiyyah menjadi ajaran resmi kerajaan. Sementara Al-Raniri menyerukan ajaran Sunni dan menentang paham wujudiyyah jelas kurang mendapat simpati dari Sultan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Setelah Syeikh Al-Sumaterani meninggal, kemudian disusul pula oleh Sultan Iskandar Muda dalam beberapa waktu sesudahnya, Al-Raniri memiliki kesempatan yang lebih baik untuk menyebarluaskan ilmu-ilmu agamanya. Ketika itu, sultan yang berkuasa, Sultan Iskandar Tsani, menantu Iskandar Muda, memberikan penghormatan tinggi kepada Al-Raniri dengan menjadikannya mufti kerajaan. Seperti Al-Raniri, Sultan Iskandar Tsani juga menentang paham wujudiyyah. Dengan kedudukan dan dukungan seperti ini, Al-Raniri dengan leluasa dapat memberikan sanggahan terhadap paham yang dikembangkan oleh dua ulama Aceh sebelumnya, Hamzah Fansuri dan Syams Al-Din Al-Sumaterani. Tidak hanya itu, Al-Raniri juga sering menerima permintaan dari sultan untuk menulis kitab-kitab agama, terutama tentang tasawuf, dalam rangka membatasi pengaruh paham wujudiyyah di Aceh.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kedekatan Al-Raniri dengan Sultan ini membawa implikasi yang cukup luas. Misalnya, dalam satu kesempatan dan didukung oleh Sultan, Al-Raniri mengadakan majelis persidangan dengan 40 ulama pendukung paham wujudiyyah guna membahas paham tersebut. Dari sidang ini kemudian lahir fatwa Syeikh Al-Raniri dan para ulama istana yang menghukumi kafir terhadap para pengikut paham wujudiyyah, sehingga boleh dbunuh. Tidak hanya sampai disini, Al-Raniri dengan penuh semangat menulis dan sering berdebat dengan para penganut paham panteisme ini dalam banyak kesempatan. Bahkan, perdebatan itu sering dilakukan dihadapan sultan.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam berdebat, dengan segala kemahirannya, ia berupaya keras membongkar kelemahan dan kesesatan paham wujudiyyah yang dianggapnya bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits, seraya meminta para pengikutnya untuk bertaubat dan kembali pada jalan yang benar (Al-Qur’an dan Hadits). Namun, kegigihan Al-Raniri ini tidak banyak memenuhi target yang diharapkan. Sebab para pengikut paham wujudiyyah tetap bersikukuh pada pendiriannya. Sehingga akhirnya dengan penuh keterpaksaan, mereka harus dihukum mati. Selain itu, untuk membumihabguskan paham wujudiyyah, maka kitab-kitab wujudiyyah-nya Harnzah dan Syams Al-Din dibakar di depan masjid Baiturrahman Banda Aceh.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Setelah tujuh tahun sebagai mufti kerajaan, pada tahun 1644 Al-Raniri tiba-tiba kembali ke tanah kelahimnnya, dan tidak kembali lagi ke Aceh. Ketika itu, Al-Raniri sedang menulis kitab jawahir baru sampai bab kelima. Dan selanjutnya, ia perintahkan salah seorang murid dekatnya untuk menyelesaikan kitab tersebut. Kepulangan Al-Raniri yang secara mendadak ini menimbulkan. pertanyaan. di kernudian hari. Pertama, sebagaimana diungkapkan oleh A. Daudy dalam bukunya, Syeikh Nuruddin AI-Raniri, Al-Raniri kembali ke tanah leluhurnya karena ada ketidaksesuaian dengan kebijakan Sultanah Safiyyat al-Din yang berencana menghukum bunuh pada orang-orang yang menentang diperintah oleh seorang pemimpin perempuan. Sebagaimana berkembang dalarn tradisi masyarakat saat itu dan juga seiring dengan syari'at Islam yang dipahami masyarakat setempat, perempuan tidak layak jadi penguasa. A. Daudy memperkirakan bahwa Al-Raniri termasuk bagian dari kelompok penentang tersebut.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kedua, berdasarkan artikel Takeshi Ito pada tanggal 8 dan 22 Agustus 1643 dilaporkan, bahwa kepulangan Al-Raniri disebabkan karena perdebatan antara dirinya dengan ulama baru keturunan Minangkabau, Sayf Al-Rijal. Perdebatan ini terus berlarut-larut karena Al-Raniri selalu menilai pandangan Sayf Al-Rijal sebagai doktrin "sesat" karena termasuk paham wujudiyyah. Pada mulanya, Sultanah mengikuti pikiran-pikiran Al-Raniri, tetapi saat itu pendapat Rijal menemukan momentum terbaiknya di mata sultanah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Nampaknya, alasan yang terakhir atas lebih mendekati kebenaran. Pasalnya, jika Al-Raniri tergabung dalam kelompok oposan yang menentang Sultanah, bagaimana mungkin Sultanah memberikan banyak kemudahan dan fasilitas dalam menyelesaikan karya-karyanya, termasuk beberapa waktu sebelum keberangkatannya. Meski demikian, terlepas apa yang melatarbelakangi kepulangan Al-Raniri, ia tergolong salah satu ulama besar yang telah memberikan sumbangsih besar bagi dunia Islam Nusantara, terutama dalam bidang tasawuf dan fiqh. Bahkan,secara metodologis, pikiran-pikiran Raniri memiliki keterkaitan dengan kehidupan tradisional Islam Indonesia.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Banyak perkara menarik mengenai ulama ini, di antaranya kitab fikah dalam bahasa Melayu yang pertama sekali berjudul ash-Shirath al-Mustaqim adalah karya beliau. Demikian juga mengenai kitab hadis yang berjudul al-Fawaid al-Bahiyah fi al-Ahadits an-Nabawiyah atau judul lainnya Hidaya al-Habib fi at-Targhib wa at-Tarhib, adalah kitab membicarkan hadis yang pertama sekali dalam bahasa Melayu.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Hampir semua penulis menyebut bahawa Syeikh Nuruddin ar-Raniri dilahirkan di Ranir, berdekatan dengan Gujarat. Asal usul beliau ialah bangsa Arab keturunan Quraisy yang berpindah ke India. Tetapi salah seorang muridnya bernama Muhammad 'Ali atau Manshur yang digelarkan dengan Megat Sati ibnu Amir Sulaiman ibnu Sa'id Ja'far Shadiq ibnu 'Abdullah dalam karyanya Syarab al-'Arifin li Ahli al-Washilin menyebut bahawa Syeikh Nuruddin ar-Raniri adalah "Raniri negerinya, Syafi'ie nama mazhabnya, Bakri bangsanya."</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Pendidikan asasnya dipercayai diperolehnya di tempat kelahirannya Raniri atau Rander. Raniri/Rander, sebahagian riwayat mengatakan berdekatan dengan Kota Surat, dan riwayat lain mengatakan dekat Bikanir, kedua-duanya di negeri India. Syeikh Nuruddin ar-Raniri berhasil berangkat ke Mekah dan Madinah dalam tahun 1030 H/1621 M dan di sana beliau sempat belajar kepada Syeikh Abu Hafash 'Umar bin 'Abdullah Ba Syaiban atau nama lain ulama ini ialah Saiyid 'Umar al-'Aidrus. Kepada ulama ini beliau mengambil bai'ah Thariqat Rifa'iyah. Dalam sektor Thariqat Rifa'iyah itu syeikh yang tersebut adalah murid kepada Syeikh Muhammad al-'Aidrus. Selain Thariqat Rifa'iyah, Syeikh Nuruddin ar-Raniri juga pengamal Thariqat Qadiriyah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kedatangan Syeikh Nuruddin ar-Raniri buat pertama kalinya ke Aceh diriwayatkan dalam tahun 1577 M, tetapi ada juga ahli sejarah mencatat bahawa beliau sampai di Aceh pada tahun 1637 M. Ini bererti setahun setelah mangkatnya Sultan Iskandar Muda (memerintah dari tahun 1606 M hingga 1636 M). Syeikh Nuruddin ar-Raniri seakan-akan kedatangan pembawa satu pendapat baru, yang asing dalam masyarakat Aceh. Setiap sesuatu yang baru selalu menjadi perhatian dan pengamatan orang, sama ada pihak kawan atau pun pihak lawan. Fahaman baru yang dibawa masuk oleh Syeikh Nuruddin ar-Raniri itu ialah fahaman anti atau penolakan tasawuf ajaran model Syeikh Hamzah al-Fansuri dan Syeikh Syamsuddin as-Sumatra-i. Kedua-dua ajaran ulama sufi itu adalah sesat menurut pandangan beliau.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Syeikh Nuruddin ar-Raniri mendapat tempat pada hati Sultan Iskandar Tsani, yang walaupun sebenarnya pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda beliau tidak begitu diketahui oleh masyarakat luas.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Oleh sebab ketegasan dan keberaniannya ditambah lagi, Syeikh Nuruddin ar-Raniri menguasai berbagai-bagai bidang ilmu agama Islam, mengakibatkan beliau sangat cepat menonjol pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Tsani itu. Akhirnya Syeikh Nuruddin ar-Raniri naik ke puncak yang tertinggi dalam kerajaan Aceh, kerana beliau mendapat sokongan sepenuhnya daripada sultan. Beliau memang ahli dalam bidang ilmu Mantiq (Logika) dan ilmu Balaghah (Retorika). Dalam ilmu Fikah, Syeikh Nuruddin ar-Raniri adalah penganut Mazhab Syafie, walaupun beliau juga ahli dalam ajaran mazhab-mazhab yang lainnya. Dari segi akidah, Syeikh Nuruddin ar-Raniri adalah pengikut Mazhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang berasal daripada Syeikh Abul Hasan al-Asy'ari dan Syeikh Abu Manshur al-Maturidi. Pegangannya dalam tasawuf ialah beliau adalah pengikut tasawuf yang mu'tabarah dan pengamal berbagai-bagai thariqah sufiyah. Tetapi suatu perkara yang aneh, dalam bidang tasawuf beliau menghentam habis-habisan</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Syeikh Hamzah al-Fansuri dan Syeikh Syamsuddin as-Sumatra-i. Walau bagaimanapun Syeikh Nuruddin ar-Raniri tidak pernah menyalahkan, bahkan menyokong Syeikh Muhyuddin ibnu 'Arabi, Abi Yazid al-Bistami, 'Abdul Karim al-Jili, Abu Manshur Husein al-Hallaj dan lain-lain. Perkataan yang bercorak 'syathahiyat' yang keluar daripada ulama-ulama sufi yang tersebut itu tidak pernah beliau salahkan tetapi sebaliknya perkataan yang bercorak 'syathahiyat' yang berasal daripada Syeikh Hamzah al- Fansuri dan Syeikh Syamsuddin as-Sumatra-i selalu ditafsirkan secara salah oleh Syeikh Nuruddin ar-Raniri. Di dalam karyanya Fath al-Mubin 'ala al-Mulhidin, Syeikh Nuruddin ar-Raniri berpendapat bahawa al-Hallaj mati syahid. Katanya: "Dan Hallaj itu pun syahid fi sabilillah jua." Padahal jika kita teliti, sebenarnya Syeikh Hamzah al-Fansuri dan Syeikh Syamsuddin as-Sumatra-i itu pegangannya tidak ubah dengan al-Hallaj.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ajaran Syeikh Hamzah al-Fansuri dan Syeikh Syamsuddin as-Sumatra-i berpunca daripada ajaran Syeikh Muhyuddin ibnu 'Arabi, Syeikh Abi Yazid al-Bistami, Syeikh 'Abdul Karim al-Jili dalam satu sektor. Dan bahagian lain juga berpunca daripada ajaran Imam al-Ghazali, Syeikh Junaid al-Baghdadi dan lain-lain, adalah dipandang muktabar, sah dan betul menurut pandangan ahli tasawuf. Bahawa ajaran tasawuf telah berurat dan berakar di kalbi, bahkan telah mesra dari hujung rambut hingga ke hujung kaki, dari kulit hingga daging, dari tulang hingga ke sumsum pencinta-pencintanya, yang tentu saja mereka mengadakan tentangan yang spontan terhadap Syeikh Nuruddin ar-Raniri. Bahkan kepada siapa saja yang berani menyalah-nyalahkan pegangan mereka. Pengikut-pengikut Syeikh Hamzah al-Fansuri dan Syeikh Syamsuddin as-Sumatra-i menganggap kedua-dua guru mereka adalah wali Allah, yang faham terhadap pengetahuan syariat, tarekat, haqiqat dan makrifat. Mereka beranggapan, walaupun diakui bahawa Syeikh Nuruddin ar-Raniri sebagai seorang ulama besar, yang dikatakan juga telah mengetahui ilmu tasawuf, namun tasawuf yang diketahui oleh Syeikh Nuruddin ar-Raniri itu hanyalah tasawuf zahir belaka. Bahawa beliau hanyalah mengetahui kulit ilmu tasawuf, tetap tidak sampai kepada intipati tasawuf yang sebenar-benarnya. Bahawa beliau baru mempunyai ilmu lisan sebagai hujah belaka, tetapi belum mempunyai ilmu kalbi, yang dinamakan juga dengan ilmu yang bermanfaat. Oleh itu, wajiblah mereka membela guru mereka yang mereka sanjung tinggi itu.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Selama menetap di Pahang atau pun setelah beliau pindah ke Aceh, ramai penduduk yang berasal dari dunia Melayu belajar kepada ulama besar yang berasal dari India itu, namun sampai riwayat ini saya tulis, belum dijumpai tulisan yang menyenaraikan nama murid-murid Syeikh Nuruddin ar-Raniri. Untuk memulakan penjejakan mengenainya di sini dapat saya perkenalkan hanya dua orang, iaitu: Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi/al-Maqasari al-Khalwati yang berasal dari Makasar/tanah Bugis. Tidak begitu jelas apakah Syeikh Yusuf Tajul Khalwati ini belajar kepada Syeikh Nuruddin ar-Raniri sewaktu beliau masih di Aceh atau pun Syeikh Yusuf datang menemui Syeikh Nuruddin ar-Raniri di negerinya, India. Sementara pendapat lain menyebut bahawa Syeikh Yusuf Tajul Khalwati benar-benar dapat berguru kepada Syeikh Nuruddin ar-Raniri sewaktu masih di Aceh lagi, dan Syeikh Yusuf Tajul Khalwati menerima bai'ah Tarekat Qadiriyah daripada Syeikh Nuruddin ar-Raniri. Yang seorang lagi ialah Syeikh Muhammad 'Ali, ulama ini berasal dari Aceh.</span></div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" style="background-color: white; font-size: small;">Pengaruh Al-Raniri</span></h2>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Berdasarkan paparan sebelumnya, Al-Raniri merupakan sosok ulama yang memiliki banyak keahlian. Dia seorang sufi, teolog, faqih (ahli hukum), dan bahkan politisi. Keberadaan Al-Raniri seperti ini sering menimbulkan banyak kesalahpahaman, terutama jika dilihat dari salah satu aspek pemikiran saja. Maka sangat wajar, jika beliau dinilai sebagai seorang sufi yang sibuk dengan praktek-praktek mistik, padahal di sisi lain, Al-Raniri adalah seorang faqih yang memiliki perhatian terhadap praktek-praktek syariat. Oleh karena itu, untuk memahaminya secara benar, haruslah dipahami semua aspek pemikiran, kepribadian dan aktivitasnya (Azra: 1994).</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Keragaman keahlian Al-Raniri dapat dilihat kiprahnya selama. di Aceh. Meski hanya bermukim dalam waktu relatif singkat, peranan Al-Raniri dalam perkembangan Islam Nusantara tidak dapat diabaikan. Dia berperan membawa tradisi besar Islam sembari mengeliminasi masuknya tradisi lokal ke dalam tradisi yang dibawanya tersebut. Tanpa mengabaikan peran ulama lain yang lebih dulu menyebarkan Islam di negeri ini, Al-Ranirilah yang menghubungkan satu mata rantai tradisi Islam di Timur Tengah dengan tradisi Islam Nusantara.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Bahkan, Al-Raniri merupakan ulama pertama yang membedakan penafsiran doktrin dan praktek sufi yang salah dan benar. Upaya seperti ini memang pernah dilakukan oleh para ulama terdahulu, seperti Fadhl Allah Al-Burhanpuri. Namun, Al-Burhanpuri tidak berhasil merumuskannya dalam penjabaran yang sisternatis dan sederhana, malahan membingungkan para pengikutnya, sehingga Ibrahim Al-Kurani harus memperjelasnya. Upaya-upaya lebih lanjut tampaknya pernah juga dilakukan oleh Hamzah Fansuri dan Samsuddin Al-Sumaterani, tetapi keduanya gagal memperjelas garis perbedaan antara Tuhan dengan alam dan makhluk ciptaannya (Azra: 1994).</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Oleh karena itu, dalam pandangan Al-Raniri, masalah besar yang dihadapi umat Islam, terutama di Nusantara, adalah aqidah. paham immanensi antara Tuhan makhluknya sebagaimana dikembangkan oleh paham wujudi"ah merupakan praktek sufi yang berlebihan. Mengutip doktrin Asy'ariyyah, Al-Raniri berpandangan bahwa antara Tuhan dan alam raya terdapat perbedaan (mukhalkfah), sementara antara manusia dan Tuhan terdapat hubunpn transenden.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Selain secara umum Al-Raniri dikenal sebagai syeikh Rifaiyyah, ia juga memiliki mata rantai dengan tarekat Aydarusiyyah dan Qadiriyyah. Dari tarekat Aydarusiyyah inilah Al-Raniri dikenal sebagai ulama yang teguh mernegang akar-akar tradisi Arab, bahkan simbol-simbol fisik tertentu dari budayanya, dalam menghadapi lokal. Tidak hanya itu, ketegasan Al-Raniri dalam menekankan adanya keselarasan antara praktek mistik dan syari'at merupakan bagian dari ajaran tarekat Aydarusiyyah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dari paparan di atas, sepintas memang belum banyak pembaruan yang telah dilakukan oleh Al-Raniri, kecuali mempertegas paham Asy'ariyyah, memperjelas praktek-praktek syariat, dan sanggahan terhadap paham wujudiyyah. Di sinilah dibutuhkaan kejelian untuk memandang Al-Raniri secara utuh, baik kirah, pikiran maupun karya-karyanya (Azra: 1994). Bahkan, dari catatan sanggahan Al-Raniri terhadap paham wujudiyyahlah dapat ditemukan, sejumlah pembaruanterutama dalam hal metodologi.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">penulisan ilmiah, dimana beliau selalu mencantumkaan argumentasi berikut referensinya. Dari cara seperti ini pula dalam perkembangannya ditemukan sejumlah ulama -ulama baru yang belum pernah diungkap oleh penulis-penulis lain sebelumnya, berikut pemikiran-pemikiran yang baru.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Meski Al-Raniri berpengaruh besar dalam perkembangan Islam Nusantara, tetapi hingga kini belum ditemukan para muridnya secara langsung, kecuali Syeikh Yusuf Al-Maqassari. Al-Maqassari dalam kitabnya, Safinat al-Najah menjelaskan bahwa dari Al-Ranirilah diperoleh silsilah tarekat Qadiriyyah, karena Al-Raniri adalah guru sekaligus syeikhnya. Hanya saia, bukti ini belum dianggap valid, karena belum diketahui kapan dan dimana mereka bertemu. Kesulitan lainnya juga akan muncul ketika dicari hubungan dan jaringan Al-Raniri dengan para ulama lain penyebar agama Islam di wilayah Nusantara, ataupun para ulama asli Nusantara yang berkelana sampai ke Timur-Tengah. Yang ada hanyalah kemungkinan bertemunya Al-Raniri dengan para jamaah haji dan para pedatang dari Nusantara yang kebetulan menuntut ilmu di tanah haram, tepatnya ketika Al-Raniri bermukim di Makkah dan Madinah (1621 M). Pertemuan inilah yang diduga adanya komunikasi langsung dengan para muridnya dari Nusantara, termasuk dengan Al-Maqassari.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Kesulitan ini juga terus berlanjut, jika dikaitkan dengan keingianan mencari hubungan Al-Raniri dengan dunia pesantren di wilayah Nusantara. Pasalnya, selain tiada literatur yang menunjukkan hal tersebut, manuskrip-manuskrip yang berkaitan dengan pesantren pun tidak menunjukkan adanya hubungan tersebut. Meski demikian, bukan berarti Al-Raniri tidak memiliki keterkaitan sama sekah dengan dunia pesantren. Setidaknya, peran Al-Maqassari dan para jamaah haji serta para muridnya di Makkah dan Madinah yang kemudian kembali ke tanah air merupakan keterkaitan tidak langsung Al-Raniri dengan dunia pesantren di Indonesia.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ada yang berpendapat bahawa beliau meninggal dunia di India. Pendapat lain menyebut bahawa beliau meninggal dunia di Aceh. Ahmad Daudi, menulis: "Maka tiba-tiba dan tanpa sebab-sebab yang diketahui, Syeikh Nuruddin ar-Raniri meninggalkan Serambi Mekah ini, belayar kembali ke tanah tumpah darahnya yang tercinta, Ranir untuk selama-lamanya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1054 H (1644 M)." Bahawa beliau meninggal dunia pada 22 Zulhijjah 1069 H/21 September 1658 M. Tetapi Karel A. Steenbrink dalam bukunya, Mencari Tuhan Dengan Kacamata Barat berpendapat lain, bahawa hingga tahun 1644 M bererti Syeikh Nuruddin masih berada di Aceh. Menurutnya terjadi diskusi yang terlalu tajam antara beberapa kelompok pemerintah: Seorang uskup agung (ar-Raniri) di satu pihak dan beberapa hulubalang dan seorang ulama dari Sumatera Barat di pihak lain. Pihak yang anti ar-Raniri akhirnya menang, sehingga ar-Raniri dengan tergesa-gesa kembali ke Gujarat. Tulisan Karel itu barangkali ada benarnya, kerana secara tidak langsung Syeikh Nuruddin mengaku pernah kalah berdebat dengan Saiful Rijal, penyokong fahaman Syeikh Hamzah al-Fansuri dan Syeikh Syamsuddin as-Sumatra-i, perkara ini beliau ceritakan dalam kitab Fath al-Mubin.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ada pun tempat meninggalnya, H.M. Zainuddin, berbeza pendapat dengan Ahmad Daudi di atas. Menurut Zainuddin dalam Tarich Atjeh Dan Nusantara, jilid 1, bahawa terjadi pertikaian di istana, dalam perebutan itu telah terbunuh seorang ulama, Faqih Hitam yang menentang tindakan Puteri Seri Alam. Dalam pada itu Syeikh Nuruddin diculik orang, kemudian mayatnya diketemukan di Kuala Aceh. Menurut H.M. Zainuddin pula, bahawa makam Syeikh Nuruddin itu dikenal dengan makam keramat Teungku Syiahdin (Syeikh Nuruddin ar-Raniri) terletak di Kuala Aceh.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Dalam masa pemerintahan Iskandar Muda, kerajaan Aceh maju, ajaran sufi tidak menghalang kemajuan yang berasaskan Islam. Sebaliknya masa pemerintahan Iskandar Tsani, ajaran sufi dianggap sesat, ternyata kerajaan Aceh mulai menurun. Bantahan terhadap sesuatu pegangan yang pernah berkembang di dunia Islam perlulah ditangani dengan penuh kebijaksanaan. Siapa saja yang memegang urusan keislaman janganlah tersalah penilaian, sering terjadi yang benar menjadi salah, atau sebaliknya yang salah menjadi benar.</span></div>
<h2 style="background-image: none; border-bottom-color: rgb(170, 170, 170); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 1px; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-weight: normal; line-height: 19.20240020751953px; margin: 0px 0px 0.6em; padding-bottom: 0.17em; padding-top: 0.5em;">
<span class="mw-headline" style="background-color: white; font-size: small;">Peranannya Di Banda Aceh</span></h2>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ar-Raniri berperan penting saat berhasil memimpin ulama Aceh menghancurkan ajaran tasawuf falsafinya Hamzah Fansuri yang dikhawatirkan dapat merusak akidah umat Islam awam terutama yang baru memeluknya. Tasawuf falsafi berasal dari ajaran Al-Hallaj, Ibnu Arabi, dan Suhrawardi, yang khas dengan doktrin Wihdatul Wujud (Menyatunya Kewujudan) di mana sewaktu dalam keadaan sukr ('mabuk' dalam kecintaan kepada Allah Ta'ala) dan fana' fillah ('hilang' bersama Allah), seseorang wali itu mungkin mengeluarkan kata-kata yang lahiriahnya sesat atau menyimpang dari syariat Islam.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Maka oleh mereka yang tidak mengerti hakikat ucapan-ucapan tersebut, dapat membahayakan akidah dan menimbulkan fitnah pada masyarakat Islam. Karena individu-individu tersebut syuhud ('menyaksikan') hanya Allah sedang semua ciptaan termasuk dirinya sendiri tidak wujud dan kelihatan. Maka dikatakan wahdatul wujud karena yang wajib wujudnya itu hanyalah Allah Ta'ala sedang para makhluk tidak berkewajiban untuk wujud tanpa kehendak Allah. Sama seperti bayang-bayang pada pewayangan kulit.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Konstruksi wahdatul wujud ini jauh berbeda malah dapat dikatakan berlawanan dengan faham manunggaling kawula lan Gusti'. Karena pada konsep manunggaling kawula lan Gusti', dapat diibaratkan umpama bercampurnya kopi dengan susu, maka substansi dua-duanya sesudah menyatu adalah berbeda dari sebelumnya. Sedangkan pada faham wihdatul wujud, dapat di umpamakan seperti satu tetesan air murni pada ujung jari yang dicelupkan ke dalam lautan air murni. Sewaktu itu, tidak dapat dibedakan air pada ujung jari dari air lautan. Karena semuanya kembali kepada Allah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Maka pluralisme (menyamakan semua agama) menjadi lanjutan terhadap gagasan beliau dimana yang penting dan utama adalah Pencipta, dan semua ciptaan adalah sama, hadir di alam mayapada hanya karena kehendak Allah saja.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Maka faham ini, tanpa dibarengi dengan pemahaman dan kepercayaan syariat, dapat membelokkan aqidah. Pada zaman dulu, para waliyullah di negara-negara Islam Timur Tengah sering, apabila di dalam keadaan seperti ini, dianjurkan untuk tidak tampil di khalayak ramai.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Tasawuf falsafi diperkenalkan di Nusantara oleh Fansuri dan Syekh Siti Jenar. Syekh Siti Jenar kemudian dieksekusi mati oleh dewan wali (Wali Songo). Ini adalah hukuman yang disepakati bagi pelanggaran syariat, manakala hakikatnya hanya Allah yang dapat maha mengetahui.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Al-Hallaj setelah dipancung lehernya, badannya masih dapat bergerak, dan lidahnya masih dapat berzikir. Darahnya pula mengalir mengeja asma Allah, ini semua karomah untuk mempertahankan keberadaan Allah.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Di Jawa, tasawuf falsafi bersinkretisme dengan aliran kebatinan dalam ajaran Hindu dan Budha sehingga menghasilkan ajaran Islam kejawen.</span></div>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ronggowarsito (Bapak Kebatinan Indonesia) dianggap sebagai penerus Siti Jenar. Karya-karyanya, seperti Suluk Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Lukma Lelana, dan Serat Hidayat Jati, sering diaku-aku Ronggowarsito berdasarkan kitab dan sunnah. Namun banyak terdapat kesalahan tafsir dan transformasi pemikiran dalam karya-karyanya itu. Ronggowarsito hanya mengandalkan terjemahan buku-buku tasawuf dari bahasa Jawa dan tidak melakukan perbandingan dengan naskah asli bahasa Arab. Tanpa referensi kepada kitab-kitab Arab yang ditulis oleh ulama ahli syariat dan hakikat yang muktabar seperti Syekh Abdul Qadir Jailani dan Ibn Arabi, maka ini adalah sangat berbahaya.</span></div>
<span style="background-color: white;"><a href="https://www.blogger.com/null" name="Ilmu_Yang_Dikuasainya" style="background-image: none; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="judul_kitab-kitabnya" style="background-image: none; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="Gurunya" style="background-image: none; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="Jejak-jejak_Intelektual_Al-Raniri" style="background-image: none; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="Pengaruh_Al-Raniri" style="background-image: none; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"></a><a href="https://www.blogger.com/null" name="Peranannya_Di_Banda_Aceh" style="background-image: none; font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px;"></a><br /></span>
<div style="font-family: Tahoma, Geneva, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; line-height: 19.20240020751953px; margin-bottom: 0.5em; margin-top: 0.4em;">
<span style="background-color: white;">Ar-Raniri dikatakan pulang kembali ke India setelah beliau dikalahkan oleh dua orang murid Hamzah Fansuri pada suatu perdebatan umum. Ada riwayat mengatakan beliau wafat di India.</span></div>
</div>
<div class="blogger-post-footer">http://sekilasinfoaceh.blogspot.com</div>Sekilas info acehhttp://www.blogger.com/profile/00505083765813603299noreply@blogger.com0