Papan nama benteng inoeng balee |
Laksamana Malahayati atau Keumala Hayati adalah seorang wanita Panglima Angkatan Laut Kepala Dinas Rahasia Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah (1588-1604). Pada masa pemerintahan Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah terjadi perang laut yang terbesar di Teluk Haru (Selat Malaka) antara Armada Portugis dan Armada Aceh. Pertempuran yang berakhir dengan kehancuran armada Portugis telah mengambil korban yang sangat banyak dari kedua belah pihak. Ribuan serdadu Portugis mati dan sekitar seribuan orang pejuang aceh syahid bersama 2 orang laksamananya. Diantara laksamana aceh yang tewas itu terdapat suami Laksamana Malahayati yang pada waktu itu masih menjabat sebagai Kepala Protokol Istana Darud Dunya (Kerajaan Aceh).
Semangat jihad Keumala Hayati meledak setelah disampaikan berita bahwa kemenangan armada aceh harus dibayar dengan syahidnya 1000 pejuang aceh dan juga suaminya sebagai panglima armada. Keumala Hayati memohon kepada sultan untuk meninggalkan jabatannya sebagai Kepala Protokol Istana Darud Dunya dan di izinkan pula membentuk sebuah armada yang terdiri dari para wanita. Keumala Hayati bersama 1000 orang janda muda yang suaminya tewas dalam perang Teluk Haru membentuk sebuah armada yang diberi nama Armada Inong Balee (Armada Wanita Janda) dengan pangkalannya diteluk Lamreh Krueng Raya. Armada Inong Balee ini memiliki 100 buah kapal perang yang dilengkapi dengan meriam.Diatas perbukitan yang menghadap Teluk Krueng Raya yang tingginya sekitar 100 meter itu didirikan sebuah benteng pertahanan yang diberi nama Benteng Inong Balee.(Ali Hasjmy, 50 tahun aceh membangun).
Saat ini Benteng Inong Balee telah rusak hanya beberapa bagiannya saja yang masih tersisa. Kuburan Laksamana Keumala Hayati terdapat disebuah bukit yang berjarak sekitar 1 kilometer dari benteng. Diatas bukit yang sunyi dibawah sebuah pohon mimba tua sang laksamana dikuburkan disamping suami dan seorang anaknya. Secara administratif berada di Desa Lamreh, Kec. Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Benteng ini disebut Benteng Inong Balee yang pebangunannya dipimpin Laksamana Malahayati, pada masa Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah IV Saidil Mukammil. Pencapaian menuju Benteng Inong Balee melalui jalan raya beraspal arah Banda Aceh–Mesjid Raya berbelok ke arah kiri berlanjut melalui jalan tanah. Kemudian sekitar 1 km melintasi jalan tanah tersebut maka akan dijumpai benteng yang berada di tepi jurang, dibawahnya pantai dengan batuan karang.
Benteng berdenah persegipanjang menghadap ke barat yaitu arah laut/Selat Malaka. Batas tembok di sisi utara berupa tanah landai yang penuh dengan semak belukar, sisi timur juga semak belukar, sisi selatan areal perladangan, dan sisi barat sekitar 10 m adalah jurang. Konstruksi tembok benteng yang masih tersisa kini di bagian barat berupa tembok yang membujur utara-selatan, dan di bagian utara dan selatan membujur timur-barat. Kemudian di bagian timur terdapat struktur pondasi berukuran panjang sekitar 20 m. Bahan bangunan penyusun tembok benteng terbuat dari batuan alam berspesi kapur. Tembok benteng di bagian barat memiliki ukuran panjang 60 m, tebal 2 m, dan tinggi 2,5 m, tembok benteng di bagian utara berukuran panjang 40 m, tebal 2 m, dan tinggi bagian dalam 1 m.
Sedangkan tembok di bagian selatan berukuran panjang 60 m, tebal 2 m, dan tinggi bagian dalam 1 m. Pada tembok yang membujur utara-selatan di bagian barat terdapat 4 lubang pengintaian menyerupai bentuk tapal kuda. Tinggi lubang pengintaian bagian dalam sekitar 90 cm, lebar 160 cm, sedangkan tinggi lubang bagian luar sekitar 85 cm dan lebar 100 cm. Posisinya yang mengarah ke Selat Malaka jelas berfungsi untuk mengawasi terhadap lalu-lalang kapal laut. Benteng Inong Balee sering disebut juga Benteng Malahayati. Benteng ini merupakan benteng pertahanan sekaligus sebagai asrama penampungan janda-janda yang suaminya gugur dalam pertempuran. Selain itu juga digunakan sebagai sarana pelatihan militer dan penempatan logistik keperluan perang.
0 Response to " Benteng Inoeng Balee "
Posting Komentar