Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Sejarah kegemilangan Aceh telah mewariskan kebesaran Peradaban yang tak ternilai harganya yang akan menjadi pelajaran berharga untuk generasi masa kini. Warisan itu bukan hanya berupa karya-karya agung maupun pribadi-pribadi mulia, namun juga aset-aset tanah yang tak ternilai harganya terutama di Tanah Suci Makkah al-Mukarramah. Diantaranya adalah waqaf yang diberikan oleh seorang Habib yang hartawan dermawan, karena keikhlasannya menyebutkan jatidiri sebagai Habib Bugak Asyi. Beliau mewaqafkan sebidang tanah dan rumah miliknya di depan Masjid al-Haram Makkah pada tahun 1224 H (1800 M) untuk kepentingan masyarakat Aceh di Makkah. Dan kini waqaf tersebut berkembang pesat bernama Waqaf Habib Bugak Aceh yang dikelola secara profesional oleh Dewan Nadzirnya.
Dalam rangka mengungkap kembali kebesaran Sejarah Peradaban Aceh, maka telah diadakan penelitian bersama tentang Habib Bugak Aceh sejak tahun 2007 sampai sekarang. Adapun yang terlibat langsung dalam penelitian ini adalah:
Dewan Pimpinan Pusat Hilal Merah (Red Crescent) Indonesia – Al Hilal Group
Pimpinan Pusat dan Pimpinan Aceh Maktab Daimi – Rabithah Alawiyah
Forum Silaturrahmi Keturunan Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi
Akademi Tamadun Melayu Antarabangsa (ATMA) - Universiti Kebangsaan Malaysia
Centre for Advantage Studies (CASIS) – Universiti Teknologi Malaysia
Habib Bugak Center, Bugak Bireuen Aceh dan PT. Habib Bugak Corpora
Dan pihak-pihak terkait secara langsung dan tidak langsung
Penelitian ini mendapat dukungan dan rekomendasi dari:
Pemerintah Pusat RI – Menko Kesra RI / Utusan Presiden RI Untuk Timur Tengah
Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia / Kementerian Waqaf
Dewan Nadzir Waqaf Habib Bugak Makkah Saudi Arabia
Rabithah Alawiyah Saudi Arabia dan Yaman
Pemerintah Daerah Provinsi Aceh cq Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh
Rektor IAIN Al-Raniry Banda Aceh
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh
Imam Besar Masjid Baiturrahman Banda Aceh
Dan lain-lain Lembaga dan Tokoh Masyarakat.
Tujuan utama penelitian ini adalah berusaha untuk mengetahui jatidiri, kehidupan dan perjuangan Habib Bugak Aceh agar dapat menjadi suri tauladan kepada generasi muda kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, khususnya di Aceh. Mengetahui secara pasti jati diri Habib Bugak Aceh yang telah mewaqafkan hartanya ini, adalah sebagai ungkapan rasa syukur nikmat kepada Allah sekaligus untuk memberi pencerahan terhadap beberapa perbedaan pendapat di kalangan peneliti.
METODE, ANALISIS DAN TESIS
Penelitian yang dilakukan oleh Tim Al-Hilal Group, Keluarga Habib Abdurrahman, Rabithah Alawiyah Aceh dan lainnya sejak tahun 2007 dimulai dengan mengumpulkan data-data geografi wilayah Aceh sebelum tahun 1800 M atau yang mendekatinya, yaitu wilayah yang termasuk dalam Kerajaan Aceh pada masa Sultan Alaiddin Jauharul Alam Syah. Tim peneliti juga sudah berusaha untuk mendatangi semua wilayah bernama Bugak, seperti di Aceh Besar (Bugak-Seulimum), Pidie (Sumbo Bugak), Bireuen (Bugak), Aceh Utara (Bagok) maupun Aceh Timur (Kuala Bugak) dan lain-lainnya.
Dengan bertawaqqal kepada Allah Yang Maha Mengetahui, Tim peneliti akhirnya berkesimpulan bahwa Bugak Aceh yang dimaksud pada ikrar Waqaf Habib Bugak Asyi di Makkah pada tahun 1224 H adalah Bugak yang terletak di wilayah Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen sekarang. Selanjutnya tim mengadakan penelitian panjang di wilayah Bugak dan sekitarnya, terutama mengidentifikasi tokoh-tokoh Habib, silsilah, peninggalannya, keturunannya termasuk legenda-legenda yang menyertainya. Setelah penemuan Sarakata Para Sultan Kerajaan Aceh di Alue Ie Puteh Aceh Utara, maka sementara tim menyimpulkan bahwa Habib Bugak yang paling mendekati adalah Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi. Karena beliau hidup di sekitar wilayah Bugak Peusangan dari tahun 1785 sampai dengan 1845 berdasarkan sarakata tersebut. Demikian pula maqam Habib Abdurrahman al-Habsyi terletak di Kemukiman Bugak Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen.
Untuk memperkuat data-data yang ada, telah dibentuk forum keturunan Habib Abdurrahman dari seluruh Aceh untuk mencari data-data pendukung dengan membentuk perwakilan-perwakilan yang sekaligus menjadi forum silaturrahmi keturunan Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi yang sudah mencapai generasi ke 9. Forum silaturrahmi telah mengadakan pertemuan-pertemuan berkala yang bertugas untuk mengumpulkan dan memperbaharui data, atau informasi yang berkaitan dengan Habib Abdurrahman.
Berdasarkan sumber-sumber dari kalangan keturunannya yang sudah menyebar ke seluruh penjuru Aceh, diketahui Habib Abdurrahman al-Habsyi adalah seorang Ulama yang rendah hati, dermawan serta hartawan karena memiliki tanah yang luas sebagaimana juga disebutkan dalam Sarakata para Sultan Kerajaan Aceh dari tahun 1785 M sampai 1845 M. Keberadaan Sarakata para Sultan Kerajaan Aceh yang menyebut nama beliau ini sudah cukup membuktikan bahwa Habib Abdurrahman al-Habsyi adalah bukan orang biasa, tetapi salah seorang yang terkenal dan memiliki kedudukan tinggi di Kerajaan Aceh Darussalam, sekurang-kurangnya dari tahun 1785 M sampai 1845 M dengan gelar Teungku Habib, Tuwanku Habib, Teuku Chik dan lainnya. Namun karena ketawadhuannya beliau lebih senang menyebut dirinya sebagai Habib Bugak Aceh, seorang Habib dari Bugak di Negeri Aceh.
Setelah penelitian secara sederhana dilakukan selama 2 tahun dan menghasilan data-data awal, maka untuk memperkuat hasil penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian lanjutan sejak bulan Juni 2009 sekaligus menguji keabsahan data melalui metode empiris di tingkat Doktoral (Ph.D) di Akademi Tamadun Melayu Antarbangsa Universiti Kebangsaan Malaysia. Penelitian melalui lembaga akademik ini dimaksudkan agar penelitian lebih terfokus sebagai penelitian sejarah dengan metode ilmiyah di bawah bimbingan Prof. Dr. Wan Mohammad Nor Wan Daud. Dengan membawa nama lembaga akademik, penelitian mendapat banyak kemudahan dalam hal perizinan terutama ketika mengadakan penelitian di sekitar Makkah al-Mukarramah Saudi Arabia, terutama untuk mencari data-data seperti di Nadzir Waqaf Habib Bugak, Kementerian Waqaf Saudi Arabia, Lembaga Otoritas Masjidi al-Haram, Mahkamah Syar’iyah, Dewan Rabithah Alawiyah dan lainnya. Hasil penelitian selanjutnya diseminarkan dihadapan para Profesor di lingkungan ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia.
Sejak Juni 2012 penelitian dilanjutkan pada Centre for Advantages Studies Universiti Teknologi Malaysia dengan mengadakan penelitian terhadap bahan-bahan material data yang telah dikumpulkan. Penelitian ini juga menempuh pendekatan metode logical yang dikembangkan Prof. SMN. Al-Attas, maupun metode spiritual yang diperkenalkan para peneliti Harvard University USA. Penelitian ini juga mencoba pendekatan metode sufistik yang biasa digunakan oleh para pengamal tariqat. Untuk mendukung metode terakhir ini, tim seringkali mengadakan majlis zikir rohaniah yang diajarkan para mursyid yang arifin yang diadakan di sekitar Bugak maupun proses tashfiah di Makkah maupun Madinah pada tahun 2013.
Setelah melakukan penelitian sepanjang 3 tahun lebih, pada awal tahun 2011 DPP Lembaga Pengkajian Nasab (Silsilah) Maktab Daimi Rabithah Alawiyah Jakarta telah mengesahkan secara resmi silsilah Habib Abdurrahman al-Habsyi sebagai salah seorang Sayyid dari keturunan Sayyidina Husein. Adapun silsilah lengkapnya adalah:
Abdurrahman bin Alwi bin
Syekh bin Ahmad bin
Hasyim bin Ahmad Shahib al-Shi’ib bin
Muhammad Asghar bin Alwi bin
Abu Bakar Al-Habsyi bin
Ali bin Ahmad bin
Muhammad Asadullah bin
Hasan Attrabi bin Ali bin
Muhammad Fakih Muqaddam bin
Ali bin Muhammad Shahib al-Mirbat bin
Ali Jali’ bin Alwi bin
Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Ahmad al-Muhadjir bin Isa al-Rumi bin
Muhammad al-Naqib bin
Ali Al-Uradhi bin Jafar Siddiq bin
Muhammad Al-Baqir bin
Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husein bin
Sayyidah Fatimah (Ali bin Abi Thalib) binti
Sayyidina Muhammad Rasulullah saw.
Menurut keturunannya, diantaranya Sayed Dahlan bin Abdurrahman Al-Habsyi dan lain-lain yang didengarnya dari kakek buyutnya, Habib Abdurrahman dilahirkan di Makkah Al-Mukarramah dalam lingkungan keluarga Al-Habsyi Ba’alwy Hasyimy yang memiliki kedudukan khusus dan terhormat di kalangan para petinggi Penguasa Mekkah pada zaman itu. Menurut catatan Rabithah Alawiyah beliau adalah cucu saudara dari Maulana Sayyid Muhammad bin Husein bin Ahmad Al-Habsyi yang menjadi Mufti Mekkah sekitar tahun 1750an. Beliau mendapat pendidikan di lingkungan Masjid al-Haram sampai menjadi Ulama.
Sebelum ke Aceh, Habib Abdurrahman adalah seorang Ulama yang mengajar di Masjid al-Haram Makkah. Kemudian Syarif Makkah mengutus beliau ke Kerajaan Bandar Aceh Darussalam bersama beberapa orang Ulama dari Masjid al-Haram. Di antaranya adalah Maulana Syeikh Abdullah al-Bait, kakek dari Syeikh Abdurrahim yang dikenal sebagai Tgk.Syik Awe Geutah. Menurut Sarakata Kerajaan Aceh Sultan Alaiddin Muhammad Syah pada tahun 1785 M (1206 H) Habib Abdurrahman sudah berada di wilayah Peusangan dengan gelar Teungku yang mendapat hadiah tanah “kali lelab” atau “krueng matee” di sekitaran Bugak wilayah Negeri Peusangan. Di tempat inilah beliau tinggal serta dikenal sebagai Habib Bugak.
Setelah beberapa tahun di Aceh, Habib Abdurrahman al-Habsyi kembali ke Makkah. Karena dari kalangan Ulama Sayyid di Makkah, maka beliau dapat memiliki rumah di depan Ka’bah. Ketika akan kembali ke Aceh, beliau mewaqafkan rumah tersebut untuk kepentingan masyarakat Aceh dengan persyaratannya pada tahun 1224 H atau 1800 M. Beliau hanya menyebutkan namanya sebagai Habib Bugak Asyi dalam ikrar waqaf di hadapan Mahkamah Syar’iyah Makkah. Setelah mewaqafkan hartanya, beliau kembali ke Kerajaan Aceh pada tahun itu juga, dan kembali ke wilayah Peusangan, sebagaimana disebutkan dalam 3 Sarakata Sultan Alaiddin Jauharul Alam Syah tahun 1224 H, dan tinggal di Bugak Peusangan. Sampai dengan tahun 1845 M beliau masih bermukim di sekitar wilayah Peusangan dan mengajar di sekitar Bugak, Pante Sidom, Pante Peusangan, Panjoe, Manik dan lainnya sebagaimana disebutkan dalam Sarakata Sultan Alaiddin Mansyur Syah yang dikeluarkan pada tahun 1270 H atau 1845 M.
Menurut tradisi kaum Hadramiyin (bangsa Arab) yang datang ke Nusantara, biasanya mereka memiliki kunyah (nama gelaran) yang kadangkala dinisbatkan kepada tempat tinggalnya seperti misalnya Sunan Bonang, Sunan Ampel, Pangeran Jayakarta, Habib Chik Dianjung dan dikuti oleh Ulama, termasuk di Aceh seperti Maulana Syiah Kuala dan lain-lainnya. Demikian pula dengan Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi, menurut tradisi memiliki nama gelar yang dikenal oleh kaum keluarga dan masyarakatnya yaitu Habib Bugak. Di samping itu beliau juga dikenal dengan beberapa gelar yang melambangkan kedudukan beliau di Kerajaan Aceh, seperti Teungku Habib, Tengku Sayyid Peusangan, Tuwanku Peusangan dan Teuku Chik Di Mon Kelayu.
Habib Abdurrahman al-Habsyi disebut sebagai Habib Bugak karena beliau bertempat tinggal di wilayah Bugak Peusangan sebagaimana disebutkan sarakata Sultan Alaiddin Muhammad Syah yang bertahun 1785 M dan Sarakata Sultan Mansyur Syah yang bertahun 1845 M. Menurut cerita yang berkembang di kalangan keturunannya, setibanya beliau dan keluarganya di Peusangan, beliau bertempat tinggal di wilayah Bugak yang menurut Sarakata Sultan Mansyur Syah adalah sebuah mukim yang berada dibawah wilayah Negeri Peusangan. Demikian pula beliau tinggal di wilayah Bugak sampai wafat dan dimakamkan di wilayah Kemukiman Bugak yang sebelumnya menjadi wilayah Kecamatan Peusangan dan sekarang menjadi wilayah Kecamatan Jangka di Kabupaten Bireuen.
Ada yang berpendapat bahwa gelaran Habib Bugak yang disandangnnya adalah warisan dari kakek buyutnya yang telah datang lebih dahulu di kawasan Bugak Peusangan. Pendapat ini berdasarkan Sarakata Sultan Alaiddin Muhammad Syah tahun 1785 M yang menyebutkan nama Teungku Sayyid Ahmad Habsyi, kakek buyut Sayyid Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi. Namun dalam catatan Rabithah Alawiyah, yang disebutkan namanya ini, tidak diketahui atau pernah tercatat tinggal di Aceh.
SARAKATA HABIB ABDURRAHMAN BIN ALWI AL-HABSYI
Sarakata 1, bertahun 1206 H atau 1785 M, yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Muhammad Syah yang menyebutkan bahwa Sayyid Abdurrahman bin Alwi keturunan Sayyid Ahmad Habsyi yang bermukim di sekitar Negeri Peusangan Aceh telah mendapatkan hadiah tanah dari para pemuka masyarakat karena aktivitas sosialnya, seperti membasmi hama tikus yang mewabah dll. Sarakata 2, bertahun 1224 H atau 1800 M yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah yang menerangkan Sayyid Abdurrahman bin Alwi di Peusangan mendapatkan waqaf berupa tanah di Punteuet dan Ie Masin dari Teuku Awe Geutah dan Teuku Polem dan yang lain-lainnya. Sarakata 3, bertahun 1224 H atau 1800 M yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah yang menerangkan Sayyid Abdurrahman bin Alwi di Peusangan mendapatkan memiliki beberapa bidang tanah di sekitar negeri Peusangan.
Sarakata 4, tanpa tahun, dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah yang menerangkan semacam rekomendasi kepada seorang bernama Tuankita Abdurrahman di Negeri Peusangan. Sarakata 5, bertahun 1270 H atau 1845 M yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Mansyur Syah yang menerangkan panjang lebar tentang beberapa peristiwa yang berkaitan dan rekomendasi kepada Habib Abdurrahman al-Habsyi dan menyebutkan juga ada sebuah wilayah yang bernama Bugak, Pante Sidom dan lainnya. Sarakata 6, bertahun 1289 H atau 1865 M yang dikeluarkan oleh Tuwanku Muhammad Husin Bin Tuwanku Abbas Bin Sultan Jauharul Alam Syah yang menerangkan tentang Habib Ahmad bin Husein yang juga merupakan cucu dari Habib Abdurrahman al-Habsyi .
Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi adalah seorang Teungku Habib yang telah dikarunia kemulyaan dan ketinggian makrifat oleh Allah SWT. Salah satu bukti ketinggian makrifatullah beliau adalah walaupun kaya raya dan terkenal di kalangan para Sultan Aceh, namun hidup dengan penuh kesederhanaan, diantaranya beliau tidak membangun istana megah di sekitar tempat tinggalnya di Bugak sebagaimana diceritakan keturunannya. Itulah sebabnya tidak mengherankan ketika akan beramal saleh, beliau akan menyembunyikan jati dirinya seperti ketika mewaqafkan hartanya di Makkah beliau hanya memakai nama Habib Bugak Asyi untuk menjaga keikhlasannya dalam beramal. Beliau sangat memahami makna “tangan kanan memberi tanpa sepengetahuan tangan kiri” yang merupakan kehati-hatian dalam beramal agar jangan terjebak perilaku “riya” sebagai lawan dari sifat ikhlas karena Allah semata. Demikian pula apa yang telah dilakukannya tidak pernah diceritakan kepada keluarga dan para sahabatnya, seperti cerita waqaf Habib Bugak di Makkah ini yang tidak pernah diketahui oleh para keturunannya, walaupun sudah berlaku lebih 200 tahun lalu. Sehingga kisah ini tidak pernah diceritakan secara turun temurun. Namun kebiasaan Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi dalam hal yang berkaitan dengan waqaf ini terungkap secara tidak langsung pada 2 Sarakata Sultan Alaiddin Jauharul Alam Syah yang bertahun 1224 H atau 1800 M.
Kealiman dan keluasan pengetahuan serta pandangan Habib Bugak tercermin pula dalam penyusunan ikrar waqaf yang beliau berikan ketika akan mewaqafkan hartanya di Makkah dengan persyaratan yang sangat mendetil dan sangat futuristik. Persyaratan demi persyaratan yang diberikannya dalam proses waqaf di Mahkamah Syar’iyah Makkah pada tahun 1224 H telah menjaga keberlangsungan manfaat harta waqafnya yang terus berkembang pesat dan dapat dikelola secara profesional sepanjang masa oleh para Nadzir yang ditunjuknya dari kalangan keturunan sahabat dekatnya Syeikh Abdullah al-Bait. Dan tidak diragukan inilah salah satu tanda-tanda kewalian yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertaqarrub.
Maka sungguh bertuah bagi masyarakat Aceh yang telah memiliki figur Ulama seperti pribadi Habib Bugak Aceh yang telah mengabadikan dan mengharumkan nama Aceh sampai di Makkah. Beliau tidak mengharapkan pujian atas apa yang telah dilakukannya kepada masyarakat Aceh, dan kewajiban generasi Aceh masa kini untuk selalu mendoakan beliau serta mengharapkan lahirnya banyak tokoh seperti Habib Bugak kelak.
Hanya kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahuilah kita kembalikan segala urusan, agar kita senantiasa termasuk hamba-hamba-Nya yang berserah diri kepada-Nya.
0 Response to " HABIB BUGAK ACEH : HABIB ABDURRAHMAN BIN ALWI AL-HABSYI "
Posting Komentar