Makalah : Status Hukum Kewarganegaraan Anak Pasca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006


STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006

D

I

S

U

S

U

N

OLEH :

                                                NAMA     : MAWARDI
                                                NIM          : O531110060
                                                MK            : HUKUM KEWAGANEGARAAN






FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2010






KATA PENGANTAR
 


Alhamdulillahi Rabbil Alamin puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas hukum kewarganegaraan yang berjudul “status hukum kewarganegaraan anak pasca undang-undang nomor 12 tahun 2006”.

Shalawat dirangkai salam kita limpahkan keharibaan baginda Agung Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju ke era globalisasi seperti yang kita rasakan pada saat ini, sehingga kita bisa membedakan mana yang sah dan mana yang fatal.

Penulis menyadari bahwa bahwa banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di dalam tugas ini.  “Innal Insana Wa Khoto ‘Iwan Nisyan”.  Sesungguhnya manusia itu adalah tempatnya kesalahan dan lupa.  Oleh karena itu penulis sangat mengharap partisipasi dari rekan-rekan mahasiswa untuk ikut menyumbang fikiranya.  Demikian dari penulis dan terimakasih.




                                                                                                                              Wassalam, Wr. Wb
                                                                                                                         Banda Aceh,    Juni 2010


                                                                                                                                        Penulis




STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006

BAB I
PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui bahwa manusia pada hakekatnya tidak dapat melakukan hidup sendiri tanpa bantuan atau dukungan orang lain. Artinya dalam melaksanakan kehidupannya, manusia mempunyai ketergantungan satu sama lain. Demikian pula dalam konteks masyarakat yang lebih, tidak tepas dari pergaulan hidup yang dilakukan oleh masyarakat sebagai suatu proses interaksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam pergaulan itu, seseorang akan menemukan aturan-aturan yang harus dipakai masyarakat maupun dalam berinteraksi satu sama lain. Hal ini biasanya bertitik tolak pada norma-norma yang hidup dalam masyarakat dan norma-norma itu memberikan acuan tentang cara bersikap dan berperilaku, sehingga terjadi harmonisasi dalam masyarakat.
Norma-norma yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat mempunyai banyak ragamnya dan salah satu yang sangat penting adalah norma hukum, disamping norma agama, norma susila, dan norma kesopanan. Norma hukum itu mengatur hampir seluruh segi kehidupan masyarakat, baik secara sistematis yang dibukukan maupun tidak dibukukan, tetapi norma hukum itu dipakai untuk mengatur lalu lintas kehidupan. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan hukum tidak selalu dapat menjawab dan mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, sebab pada kenyataannya hukum selalu tertinggal dari pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Menurut Lawrence M Friedmann bahwa hukum mengikuti perubahan sosial dan menyesuaikan dengan perubahan itu.
Sebuah masyarakat maupun bangsa bukanlah sesuatu yang statis, melainkan sebuah proses yang terus-menerus tumbuh dan berkembang. Apabila suatu masyarakat atau Negara yang tidak berubah, maka akan tertinggal oleh bangsa lain. Justru melalui perubahan akan semakin maju dan berkembang bangsa tersebut.
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa dalam setiap proses perubahan senantiasa akan dijumpai faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan, baik yang berasal dari luar masyarakat tersebut. Akan tetapi yang lebih penting identifikasi terhadap faktor-faktor tersebut mungkin mendorong terjadinya perubahan atau bahkan menghalanginya. Beberapa faktor yang mungkin mendorong terjadinya perubahan adalah contoh dengan kebudayaan atau masyarakat lain, sistem pendidikan yang maju.
Perubahan sosial dalam suatu masyarakat di dunia ini merupakan suatu hal yang normal, yang tidak normal justru apabila dalam masyarakat tidak ada perubahan. Demikian juga dengan hukum yang dipergunakan suatu bangsa, merupakan pencerminan dari kehidupan sosial suatu masyarakat yang bersangkutan. Hukum sebagai tatanan kehidupan masyarakat akan mengatur lalu lintas pergaulan antar masyarakat. Dengan terjadinya pergaulan antar masyarakat tersebut, maka kehidupan sosialnya akan ikut berubah dan berimplikasi pada perubahan hukum dalam masyarakatnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat akan membawa konsekuensi pada perubahan hukum dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena kehidupan masyarakat terus berubah sesuai dengan perkembangan jaman, maka berubah pula budaya masyarakat di suatu tempat yang pada akhirnya diikuti dengan perubahan hukum.
Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat telah mempengaruhi terhadap tatanan hukum yang ada pada suatu negara termasuk Indonesia. Akibat dari interaksi sosial budaya masing-masing negara tersebut, hukum yang ada sudah tidak menampung dan dan tidak mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi negara. Oleh karena itu untuk mengakomodir terhadap interksi sosial budaya, maka diperlukan terutama hukum baru yang dapat menyelesaikan perubahan sosial.


BAB II
PERMASALAHAN

Warga Negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur  pokok suatu Negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.
Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, ihwal kewarganegaraan diatur dalam Undang-undang No. 3 tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.  Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang No. 6 tahun 1947 tentang Perubahan Undang-undang No. 3 tahun 1946 dan diubah lagi dengan Undang-undang No.8 tahun 1947 tentang memperpanjang waktu untuk mengajukan pernyataan berhubung dengan kewarganegaraan Indonesia dan Undang-undang No.11 tahun 1948 tentang memperpanjang waktu lagi untuk mengajukan pernyataan berhubung dengan kewarganegaraan Indonesia. Selanjutnya ihwal kewarganegaraan diatur dengan Undang-undang No. 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 3 tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Undang-undang No. 62 tahun 1958 tersebut karena tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia, maka pada tahun 2006, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 sebagai pengganti Undang-Undang Kewarganegaraan (Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958 jo Undang-Undang Nomor 3 tahun 1976).
Secara sosiologis, Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka undang-undang kewarganegaraan yang baru sebagai pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) UUD 1945 yang mengamanatkan agar hal-hal mengenai warganegara dan penduduk dikeluarkan.
  1. Permasalahannya adalah :
Bagaimanakah status hukum kewarganegaraan anak hasil perkawinan orang tuanya  yang berbeda kewarganegaraan, dengan adanya ketentuan yang baru tersebut didasarkan apda permasalahan status kewarganegaraan anak hasil perkawinan yang berbeda kewarganegaraan?
Dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006, pengaturan mengenai anak lahir diluar perkawinan yang sah semata-mata hanya untuk memberikan perlindungan terhadap anak tentang status kewarganegaraan.

BAB III
PEMBAHASAN

Permasalahan status kewarganegaraan merupakan sesuatu yang sangat fundamental yang harus dimiliki oleh setiap warganegara. Dengan dimilikinya status kewarganegaraan akan mempunyai kepastian hukum dalam melakukan aktifitasnya
Dalam ketentuan perundang-undangan tentang kewarganegaraan yang lama, persoalan status anak telah menjadi persoalan yang krusial karena dalam kaitan dengan perkawinan antar warganegara, anak hasil perkawinan tersebut mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Hal ini tidak terlepas dari masih adanya perlakuan yang diskriminatif terhadap perempuan terutama dalam menentukan kewarganegaraan hasil perkawinan campuran, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 10 ayat (1) UU No. 62 tahun 1958 tentang kewarganegaraan yaitu perempuan dalam perkawinan campuran tidak berhak ikut menentukan warganegara anak yang dilahirkan.
Maka atas dasar pertimbangan tersebutlah Pemerintah mengganti Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958 jo Undang-Undang Nomor 3 tahun 1976 tentang Kewarganegaraan dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006.
Dalam undang-undang tersebut pengaturan status kewarganegaraan menjadi sangat jelas dan memberikan kemudahan bagaimana orang yang ingin menjadi warganegara Republik Indonesia.
Dalam Bab II Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan diatur mengenai warga Negara, antara lain warga Negara adalah :
- anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia;
-     anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
-     anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu warga negara Indonesia;
-     anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia, tapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 juga mengatur status anak warga negara Indonesia yang lahir di luar perkwainan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing, tetapi diakui sebagai warga negara Indonesia. Juga terhadap anak warga negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan, tetapi diakui sebagai warga negara Indonesia.
Dalam hal status kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagian yang diwariskan terdahulu, berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Untuk memilih kewarganegaraan dimaksud yang bersangkutan, hanya diwajibkanmembuat pernyataan secara tertulis dan disampaikan kepada pejabat yang terkait dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006, pemerintah berusah memenuhi tuntutan masyarakat, dalam rangka memperoleh status kewarganegaraan seseorang, yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Karena secara sosiologis, undang-undang kewarganegaraan yang lama (Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958 jo Undang-Undang Nomor 3 tahun 1976) sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender.
Di dalam undang-undang kewarganegaraan yang baru (Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006) berusaha mengikuti tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar dengan memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli dan campuran.
Adapun Asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 ini sebagai berikut :
  1. asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran;
  2. asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang;
  3. asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang;
  4. asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006, pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipartide) ataupun tanpa kewarganegaraan (apartide).
Selain asas-asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan undang-undang tentang kewarganegaraan antara lain, asas kepentingan, asas perlindungan maksimum, asas persamaan di dalam hokum dan pemerintahan, asas kebenaran substantive, asas non diskriminatif dan sebagainya.
Dengan berlakunya undang-undang ini, terjadi perubahan hukum khususnya pengaturan mengenai kewarganegaraan Republik Indonesia, dari yang tadinya seseorang ingin menjadi warga negara Indonesia harus mengajukan permohonan kepada Presiden melalui Pengadilan Negeri setempat, kemudian melalui Menteri Hukum dan HAM, dan seterusnya, yang memerlukan waktu lama dan banyak persoalan. Sedangkan dalam undang-undang kewarganegaraan yang baru seseorang yang ingin menjadi warga negara Republik Indonesia hanya membuat pernyataan secara tertulis, untuk memilih kewarganegaraannya dan disampaikan kepada Pejabat yang berwenang.
 Tata Cara Pendaftaran Bagi anak Untuk Memperoleh Kewarganegaraan RI

Anak yang dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh kewarganegaraan RI adalah:
  • anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu WNA;
  • anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI;
  • anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin;
  • anak yang dilahirkan di luar wilayah negara RI dari seorang ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
    anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum menikah diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaan asing;
  • anak WNI yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan.
Berdasarkan Pasal 41 UU No. 12 tahun 2006 ini, anak-anak yang termasuk dalam kategori di atas yang lahir sebelum UU ini diundangkan (sebelum 1 Agustus 2006) dan belum berusia 18 tahun atau belum menikah dapat memperoleh kewarganegaraan RI dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui pejabat atau Perwakilan RI paling lambat 4 (empat) tahun setelah UU ini berlaku. Tata cara pendaftaran sebagaimana tercantum dibawah ini. Sedangkan, anak-anak yang termasuk dalam kategori di atas yang lahir setelah UU ini diundangkan (setelah 1 Agustus 2006) dapat langsung mengajukan permohonan kewarganegaraan/pembuatan paspor RI ke Perwakilan RI.
cara pendaftaran:
-          pendaftaran dilakukan oleh salah satu orang tua atau walinya dengan mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup.
-          permohonan pendaftaran bagi anak yang bertempat tinggal di luar negeri diajukan kepada Menteri melalui Kepala Perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak.
-          permohonan pendaftaran sekurang-kurangnya memuat:
  • nama lengkap, alamat tempat tinggal salah seorang dari orang tua atau wali anak;
  • nama lengkap, tempat dan tanggal lahir serta kewarganegaraan kedua orangtua;
  • nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan anak serta hubungan hukum kekeluargaan anak dengan orang tua, dan
    kewarganegaraan anak.
-          permohonan pendaftaran dilampiri dengan:
  • fotokopi akte kelahiran anak yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan RI,
    surat pernyataan dari orang tua atau wali bahwa anak belum menikah;
  • fotokopi kartu tanda penduduk atau paspor orang tua anak yang masih berlaku yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan RI;
  • pas foto anak terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 6 (enam) lembar;
  • bagi anak yang lahir dari perkawinan yang sah harus melampirkan fotokopi kutipan akte perkawinan/buku nikah atau kutipan akte perceraian/surat talak/perceraian atau keterangan /kutipan akte kematian salah seorang dari orang tua anak yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan RI;
  • bagi anak yang diakui atau yang diangkat harus melampirkan fotokopi kutipan akte pengakuan atau penetapan pengadilan tentang pengangkatan anak yang disahkan oleh pejabat yang berwenang atau Perwakilan RI;
  • bagi anak yang sudah berusia 17 tahun dan bertempat tinggal di wilayah negara RI harus melampirkan fotokopi kartu tanda penduduk WNA yang disahkan oleh pejabat yang berwenang; dan
  • bagi anak yang belum wajib memiliki kartu tanda penduduk yang bertempat tinggal di wilayah negara RI melampirkan fotokopi kartu keluarga orang tua yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
-          permohonan pendaftaran menggunakan bentuk formulir sebagaimana terlampir (formulir pendaftaran anak untuk memperoleh kewarganegaraan RI).
-          waktu pemrosesan kurang lebih 4 bulan terhitung sejak permohonan pendaftaran beserta lampirannya diajukan kepada Perwakilan RI.
-          biaya pendaftaran Rp 500.000 (sesuai PP No. 19 Tahun 2007).









DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia;
C.S.T Kansil, Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992),
http/ms.wikipedia.org/wiki/kewarganegaraan/file://C:\Documents%20and%20Settings\RE%20&%20PARTNERS\My%20Documents\ke.2/6/2009
Koernaiatmanto Soetoprawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia , (Jakarta: Gramedia, 1996),




0 Response to " Makalah : Status Hukum Kewarganegaraan Anak Pasca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 "

Posting Komentar