Alkisah, pada zaman dahulu kala di tanah Aceh ada seorang raja yang memimpin dengan adil dan bijaksana. Dalam menjalankan pemerintahaannya ia selalu didampingi oleh permaisurinya yang tidak hanya berparas sangat cantik, tetapi juga berhati mulia. Mereka hidup berbahagia karena telah dikaruniai seorang anak yang diberi nama Banta Seudang.
Namun, belum genap Banta Seudang berusia satu bulan, tiba-tiba Sang Raja Sakit yang membuat matanya menjadi buta. Seluruh tabib yang dipanggil untuk mengobatinya ternyata tidak ada satu pun yang berhasil. Hal ini tentu saja membuat gusar Sang Raja karena apabila ia masih tetap buta, maka ia tidak dapat secara penuh memimpin rakyatnya. Karena khawatir rakyatnya akan terlantar, maka Sang Raja lalu menyerahkan tampuk kekuasaan kepada adiknya dengan catatan apabila Banta Seudang telah dewasa, tampuk kekuasaan tersebut harus diserahkan Banta Seudang.
Rupanya adik Sang Raja sangat jahat. Tak berapa lama setelah kekuasaan diserahkan kepadanya, ia langsung menyuruh Sang Raja dan keluarganya tinggal di sebuah rumah sederhana yang letaknya jauh dari istana. Sedangkan untuk keperluan hidupnya, setiap hari Sang Raja baru hanya mengirimkan satu tabung beras bersama ikan dan sayuran.
Akibatnya, kehidupan Sang Raja dan keluarganya menjadi kekurangan. Karena tidak pernah bekerja sebelumnya, maka mereka hanya mengandalkan jatah dari Sang Raja baru. Namun demikian, Sang Raja dan Permaisurinya tetap bersabar. Mereka sangat yakin, bahwa siapa saja yang berbuat jahat, suatu saat nanti pasti akan menerima balasannya.
Singkat cerita, waktu pun terus berlalu. Banta Seudang tumbuh menjadi seorang pemuda tampan yang jujur, peberani, dan sekaligus tahu sopan santun. Suatu saat, karena tidak tega melihat penderitaan ayahnya, Banta Seudang bertekad akan mencarikan obat bagi kesembuhan mata ayahnya.
Setelah mendapat restu dari kedua orang tuanya, Banta Seudang segera pergi menyusuri lembah, bukit, dan hutan belantara hingga sampai di sebuah masjid yang diimami oleh seorang Aulia. Selesai sholat Banta Seudang langsung mendekati Sang Aulia untuk menanyakan dimanakah dapat ditemukan obat penyembuh kebutaan bagi ayahandanya. Dan, Aulia itu menyarankan agar Banta Seudang mengambil bunga bangkawali yang terdapat di sebuah kolah di tengah hutan.
Maka berjalanlah Banta Seudang menuju hutan yang dimaksud oleh Sang Aulia itu. Setelah berjam-jam berjalan di dalam hutan akhirnya Banta Seudang melihat sebuah taman indah dengan sebuah kolam berair jernih yang disampingnya terdapat sebuah gubuk sederhana. Di dalam gubuk tersebut tinggal seorang tua bernama Mak Toyo yang bertugas sebagai penjaga taman. Sebenarnya, taman itu adalah milik seorang raja yang tinggal di luar hutan. Sang Raja memiliki tujuh orang puteri berparas cantik yang konon memiliki baju ajaib yang dapat membuat mereka terbang ke angkasa.
Sambil menunggu bunga bengkawali muncul di permukaan kolam, Banta Seudang pun tinggal bersama Mak Toyo. Sebagai balas jasanya ia ikut Mak Toyo merawat taman yang ada di sekitar kolam. Pada suatu Jumat, pagi-pagi sekali ketujuh puteri raja datang ke kolam untuk mandi. Selesai mereka mandi, Mak Toyo langsung turun ke kolam dan menepukkan tangannya di atas air sebanyak tiga kali. Beberapa saat kemudian tiba-tiba muncullah bunga bangkawali yang selama ini dicari oleh Banta Seudang.
Bunga bangkawali yang muncul i-tiba itu langsung diambil dan dibawa untuk diserahkan pada Banta Seudang. Namun, karena telah melihat ketujuh puteri yang cantik jelita, Banta Seudang malah berniat ingin menikahi salah seorang diantaranya. Ia pun meminta izin untuk tetap menginap di gubuk Mak Toyo selama beberapa minggu lagi.
Hari Jumat berikutnya, seperti biasa ketujuh puteri raja datang ke kolam untuk membasuh diri sambil bercengkrama. Pada saat mereka mandi itulah diam-diam Banta Seudang mencuri salah satu baju terbang mereka yang diletakkan begitu saja di tepi kolam. Akibatnya, salah seorang dari mereka tidak dapat pulang ke kerajaan. Orang tersebut adalah puteri paling muda atau Si Bungsu.
Akhirnya, Si Bungsu pun terpaksa pulang ke gubuk Mak Toyo. Di gubuk tersebut ia bertemu dengan Banta Seudang lalu keduanya jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Beberapa hari setelah perkawinan berlangsung, Banta Seudang mengajak isterinya dan Mak Toyo pergi menemui orang tuanya sekaligus menyerahkan obat untuk kesembuhan ayahandanya.
Kedatangan Banta beserta isteri dan Mak Toyo disambut gembira orang kedua orang tuanya. Sesampai di dalam rumah Banta Seudang lalu merendam bunga bangkawali dalam semangkuk air dan mengusapkannya ke wajah Sang Raja. Tak lama kemudian, Sang Raja dapat melihat kembali seperti sedia kala.
Setelah dapat melihat kembali, Sang Raja pergi ke istananya untuk mengambil kembali tahta kerajaan yang dahulu “dipinjamkan” kepada adiknya. Beberapa tahun kemudian Sang Raja memberikan tahta kerajaannya kepada Banta Seudang dan sejak saat itu ia memimpin negeri dengan adil dan bijaksana.
0 Response to " Banta Seudang "
Posting Komentar